PLATFORM PRESIDEN 2014 – 2019
Oleh Kwik Kian Gie
PENGANTAR
Setelah lengsernya Presiden Soeharto, kita memasuki era yang disebut “Era Reformasi”. Era ini diawali dengan amandemen UUD 1945 sampai empat kali sehingga menjadi bentuknya yang sekarang ini. UUD pasca amandemen juga disebut “UUD 2002”.
Ciri pokok dari UUD 2002 yalah unsur-unsur liberalisme yang sangat jauh. Banyak yang mengatakan bahwa dalam proses amandemen, Tim yang menyusun rancangan amandemen “ditongkrongi” oleh National Democratic Institute (NDI) yang ingin menjadikan Indonesia replika dari Amerika Serikat dalam sistem politiknya. Kalau memang benar demikian, adanya pendampingan oleh NDI sangat berhasil.
Namun keberhasilan buat NDI berarti malapetaka buat Indonesia. Kita saksikan infra struktur dan supra struktur politik yang secara prinsipiil menggerogoti kewibawaan para pengendali negara pada jenjang yang tertinggi nomor dua, yaitu para menteri. Dari Presdien sampai Bupati, para menterilah yang tidak mempunyai legitimasi atas dasar kehendak rakyat. Presiden, Gubernur, Walikota dan Bupati dipilih langsung oleh rakyat. Maka kalau kita bertolak dari ucapan vox populi vox dei atau suara rakyat adalah suara Tuhan, semua jabatan tinggi yang disebutkan tadi membawa suara Tuhan kecuali para menteri. Mereka membawa suara Presiden dan dapat dipecat oleh Presiden setiap saat.
Maka sistem pemerintahan kita adalah sistem presidensiil. Namun dalam rohnya yang mencuat ke dalam perilaku, sikap dan sepak terjangnya, semua Presiden setelah pak Harto adalah parlementer. Dalam menyusun kabinet, Presiden sangat memperhitungkan supaya terdiri dari wakil-wakil dari partai-partai politik yang kalau dijumlah mempeoleh kedudukan mayoritas. Dan mayoritas itu adalah 50% + 1.Yang 50% + 1 ini menjuruskan pada pengambilan keputusan yang semakin lama semakin didasarkan atas pemungutan suara. Unsur musyawarah untuk mencapai mufakat oleh orang-orang bijak semakin luntur.
Namun yang paling dahsyat yalah berkembangnya panggung politik kita menjadi panggung sandiwara nasional dengan berbagai nuansanya. Bagian terbesarnya bersifat pencitraan, tetapi tidak kurang yang sifatnya perbadutan.
Dengan demikian kita saksikan setiap hari di media massa tidak adanya konsep atau platform yang jelas dari sekian banyaknya calon presiden. Yang mereka pertontonkan kepada rakyatnya hanyalah ucapan dan lenggak-lenggok yang ingin mengatakan betapa hebatnya mereka dari penampilannya, dari senyumnya, dari caranya menggendong dan mengusap kepala anak kecil. Yang dibicarkan bukan mengajukan langkah-langkah konkret menyelenggarakan negara, tetapi memasang iklan yang mahal buat dirinya, agar dikenal wajahnya dan dikenal betapa cintanya kepada rakyat kecil.
Dengan demikian, kecuali harus memuji-muji diri sendiri yang sangat menjengkelkan banyak orang, harus mengeluarkan uang dalam jumlah sangat besar. Banyak yang menggadaikan hartanya atau berhutang. Maka kalau terpilih harus berkorupsi untuk dapat mengembalikan hutangnya.
Sumbangsih pikiran tentang Platform Presiden 2014 -1019 berbentuk serial yang terdiri dari banyak tulisan, dan setiap tulisannya membahas konsep dari satu aspek atau bidang penyelenggaraan negara.
Dengan menggunakan ICT, forum ini dapat dengan mudah memuat respons dari siapa saja untuk menanggapi apa yang kami kemukakan, sehingga pada forum ini terjadi diskusi yang konstruktif.
