'

Kategori

Follow Us!

KETAHANAN NASIONAL DAN PERANG MODERN

Oleh Kwik Kian Gie

 

Sepanjang perjalanan sejarah, penjajahan atau kolonialisme mengambil berbagai bentuk. Dalam hal Indonesia, penjajahan berlangsung dengan senjata, walaupun oleh Perseroan Terbatas yang bernama Vereenigde Oost Indische Compagnie atau VOC. VOC mempunyai tentara sendiri guna menyedot kekayaan Nederlands Indie.

Ketika VOC bangkrut karena korupsi, pemerintah Belanda meneruskan penjajahannya dengan kekuatan bedil dan meriam sambil terus mengeduk kekayaan dan memperbudak bangsa kita.

Pemerintahan Bung Karno hanya mengalami 25 tahun untuk membentuk bangsa Indonesia yang berwadah NKRI dalam kemerdekaan dan kedaulatan.

Setelah kejatuhannya, Indonesia kembali dijajah dalam arti kekayaannya dikeduk habis-habisan dengan nilai yang jauh lebih besar dibandingkan dengan pengedukan oleh penjajah Belanda.

Marilah kita kutip beberapa buku yang menggambarkannya. Buku-buku yang saya kutip ini ditulis oleh orang-orang Inggris dan Amerika.

John Pilger : The New Rulers of the World

Yang dilakukan pertama kali oleh Tim Ekonomi Presiden Soeharto digambarkan oleh Direktur Arsip Nasional AS, Dr. Bradley Simpson dan Prof. Jeffrey Winters. Semuanya dikutip oleh John Pilger dalam bukunya yang berjudul “The New Rulers of the World”. Saya kutip sebagai berikut.

Halaman 37 mengatakan : “Dalam bulan November 1967, menyusul tertangkapnya ‘hadiah terbesar’ (baca : jatuhnya Bung Karno), hasil tangkapannya dibagi. The Time-Life Corporation mensponsori konperensi istimewa di Jenewa yang dalam waktu tiga hari merancang pengambil alihan Indonesia. Para pesertanya meliputi para kapitalis yang paling berkuasa di dunia, orang-orang seperti David Rockefeller. Semua raksasa korporasi Barat diwakili : perusahaan-perusahaan minyak dan bank, General Motors, Imperial Chemical Industries, British Leyland, British American Tobacco, American Express, Siemens, Goodyear, The International Paper Corporation, US Steel. Di seberang meja adalah orang-orangnya Soeharto yang oleh Rockefeller disebut “ekonoom-ekonoom Indonesia yang top”.

“Di Jenewa, Tim Sultan terkenal dengan sebutan ‘the Berkeley Mafia’, karena beberapa di antaranya pernah menikmati beasiswa dari pemerintah Amerika Serikat untuk belajar di Universitas California di Berkeley. Mereka datang sebagai peminta-minta yang menyuarakan hal-hal yang diinginkan oleh para majikan yang hadir. Menyodorkan butir-butir yang dijual dari negara dan bangsanya, Sultan menawarkan : …… buruh murah yang melimpah….cadangan besar dari sumber daya alam ….. pasar yang besar.”

Di halaman 39 ditulis : “Pada hari kedua, ekonomi Indonesia telah dibagi, sektor demi sektor. ‘Ini dilakukan dengan cara yang spektakuler’ kata Jeffrey Winters, guru besar pada Northwestern University, Chicago, yang dengan mahasiwanya yang sedang bekerja untuk gelar doktornya, Brad Simpson telah mempelajari dokumen-dokumen konperensi. ‘Mereka membaginya ke dalam lima seksi : pertambangan di satu kamar, jasa-jasa di kamar lain, industri ringan di kamar lain, perbankan dan keuangan di kamar lain lagi; yang dilakukan oleh Chase Manhattan duduk dengan sebuah delegasi yang mendiktekan kebijakan-kebijakan yang dapat diterima oleh mereka dan para investor lainnya. Kita saksikan para pemimpin korporasi besar ini berkeliling dari satu meja ke meja yang lain, mengatakan : ini yang kami inginkan : ini, ini dan ini, dan mereka pada dasarnya merancang infra struktur hukum untuk berinvestasi di Indonesia. Saya tidak pernah mendengar situasi seperti itu sebelumnya, di mana modal global duduk dengan para wakil dari negara yang diasumsikan sebagai negara berdaulat dan merancang persyaratan buat masuknya investasi mereka ke dalam negaranya sendiri.

