Pemberantasan Korupsi Preventif Melalui Perbaikan Lingkungan Kehidupan Manusia Indonesia (Artikel 2)
Pengantar
Artikel pertama dalam serial ini diakhiri dengan sebuah usulan supaya hanya buat para pejabat yang sangat strategis kedudukannya diberlakukan carrot & stick. Akibatnya akan terjadi ketidak adilan sementara, karena yang kedudukannya kurang strategis masih harus menunggu. Pertimbangan satu-satunya adalah kendala pembiayaan kalau seluruh PNS dan TNI/POLRI harus dinaikkan pendapatannya sekaligus.
Kritik
Gagasan seperti ini langsung saja dikritik. Dalam kabinet Gus Dur tidak sedikit Menteri dan anggota DPR yang langsung saja mengkritik dengan tajam, mengatakan bahwa tidak tahu diri, karena bagian terbesar dari rakyat hidup dalam kemiskinan, kok pemerintah menaikkan pendapatan bersih untuk dirinya sendiri sampai standar internasional. Juga dikatakan bahwa telah dicoba dalam lingkungan Departemen Keuangan yang pernah ditingkatkan 10 kali lipat dan toh masih korup. Jawab saya terhadap kritik-kritik tersebut adalah karena yang masih berkorupsi tidak diapa-apakan. Jadi carrot-nya diberikan, tetapi stick-nya tidak diterapkan.
Kritik lainnya lagi adalah bahwa naluri manusia untuk mengumpulkan harta kekayaan tidak ada batasnya. Buktinya, para koruptor itu sudah berkorupsi sampai memupuk kekayaan bernilai ratusan milyar dan trilyunan rupiah. Tetapi mereka masih saja dengan penuh semangat berkorupsi terus. Memang benar. Mengapa? Lagi-lagi karena tidak diapa-apakan, dan mereka sudah terlanjur mempunyai kekayaan yang demikian besarnya, sehingga apapun dapat dibeli yang membuat mereka menjadi kebal hukum. Mengapa semua bisa dibeli ? Karena kalau kekuasaan dijual, baik yang menjual maupun yang membeli tidak diapa-apakan.
Yang saya kemukakan ini kondisi sebelum pemerintahan SBY. Sekarang tindakan-tindakan nyata menghukum orang-orang yang terbukti melakukan korupsi dapat kita ikuti setiap hari di media massa. Tetapi tidak optimal, karena penuh dengan dilema. Sebabnya karena yang terlibat begitu banyak, dan cukup banyak yang sekarang mengemban fungsi yang begitu strategis, sehingga mau tidak mau harus diberlakukan opportuniteitsbeginsel.
Maka serial artikel ini memberikan usulan yang sifatnya lebih menyeluruh dan preventif murni. Yang saya artikan dengan preventif murni ialah yang sifatnya bukan menjadi preventif sebagai deterrent effect dari tindakan represif. Hanya mengandalkan pada kebijakan represif dengan harapan mempunyai deterrent effect yang preventif sifatnya sangat sulit, karena demikian banyaknya yang terlibat dalam korupsi di masa lampau.
Kalau ada pejabat negara yang mengatakan gaji tidak perlu dinaikkan, kemungkinannya mereka korup dan tidak mau korupsi berhenti. Kemungkinan lain adalah mereka sudah kaya dari asalnya, sehingga memang bisa mengabdi kepada negara dengan pendapatan yang jelas tidak cukup untuk hidup layak. Atau famili dan sanak saudaranya mempunyai pendapatan legal cukup besar yang dapat menunjang kehidupannya dalam baktinya kepada nusa dan bangsa dengan gaji dari pemerintah yang jelas hanya cukup untuk hidup satu atau dua minggu saja. Jumlah orang yang demikian sangat sedikit, dan yang sudah sedikit itu belum tentu, dan bahkan kebanyakan tidak berminat mengabdi kepada kepentingan orang banyak. Jadi kelompok ini tidak dapat diandalkan sebagai penyelenggara negara. Lagipula, yang kita kehendaki adalah demokrasi, bukan plutokrasi.