Semoga bermanfaat.
Kwik Kian Gie
Sjahrul Kamal Januari 16th, 2014 08:07 am
Itulah realitas politik kita saat ini bukan saja politik ketatanegaraan kita tetapi politik kemasyarakatan Indonesia secara keseluruhan.Politik ketatanegaraan kita tidak lagi punya “nas”( roh) karena kehidupan ketatanegaraan dan kemasyarakatan kita kehilangan landasan idiologi.Kehidupan politik ketatanegaraan dan kemasyarakatan yg makin liberal ini makin mengedepankan tujuan2 pragmatis daripada tujuan2 idealis dan humanis.Akibatnya tumbuh berkembang penyimpangan diberbagai bidang dari KKN sampai dikuasainya sumber2 dayaalam oleh pihak asing yg seyogyanya dikuasai dan dikelola oleh negara untuk memakmurkan rakyatnya.Diperlukan pemimpin yg kuat dan amanah sekaligus sistem ketatanegaraan yang berakar dan tumbuh dari realitas budaya bangsa Indonesia yg kaya raya ini.Tidak mustahil kita akan menjadi bangsa yang maju, modern dan merdeka dalam arti yang sesungguhnya.
oldy sambuaga Januari 21st, 2014 11:39 am
memang dalam banyak hal Amerika adalah suatu contoh Negara yang memiliki beberapa persamaan dengan Indonesia. tetapi sangat terlalu naïf apabilaada usaha menjadikan bangunan system politik kita replikanya AS. Faktor utama yang paling membedakan adalah factor budaya dan social politik masyarakatnya. sejarah menunjukkan bahwa bentuk demokrasi Negara kita dibangun dari campuran nilai-nilai demokrasi yang memang telah ada/terkandung dalam diri sebagian masyarakat dan system monarki yang mayoritas masih kuat membekas justru dalam sebagian besar masyarakat kita.
hal yg memiriskan hati adalah bahwa sebagian besar masyarakat kita masih didominasi kelompok yang kurang berpendidikan sehingga gampang melegitimasi kelahiran sosok-sosok yang dengan upaya pencitraan dirinya lahirlah “raja” atau “kalangan ningrat baru”. kelompok inilah yang dengan instan membangun ketokohan yang lahir bukan karena proses alami tetapi rekayasa dengan kepemilikan modal yang mendukung. lemahnya kualitas sdm yg.al. disebabkan karena kurang memadainya kandungan pendidikan memberi ruang yang besar bagi pola piker rakyat jelata menjadi factor penyubur bagi munculnya iklim praktek-praktek pencitraan. masyarakat kita masih gampang dibodohi!!!
jusra chandra Januari 22nd, 2014 21:03 pm
Sebenarnya soal platform atau apapun soal presiden yang akan datang tak menarik, menariknya karena ajakan Pak Kwik (saya lihat iklannya di harian Kompas)
Untuk sementara hanya Partai Gerindra yang punya rencana jelas.
Tapi, yang lebih menarik adalah: Kapankah Pak Kwik yang sangat saya kagumi tulis buku otobiografi?
Soemarso Slamet Rahardjo Januari 25th, 2014 10:30 am
Indonesia akan memilih pemimpin-pemimpin baru pada 2014. Tentu yang paling menonjol adalah pemilihan presiden. Sosok inilah yang akan paling menentukan arah perkembangan bangsa dan negara Indonesia, tidak hanya dalam lima atau sepuluh tahun ke depan, tetapi dapat menjangkau periode yang lebih lama dari itu. Sebelum maju dalam pemilihan legislatif dan presiden, setiap partai pengusung perlu memberitahukan kepada rakyat visi dan misi yang akan dianut dalam menentukan arah pembangunan bangsa dan Negara di masa depan. Rakyat perlu tahu akan dibawa kemana bangsa dan negara ini jika partai yang bersangkutan berkuasa. Visi dan misi itu merupakan janji dan komitmen yang nantinya dapat ditagih dan diawasi pelaksanaannya. Visi dan misi menyatakan posisi politis mereka tentang permasalahan nasional dewasa ini dan di masa datang.