Freeport mendapatkan bukit dengan tembaga di Papua Barat. Sebuah konsorsium Eropa mendapat nikel Papua Barat. Sang raksasa Alcoa mendapat bagian terbesar dari bauksit Indonesia. Sekelompok perusahaan-perusahaan Amerika, Jepang dan Perancis mendapat hutan-hutan tropis di Sumatra, Papua Barat dan Kalimantan. Sebuah undang-undang tentang penanaman modal asing yang dengan buru-buru disodorkan kepada Soeharto membuat perampokan ini bebas pajak untuk lima tahun lamanya. Nyata dan secara rahasia, kendali dari ekonomi Indonesia pergi ke Inter Governmental Group on Indonesia (IGGI), yang anggota-anggota intinya adalah Amerika Serikat, Canada, Eropa, Australia dan, yang terpenting, Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia.”

Jadi kalau kita percaya John Pilger, Bradley Simpson dan Jeffry Winters, sejak tahun 1967 Indonesia sudah mulai dihabisi (plundered) dengan tuntunan oleh para elit bangsa Indonesia sendiri yang ketika itu berkuasa.

Bradley Simpson : Economists with Guns

Widjojo Nitisastro

Setelah buku yang memuat kutipan ini terbit, terbit buku lainnya lagi oleh Brad Simspon yang berjudul : “Economists with Guns”. Saya kutip setengah halaman saja, yaitu halaman 234 yang berbunyi sebagai berikut :

“AS sangat dominan mempengaruhi penyusunan undang-undang tentang investasi Indonesia. Seorang konsultan dari Van Sickle Associates yang berdomisili di Denver (yang baru saja menandatangani kontrak bagi hasil untuk pembangunan dan pengoperasian 2 perusahaan plywood) membantu ekonom Widjojo  membuat undang-undang tentang penanaman modal asing. Setelah draft-nya selesai, para pejabat Indonesia mengirimkannya ke Kedubes AS di Jakarta dengan permohonan agar Kedubes AS memberikan komentar untuk “perbaikkan-perbaikan yang mencerminkan pendirian para investor AS.” Para akhli hukum dari Kementerian Luar Negeri AS mengirimkan kembali draft undang-undangnya dengan usulan baris demi baris. Mereka keberatan terhadap draft undang-undangnya karena draft tersebut memberikan terlampau banyak kewenangan kepada pemerintah (“too much discretionary authority to the government.), dan karena itu merupakan hambatan buat para investor yang potensial (“discouraging to potential investors”), karena sektor BUMN diberi peluang untuk banyak bidang-bidang usaha yang diinginkan oleh perusahaan-perusahaan besar asing yang ingin memasuki sektor-sektor tersebut, terutama perusahaan-perusahaan ekstraktif. Widjojo mengubah undang-undang yang bersangkutan, yang disesuaikan dengan usulan-usulan dari AS, dengan menggunakan kata-kata yang akan menjamin liberalisasi yang maksimal, yang disukainya juga, tetapi sambil menyogok (placating) kaum nasionalis yang selalu waspada terhadap tanda-tanda dari tunduknya Jakarta pada tekanan-tekanan dari Barat. Episode ini mengingatkan kita dengan sangat jelas tentang struktur kekuasaan yang didiktekan oleh para pendukung resim Soeharto dalam hal keputusan-keputusan sangat penting yang dibuat oleh negara-negara merdeka.

John Perkins : Confessions of an Economic Hitman

Antara dua buku Bradley Simpson terbit buku oleh John Perkins dengan judul “Confessions of an economic hitman” atau “Pengakuan seorang perusak ekonomi”. Saya kutip yang relevan buat Indonesia.

Halaman 12 : “Saya hanya mengetahui bahwa penugasan pertama saya di Indonesia, dan saya salah seorang dari sebuah tim yang terdiri dari 11 orang yang dikirim untuk menciptakan cetak biru rencana pembangunan pembangkit listrik buat pulau Jawa.”

Halaman 13 : “Saya tahu bahwa saya harus menghasilkan model ekonomterik untuk Indonesia dan Jawa”. “Saya mengetahui bahwa statistik dapat dimanipulasi untuk menghasilkan banyak kesimpulan, termasuk apa yang dikehendaki oleh analis atas dasar statistik yang dibuatnya.”