Juga ada kritikan yang mengemukakan bukti bahwa para pegawai BPPN itu tanpa dapat diragukan sedikitpun tingkat pendapatan bersihnya cukup untuk hidup dengan sangat gagah. Memang betul, karena mereka direkrut dari perusahaan-perusahaan swasta. Mereka tidak mau bekerja dengan tingkat pendapatan bersih yang lebih kecil. Toh mereka masih korup dalam skala yang luar biasa dan dengan teknik-teknik yang canggih. Banyak dari mereka yang dahulu para teknokrat konglomerat bankir yang menjebol banknya sendiri sampai dirawat di BPPN. Sekarang BPPN dibobol lagi. Mengapa? Sekali lagi, karena tidak ada hukumannya.
Maka kritik-kritik tersebut semuanya tidak dapat mematahkan ampuhnya carrot and stick kalau, sekali lagi kalau stick-nya diterapkan betulan.
Hukuman
Setelah gaji dinaikkan sampai adil terhadap setiap PNS lainnya dan besarnya dibuat sangat besar sampai dapat hidup dengan nyaman dan dengan “gagah”, dan masih berani berkorupsi, hukumannya harus sangat berat. Menurut hemat saya dalam kondisi KKN seperti yang kita hadapi sekarang ini, hukumannya haruslah hukuman mati atau paling tidak seumur hidup.
Dalam mengenali masalah kita sudah lumayan, karena istilah yang sudah memasyarakat bukan hanya korupsi, tetapi korupsi, kolusi dan nepotisme yang terkenal dengan singkatan KKN. Memang korupsi sebenarnya tidak dapat dipisahkan dari kolusi, karena korupsi selalu dilakukan oleh lebih dari satu orang. Nepotisme juga merupakan faktor sangat penting, karena korupsi kebanyakan mendapat dorongan dan dukungan kuat dari anak, isteri dan famili terdekat.
Karena itu, hukuman tidak saja dikenakan pada yang melakukan korupsi, tetapi juga isteri dan anak-anaknya. Seperti dikatakan tadi, kebanyakan penguasa melakukan korupsi karena dorongan, rayuan atau rengekan dari isteri, suami atau anak-anak. Maka pelakunya dihukum mati, dan anak-anak serta isterinya juga harus dikenakan hukuman. Bentuk hukuman itu misalnya diperlakukan sebagai orang yang telah bangkrut. Semua harta kekayaannya disita. Mereka hanya dibolehkan hidup yang dibatasi standarnya. Misalnya mereka hanya dibolehkan bertempat tinggal di rumah sederhana, hanya boleh menggunakan kendaraan umum, tidak boleh mempunyai mobil sendiri.
Rekan-rekan koruptor yang terlibat dalam korupsinya yang selalu memang kolutif juga harus dihukum berat. Tegasnya, penyuap dan yang disuap harus sama-sama dihukum berat.
Dari mana pemberantasan KKN dimulai?
Pemberantasan KKN harus dimulai dari pimpinan tertinggi, yang disusul oleh para pejabat tinggi lainnya.
Presiden meyakinkan diri bahwa seseorang memenuhi persyaratan kecakapan dan kepemimpinan untuk jabatan tertentu sebagai pembantunya. Orang ini ditanya apakah mau menerima jabatan yang ditawarkan. Kalau mau, harus menandatangani pernyataan bahwa dirinya bersedia dihukum mati kalau masih berani berkorupsi karena gajinya sudah dibuat adil dan sudah dibuat sangat tinggi yang tanpa keraguan sedikitpun akan dapat hidup dengan nyaman dan “gagah”.
Ini tidak berarti hanya Presiden, tetapi semua pimpinan tinggi dan tertinggi negara. Mereka harus sepakat tidak akan melakukan KKN kalau pendapatan bersihnya (net take home pay) memang betul-betul mencukupi untuk hidup sesuai dengan merit system. Kepada mereka harus dijelaskan yang sangat tegas bahwa akan dihukum seberat-beratnya kalau masih melakukan KKN.
Orang-orang yang termasuk rawan KKN karena menduduki jabatan-jabatan krusial untuk KKN dipilih yang kiranya dapat diajak mulai membersihkan bangsa kita dari KKN. Kepadanya dijelaskan sejelas-jelasnya bahwa pendapatan bersihnya akan dicukupi sampai benar-benar sangat nyaman. Tetapi kecuali bahwa mereka tidak boleh melakukan KKN dengan ancaman hukuman sangat berat, kepada mereka juga dituntut untuk benar-benar tega dan tegas menghukum yang KKN dan sudah termasuk kategori pendapatan bebas KKN.