Pilihan kepada seseorang harus betul-betul didasarkan atas dukungan rakyat oleh karena sosok, rekam jejak dan konsep yang mereka punyai. Mereka harus dapat mengidentifikasikan permasalahan utama yang dihadapi Indonesia dewasa ini dan menawarkan konsep pemecahan jangka menengah dan panjang di masa depan. Seperti halnya China, dengan Chinese Dreams-nya, pimpinan baru harus dapat mengkomunikasikan dan memperoleh mandat dari rakyat impian mereka tentang Indonesia di masa datang (Indonesian Dreams). Impian untuk membangun Indonesia Raya. Impian ini merupakan kemauan politik (political will) yang mereka janjikan kepada rakyat.
Gambaran tentang ekonomi Indonesia di masa depan sudah ditelaah oleh banyak ahli. McKinsey Global Institute misalnya. Dalam laporannya, September 2012, lembaga riset internasional itu menyebutkan bahwa Indonesia akan menjadi kekuatan ekonomi nomor tujuh di dunia pada tahun 2030, naik dari posisi ke 16 saat ini. Pada tahun 2030, Indonesia akan mempunyai 135 juta penduduk yang termasuk dalam kelas konsumen (saat ini 45 juta). Penduduk yang tinggal di perkotaan akan meningkat dari 53% saat ini menjadi 71% dua dekade yang akan datang. Penduduk kota ini akan memproduksi 86% Produk Domestik Bruto (PDB) dibandingkan saat ini yang hanya 74%. Tenaga kerja terlatih (skilled worker) yang diperlukan untuk mencapai posisi ekonomi ke tujuh terbesar di dunia adalah sebesar 113 juta orang. Dewasa ini tenaga kerja terlatih baru 55 juta orang. Proyeksi ini menunjukkkan pesatnya peningkatan golongan menengan (mapan) untuk mencapai persyaratan posisi yang diinginkan.
Perubahan struktur penduduk yang mengarah pada lebih besarnya prosentase golongan menengah akan menimbulkan masalah-masalah sosial, politik, hukum dan keamanan yang lebih pelik. Indonesia sudah mengalami hal itu saat ini. Golongan menengah adalah strata penduduk yang mempunyai kebutuhan, aspirasi dan opini tersendiri yang mustinya dilakukan dengan rasionalitas tinggi. Di lain pihak, mereka adalah sumber kekuatan ekonomi dan sosial yang menakjubkan untuk menggerakkan roda kebangsaan menuju impian yang diinginkan. Keputusan strategis perlu dikembangkan untuk menggali dan mengisi keinginan mereka.
Pemimpin baru Indonesia nanti harus mampu menjawab tantangan utama dewasa ini yaitu makin menurunnya rasa kohesivitas di antara kelompok-kelompok masa di Indonesia. Masih banyak kelompok-kelompok pemaksa kehendak tanpa memperhitungkan benar-tidaknya alasan yang mendasarinya ditinjau dari sudut tujuan bernegara. Turunnya kohesivitas ini akan mengancam persatuan dan kesatuan Indonesia di masa datang. Argumen demokrasi selalu dikumandangkan untuk membela situasi penuh konflik itu. Belum ada atau tidak efektifnya perangkat hukum untuk mengatasi konflik sosial membuat situasi menjadi lebih tidak pasti lagi. Pemimpin baru Indonesia harus mampu merangkum perbedaan pola pikir ini dan menyatukannya ke dalam tujuan bersama.