Halaman 15 : “Pertama-tama saya harus memberikan pembenaran (justification) untuk memberikan utang yang sangat besar jumlahnya yang akan disalurkan kembali ke MAIN (perusahaan konsutan di mana John Perkins bekerja) dan perusahan-perusahaan Amerika lainnya (seperti Bechtel, Halliburton, Stone & Webster, dan Brown & Root) melalui penjualan proyek-proyek raksasa dalam bidang rekayasa dan konstruksi. Kedua, saya harus membangkrutkan negara yang menerima pinjaman tersebut (tentunya setelah MAIN dan kontraktor Amerika lainnya telah dibayar), agar negara target itu untuk selamanya tercengkeram oleh kreditornya, sehingga negara pengutang (baca : Indonesia)  menjadi target yang empuk kalau kami membutuhkan favours, termasuk basis-basis militer, suara di PBB, atau akses pada minyak dan sumber daya alam lainnya.”

Halaman 15-16 : “Aspek yang harus disembunyikan dari semua proyek tersebut yalah membuat laba sangat besar buat para kontraktor, dan membuat bahagia beberapa gelintir keluarga dari negara-negara penerima utang yang sudah kaya dan berpengaruh di negaranya masing-masing. Dengan demikian ketergantungan keuangan negara penerima utang menjadi permanen sebagai instrumen untuk memperoleh kesetiaan dari pemerintah-pemerintah penerima utang. Maka semakin besar jumlah utang semakin baik. Kenyataan bahwa beban utang yang sangat besar menyengsarakan bagian termiskin dari bangsanya dalam bidang kesehatan, pendidikan dan jasa-jasa sosial lainnya selama berpuluh-puluh tahun tidak perlu masuk dalam pertimbangan.”

Halaman 15 : “Faktor yang paling menentukan adalah Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Proyek yang memberi kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan PDB harus dimenangkan. Walaupun hanya satu proyek yang harus dimenangkan, saya harus menunjukkan bahwa membangun proyek yang bersangkutan akan membawa manfaat yang unggul pada pertumbuhan PDB.”

Halaman 16 : “Claudia dan saya mendiskusikan karakteristik dari PDB yang menyesatkan. Misalnya pertumbuhan PDB bisa terjadi walaupun hanya menguntungkan satu orang saja, yaitu yang memiliki perusahaan jasa publik, dengan membebani utang yang sangat berat buat rakyatnya. Yang kaya menjadi semakin kaya dan yang miskin menjadi semakin miskin. Statistik akan mencatatnya sebagai kemajuan ekonomi.”

Halaman 19 : “Sangat menguntungkan buat para penyusun strategi karena di tahun-tahun enam puluhan terjadi revolusi lainnya, yaitu pemberdayaan perusahaan-perusahaan internasional dan organisasi-organisasi multinasional seperti Bank Dunia dan IMF.”

Sejak tahun 1967 sampai saat ini, banyak korporat raksasa asing yang mengeduk kekayaan mineral Indonesia. Paling sedikit 80% dari minyak yang dikeduk dari perut bumi Indonesia di-eksploitasi oleh kontraktor asing. Walaupun formula kontrak bagi hasil adalah 85% untuk bangsa Indonesia dan 15% untuk kontraktor asing, de facto sekarang ini 40% sampai 50% untuk para kontraktor asing dan sisanya untuk bangsa Indonesia. Ini terjadi dengan rekayasa melalui apa yang dinamakan cost recovery. Ikan dicuri, kayu ditebang sampai hutan-hutan gundul. Minyak dicuri di tengah laut.

Kesemuanya berlangsung tanpa bedil, tetapi dengan pencucian otak para elit bangsa Indonesia dan pembentukan kelompok komprador.

Maka buku yang diterbitkan oleh SESKOAD atas perintah KASAD (ketika itu) Jenderal Ryamizard Ryacudu yang berjudul “Bangsa Kita Terjebak Dalam Perang Modern”, antara lain mengatakan bahwa untuk menjajah dan mengeduk kekayaan bangsa, tiada satupun peluru yang dibutuhkan. Aneh, tentara bicara soal pencucian otak dan pembentukan komprador, sipil berbicara tentang persenjataan modern.