Risiko paling besar yang dapat menimbulkan catastrophic bagi Indonesia ialah apabila ia gagal dalam mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkebinekaan. Risiko ini tidak dapat diatasi hanya dengan sekedar pembangunan ekonomi. Risiko itu harus dimitigasi melalui seluruh aspek pembangunan Indonesia yang didasarkan atas doktrin kebangsaan dan doktrin kerakyatan. Doktrin yang diungkapkan oleh Prof. Dr. Sri Edi Swasono itu perlu ditancapkan ke dalam setiap sanubari rakyat Indonesia sebagai sistem nilai (value system) mereka. Kebijakan-kebijakan sosial, politik, ekonomi hukum dan keamanan harus selalu mengacu pada doktrin yang telah disepakati.
Untuk memitigasi risiko tersebut di atas perlu dilakukan langkah-langkah strategis di bidang ekonomi, sosial, budaya, politik serta pertahanan dan keamanan. Masing-masing bidang perlu dikaji permasalahan utama yang ada dewasa ini serta tujuan jangka menengah dan panjang di masa datang yang dinyatakan dalam position statement. Gap antara tujuan akhir dengan kondisi sekarang diisi dengan rencana langkah-langkah strategis yang perlu diambil.
Paling tidak ada dua kondisi utama yang dihadapi Indonesia pada saat awal pemerintahan baru, yaitu bonus demografi dan berlakunya masyarakat ASEAN. Ke dua kondisi itu dapat merupakan peluang tetapi sekaligus juga tantangan. Indonesia akan mengalami bonus demografi yang akan terjadi dalam periode 2025 – 2035. Kepemimpinan nasional 2014 – 2019 merupakan periode kritis untuk membuat strategi guna memanfaatkan bonus demografi tersebut demi kejayaan Indonesia. Atau, kalau tidak bonus demografi justru akan menjadi bencana. Bonus demografi sangat berpengaruh terhadap perencanaan strategi yang matang di bidang pendidikan dan pelatihan, kesehatan, ketenagakerjaan. Bahkan mungkin juga pangan dan energi. Ini adalah tantangan yang pertama.
Tantangan ke dua adalah berlakunya masyarakat ASEAN (ASEAN community) pada tahun 2015. Perjanjian tersebut akan membuat Indonesia menjadi pasar terbuka bagi negara-negara anggota. Lalu lintas barang dan jasa, investasi, modal dan tenaga kerja terlatih dapat dilakukan tanpa adanya hambatan. Masyarakat ASEAN dapat merupakan peluang sekaligus tantangan bagi Indonesia. Berlakunya Masyarakat ASEAN dapat merupakan peluang bagi Indonesia untuk membangkitkan kembali kejayaan Majapahit. Atau kalau tidak, Indonesia akan terjerembab dalam kolonialisme baru. Terbentuknya masyarakat ASEAN memerlukan adanya perencanaan strategis di bidang pendidikan dan pelatihan, serta ketenagakerjaan guna peningkatan daya saing Indonesia.
Masyarakat ASEAN merupakan awal pembelajaran bagi Indonesia untuk bersikap terbuka dan bersifat moderat dalam menghadapi kekuatan-kekuatan ekonomi negara lain. Dihadapkan pada isu nasionalisme, pemimpin mendatang perlu menjawab dengan strategi yang tepat era pasar bebas di ASEAN tersebut. Hal yang sama terjadi untuk menyongsong berlakunya World Trade Organization (WTO).
Ada beberapa masalah strategis yang perlu dicermati agar risiko utama seperti yang telah disebutkan di atas dapat dihindari. Permasalahan strategis yang diungkapkan berikut ini hanya yang berkaitan dengan bidang ekonomi dan kebutuhan pokok rakyat Indonesia. Masalah ketahanan pangan merupakan permasalahan pertama yang strategi awalnya perlu diformulasikan dan disepakati oleh rakyat. Masalah ketahanan pangan berkaitan dengan upaya kemandiriannya. Pangan merupakan kebutuhan pokok bagi seluruh rakyat Indonesia yang jumlahnya sangat besar. Tanpa konsep kemandirian, risiko tekanan terhadap neraca perdagangan akan sangat mengkhawatirkan. Di samping itu, masalah ketahanan pangan dan energi juga berkaitan dengan harga yang terjangkau oleh rakyat. Masalah ini, terutama berkaitan dengan jumlah subsidi yang disepakati. Kebijakan strategis perlu di buat untuk mencapai ketahanan pangan yang berkelanjutan.
Permasalahan ke dua berkaitan dengan energi. Dewasa ini (apalagi di masa depan) energi akan menjadi kebutuhan pokok bagi rakyat Indonesia. Apalagi kalau makin banyak penduduk Indonesia yang telah meningkat menjadi golongan konsumen. Seperti halnya pangan, ketahanan energi juga berkaitan dengan permasalahan kemandirian, dengan tambahan penentuan bauran produk (produk mix) yang diinginkan. Dalam kaitan ini posisi kebijakan tentang penguasaan oleh negara atas kontrak-kontrak pertambangan yang telah habis waktu perlu dikemukakan. Juga tentang jenis energi yang akan dikembangkan.
Masalah pendidikan dan ketenagakerjaan dapat dianggap sebagai satu kesatuan dan merupakan permasalahan ke tiga. Sesuai dengan tingkatannya, kebijakan strategis di bidang pendidikan harus dapat memecahkan masalah utama yaitu meningkatkan kohesifitas bangsa yang berkebinekaan. Doktrin kebangsaan dan kerakyatan perlu dikembangkan pada awal tingkat pendidikan. Pada tingkat yang lebih tinggi azas ketrampilan lebih ditekankan. Di bidang ketenagakerjaan pemetaan terhadap definisi dan kualifikasi tenaga kerja trampil (skilled labor) perlu dikembangkan. Ruang waktu penyediaan tenaga kerja akan menjadi lebih luas dengan adanya masyarakat ASEAN. Kesepakatan tentang perlindungan tenaga kerja perlu diusahakan dalam masyarakat ASEAN. Peningkatan produktivitas merupakan kunci keberhasilan.
Pemerataan hasil pembangunan selalu menjadi issue yang mengemuka sejak dulu. Pembangunan ekonomi tanpa melibatkan pemerataan justru akan menimbulkan malapetaka. Oleh karena itu, pemerataan pembangunan dapat dianggap sebagai permasalahan strategis yang ke empat. Banyak faktor yang dicakup dalam pemasalahan ini, disamping pemerataan penghasilan. Pemerataan kesehatan, pendidikan dan keamanan merupakan beberapa diantaranya. Disamping bersifat struktural, pemerataan pembangunan juga berkaitan dengan pemerataan secara geografis. Jika arah yang dituju adalah pembangunan kota, maka konsep pemekaran kota dengan potensi ekonomi yang terfokus pada daerah-daerah yang selama ini dilupakan, terutama di luar Jawa dan daerah-daerah perbatasan perlu dipikirkan. Pemekaran kota dengan potensi ekonomi terfokus akan memicu mobilisasi penduduk dan ketenagakerjaan serta meningkatkan daya saing.
Permasalahan ke lima berkaitan dengan daya saing. Permasalahan ini terkait dengan komunitas regional (terutama berkaitan dengan terbentuknya masyarakat ASEAN) dan global (WTO) The Global Competitiveness Report tahun 2012 menyebutkan bahwa daya saing Indonesia berada di peringkat 46 di bawah Singapura (Peringkat 2), Malaysia (21) dan Thailand (39). Peringkat Indonesia berada di atas Vietnam (65) dan Philipina (75). Laporan itu menyatakan bahwa korupsi, perilaku tidak etis di sektor swasta dan biaya akibat kejahatan dan kekerasan merupakan sisi negatif yang menghambat daya saing Indonesia. Disamping itu, infrastruktur, kesehatan dan produktivitas tenaga kerja juga merupakan faktor yang melemahkan daya saing. Permasalahan kesehatan sudah layak diatasi dengan program jaminan kesehatan nasional. Infrastruktur dan produktivitas tenaga kerja masih banyak yang harus dibenahi. Tidak kalah penting dalam peningkatan daya saing ini adalah pengembangan enterpreneurship di kalangan usaha kecil dan menengah. Pengembangan pasar, modal, sumber pembiayaan, ketrampilan dan peningkatan manajemen perlu memperoleh perhatian yang serius.