Jika anda menyukai artikel ini, silahkan memberikan komentar atau berlangganan RSS feed untuk menyebarkan ke pembaca feed anda.

5 responses to "KETAHANAN NASIONAL DAN PERANG MODERN"

  1. M Sugeng R Juli 11th, 2014 16:01 pm Balas

    Yang mengherankan bagi saya pribadi yakni belum adanya team pemulihan ekonomi (murni independen nasionalis) bangsa Indonesia secara sistematis, termaping (dari segi struktur ekonomi yang dapat menskenariokan atas peradaban dan sosial di masyarakat) — (mohon maaf jika sudah ada tapi saya tidak tahu).

    Sudah banyak diwacanakan tentang kekayaan alam Indonesia yang tak dirasakan rakyatnya, dan aksi-aksi yang menurut saya menuntut untuk merasakannya, yang kemudian oleh negara dan di amini masyarakat secara umum sebagai bentuk kejahatan (penembakan pegawai tambang atas dasar tanah nenek moyang yang kurang ikut merasakan). Mungkin hal tersebut adalah salah satu produk intelektual strategi yang bapak jabarkan diatas, lantas sampai kapan kita akan mewacanakannya dan hanya mewacanakannya saja ?Adakah skema yang sudah dilakukan untuk memperbaikinya ?

    Bagi orang seperti saya, yang hanya mengikuti system dan pola pendidikan yang sudah ada sepertinya menanamkan kepribadian etos kerja sebagai budak, bukan sebagai pengendali atas ekonomi mandiri, yang kemudian secara tidak langsung menciptakan sekumpulan para jamaah yang taat, dan parahnya lagi hal tersebut akan diteruskan kepada generasi kita.

    Perubahan mental tersebut bukan hanya terjadi pada para bibit generasi, tetapi juga lebih dahsyatnya masyarakat secara keseluruhan, dimana pemegang kendali atas sudut pandang masyarakat ada pada orang/company tertentu. Bahkan pemuka agama yang notabennya mempunyai karakter independen dan kuat memegang prinsip -pun banyak telah tergadaikan dengan rupa-rupa yang ditawarkan (harta, kuasa, & dll) atau telah ada skenarionya dengan menghadirkan pembanding atas orang-orang tersebut yang kemudian bertugas menjatuhkan image publik (dimana secara umum, pemuka agama mempunyai kendali atas kebijakan-kebijakan dalam masyarakat kecil). Mungkin hal tersebut dilakukan agar dapat lebih leluasa menari-nari dirumah orang, tidak hanya pemerintahan yang dikendalikan, tetapi juga mental masyarakat (yang bagaikan anak baru lahir, bersemangat mencari tahu tentang segala sesuatu dan mencari panutan, mungkin seperti itulah bangsa kita saat ini pak…)

    Jika pun terdapat karakteristik manusia indonesia yang terbiasa susah, sehingga menggadaikan nasionalismenya ketika ditengah perjalanan kemandirian, solusi apakah yang menurut bapak paling mudah dan gampang diterapkan (tidakpun untuk saat ini, setidaknya generasi mendatang kondisinya tidak sama/tak lebih buruk dari sekarang).

  2. Pencuri Dalam Selimut dan Pembodohan ala Menteri Penerangan | Bayt al-Hikmah Institute September 22nd, 2014 22:18 pm Balas

    […] kita, rakyat itu yang utama, rakyat umum yang mempunyai kedaulatan dan kekuasaan (souvereiniteit), karena rakyat itu jantung hati bangsa, dan rakyat itulah yang menjadi ukuran tinggi rendah derajat […]

  3. Tiana Januari 2nd, 2015 12:48 pm Balas

    Jangan sampai penjajahan jilid ke 2 terjadi. Penjajahan oleh Aseng!! Saatnya lengserkan rezim JokoYap china item PKI!!

  4. tangga lagu indonesia September 27th, 2015 10:02 am Balas

    Makasih banyak atas informasi yang telah Anda berikan.

  5. tour indonesia November 19th, 2015 09:05 am Balas

    mungkin memang benar mengapa jokowi mempunya konsep revolusi mental. karena awal dari semua memang adalah mental. dan mental orang kita sendiri sangatlah rapuh.

Leave a Reply to M Sugeng R