Pemimpin Indonesia di masa depan haruslah mereka yang mampu mengekspresikan Indonesia yang diimpikan dalam kurun waktu, paling tidak, selama kepemimpinan mereka. Suatu impian Indonesia yang mencakupi nation and character building. Ia haruslah seorang pemimpin yang mampu menggerakkan seluruh modal sosial yang ada menjadi suatu kekuatan yang seiya sekata untuk meraih impian yang di canangkan (samen bundeling van alle national krachten), paling tidak dalam menghadapi tantangan-tantangan yang telah dikembangkan di atas. Indonesian Dream, dengan demikian, akan menjadi political will bagi seluruh bangsa. Pemimpin atau partai yang akan bersaing dalam pemilu harus dengan jelas dan tegas menyatakan posisi politik mereka tentang permasalahan nasional di atas.
Pemimpin baru Indonesia yang akan datang seyogyanya bukanlah pemimpin yang menang di bilik suara hanya oleh karena rakyat harus memilih dan oleh karena paket promosi sesaat. Pemimpin demikian kemungkinan besar tidak akan efektif. Pemimpin yang akan datang haruslah dipilih karena memang rakyat menghendakinya. Berkat kerja keras riil yang ia dedikasikan untuk mereka. Pemimpin Indonesia yang akan datang harus dapat merangkul dan menggerakkan masyarakan untuk secara bersama-sama membentuk suatu cita-cita atau impian yang ingin diraih dengan penuh semangat kohesivitas dan keterikatan kolektif. Suatu Indonesian dream, dimana setiap orang Indonesia berlomba-lomba untuk menjadi man/women of value, tidak sekedar man/women of success seperti American dream atau self made man/women dalam Chinese dream.
Terima kasih
miftah Maret 12th, 2014 07:54 am
ya, untuk indonesia saat ini msih di anggap gamang dalam hal menentukan pemimpin, karena memang yang disuarakan para calon adalah hanya merebut simpati berupa pencitraan, dan itu sepertinya ynag telah mencapai titik kejenuhan dari rakyat sendiri, perlu adanya calon alternatif yang tidak hanya tampil di layar layar umum, tapi yang bisa mengembalikan bagaimana ruh dan spirit kebangsaan, Indonesia merdeka 100%
Alfred Yohanes April 6th, 2014 15:40 pm
Beres P. Kwik Kian Gie, sudah saya buka jalan ceritanya yang sebenarnya, biar yang mengetahui tidak kualat kepada Pres. RI ke 1 dan Pres. RI ke 2. Hadiah dari Pres. RI ke 1 dan Pres. RI ke 2, ‘Harta Negara RI adalah Rakyat RI’. Saya mendapatkannya pada tahun 1998, sekarang saya kembalikan kembali kepada keturunan Pres. RI ke 1 dan Pres. RI ke 2 (Beliau). Saya tidak pernah buka mulut mengenai hal tersebut kepada siapapun sejak tahun 1998.
ray April 17th, 2014 12:27 pm
Pak Kwie, saya sebagai rakyat kecil jujur sudah jengah luarbiasa dgn perilaku pemimpin seperti belakangan ini. kita bicara watak pemimpin dulu. saat ini orang2 yg memiliki visi misi kapasitas dan wawasan sebagai seorang negarawan sungguh langka. kekuatan seorang pemimpin dalam sebuah keputusan selalu digoyang kepentingan partai dan koalisi. akhirnya keputusan tidak lagi memihak rakyat melainkan partai. visi misi partai karna seorang presiden pun haruslah orang partai. Menurut pak Kwie, adakah cara saat seorang yg katanya “wakil rakyat” diangkat dan naik menjabat maka mereka bukan lagi wakil partai tetapi seharusnya menjadi wakil rakyat? sehingga keputusannya, tindak tanduknya, pembelaannya adalah demi rakyat dan bukan partai? apakah UUD-nya yg harus dirubah kembali? karna sebagus apapun seorang pemimpin jika keputusannya terlalu byk intervensi berbagai kepentingan maka sulit bagi bangsa ini maju. apalagi pola pikirnya bukan lagi kebangsaan tapi ke-partai-an. apakah demokrasi kita sudah salah arah? ataukah UUD-nya harus dikembalikan lagi ke awal? apanya sih yg harus dirubah pak? sekian dulu ya pak (mohon maaf jika ada salah persepsi dari saya yg bodoh ini)
terima kasih. Tuhan memberkati Bpk.
Widi April 17th, 2014 12:49 pm
Maaf Pak OOT dari tulisan di atas, ingin menyampaikan yang lain. Saya hanya orang kecil yang tidak tahu ekonomi atau kenegaraan. Saya mungkin mengerti logika bapak tentang subsidi BBM, Tetapi mungkin karena bodoh atau kurang wawasan, saya sebagai rakyat kecil sebenarnya tidak sependapat dengan Bapak dalam hal tersebut. Saya setuju subsidi BBM dihapuskan supaya negara menjadi kaya, dan tidak terjadi pemborosan besar besaran oleh rakyat untuk SDA yang tidak dapat diperbaharui tersebut. Dengan subsidi BBM orang jadi memboros-boroskannya untuk membeli mobil, jalan-jalan ke sana kemari tidak jelas tujuannya, bahkan anak anak pun memakai mobil (yang konsumsi BBMnya boros tetapi disubsidi pemerintah) untuk tujuan tujuan yang sama sekali tidak penting.
Saya berharap uang subsidi BBM itu diberikan untuk mensubsidi pendidikan hingga pendidikan tinggi, kesehatan, pembuatan dan perbaikan infrastruktur, dan bagi kepentingan saya sendiri (dan jutaan orang seperti saya) berharap pemerintah bisa mensubsidi bunga KPR misalnya dibuat fix 5 persen, sedangkan selisih dengan BI rate masing masing bank penyedia KPR disubsidi/dibayar oleh pemerintah. Dengan demikian ada jutaan masyarakat seperti yang tertolong memiliki rumah dengan harga terjangkau Pak, dan juga tidak mungkin orang memboros boroskan subsidi bunga KPR tersebut kan Pak?! Bukankah rumah itukebutuhan primer Pak, daripada mobil dan HP atau lainnya?
Juga tolong kalau Pak Jokowi menjadi presiden, supaya kalau subsidi BBM dihapuskan secara sangat bertahap ya Pak, misalnya bulan ini naik 500 rupiah, dua bulan kemudian naik lagi 500 rupiah lagi begitu seterusnya hingga harga pasarnya, supaya kami tidak terlalu berat dan supaya tidak menimbullkan gejolak di masyarakat. Bagi kami yang hanya memakai sepeda motor, pengeluaran langsung untuk BBM 9000 rp /liter sebenarnya tidak terlalu masalah Pak, karena kami hanya menggunakannya untuk transportasi ke tempat kerja, tidak untuk diboros-boroskan. Demikian usulan saya, Terima kasih Pak Kwik, Maju Terus!
Hery Purwanto September 23rd, 2014 01:36 am
@Widy, permasalahan soal subsidi tsb, permasalahan yg sangat jelas anda kemukakan adalah penyaluran subsidi BBM yg tak tepat. Mobil pribadi tidak harus (dilarang) menggunakan subsidi. Subsidi adalah bantuan bagi rakyat kecil bukan? Apakah seseorang yg mampu membeli mobil pribadi tergolong rakyat kurang mampu? Lebih layak jika penyaluran subsidi yg tepat sasaran ketimbang inflasi yg diakibatkan karena rakyat kecil juga kena imbasnya. Jika kebutuhan hidup yg meningkat tidak dibarengi dengan peningkatan pendapatan rumah tangga, apa itu stabil?
CMIIW, im just a guy from nowhere.