Kendala pemberantasan KKN yang harus kita kenali dengan baik
Memang ada orang-orang yang pada dasarnya curang. Terutama kalau yang digelapkan untuk dirinya sendiri adalah uang milik publik, yaitu uang milik pemerintah. Seperti kita ketahui, bagian terbesar dari uang milik pemerintah berasal dari pajak. Untuk uang ini tidak ada yang merasa memiliki secara individual. Yang memberikan uang ini kepada pemerintah sebagai pembayaran pajak merasakannya sebagai kewajiban yang sudah termasuk dalam rencana pengeluarannya. Para pembayar pajak itu tidak peduli hasil pajak akan dipakai untuk apa. Maka kalau dicuri oleh para penguasa mereka juga tidak terlampau peduli. Namun sikap yang demikian berlaku pada masyarakat yang kurang terdidik. Untuk menyadari sepenuhnya bahwa uang pemerintah adalah hasil kontribusinya membutuhkan cara berpikir yang lebih abstrak. Kita mengetahui bahwa semakin tinggi tingkat intelektual seseorang, semakin mampu dia berpikir secara lebih abstrak. Cara berpikir yang lebih abstrak selalu berasal dari falsafah.
Kalau kita mempelajari sejarah perkembangan ilmu pengetahuan yang berawal dari para filosoof Yunani kuno atau para filosoof India dan China, pada awalnya sekali yang dominan adalah filosofi. Itulah sebabnya sampai sekarang gelar doktor di negara-negara Anglo Saxon adalah Doctor of Philosophy tanpa peduli bahwa kandungan filosofinya kecil sekali. Lambat laun, mungkin karena kandungan pengetahuan teknik yang harus dikuasai begitu banyak dan rumitnya, seorang lulusan perguruan tinggi disebut akademikus, sedangkan seseorang yang pengetahuannya sangat luas dan mendalam disebut intelektual. Di Indonesia, para lulusan perguruan tinggi yang sampai jenjang doktor-pun bangga menyebut dirinya sendiri seorang teknokrat. Hanya Dr. Daoed Joesoef yang tidak senang disebut teknokrat. Dia minta disebut teknosoof, yaitu yang menguasai ilmu pengetahuan yang bersifat teknis, tetapi juga menguasai filosofi.
Di Jerman, lulusan perguruan tinggi yang hanya menguasai pengetahuan yang bersifat teknis saja disebut Fach Idiot. Artinya dia menguasai ilmu pengetahuan yang sangat teknis dan mendalam sekali, tetapi di luar itu dia tidak tahu apa-apa, bahkan yang bersifat falsafati sedikit saja, dia adalah seorang idiot. Itulah sebabnya di zaman Nazi Jerman, ilmu pengetahuan dipakai untuk menemukan cara-cara membunuh orang-orang Yahudi secara massal dan kemudian untuk menemukan cara-cara menggunakan mayatnya untuk membuat barang-barang konsumsi. Tulangnya dijadikan kancing, rambutnya dijadikan selimut dan kulitnya dijadikan kap lampu.
Di Indonesia yang sangat dominan adalah para teknokrat dan bukan teknosoof. Itulah sebabnya mereka tidak dapat berpikir secara mendalam dan hakiki karena membutuhkan pikiran abstrak yang falsafati, walaupun sedikit saja. Dan karena itu, bersama-sama dengan para pengusaha mereka merasa bahwa menggelapkan uang milik publik tidak apa-apa. Uang ini tidak mempunyai pemilik yang dapat diidentifikasi secara individual. Untuk meyakini bahwa uang ini milik orang banyak yang harus dikelola dengan baik serta dipertanggung jawabkan membutuhkan daya pikir yang lebih abstrak, yang kebanyakan belum dimiliki oleh elit bangsa kita, baik di jajaran pemerintahan maupun di kalangan pengusaha.
Tidak jarang terjadi bahwa kritikan tentang betapa uang pembayar pajak dipakai secara irasional dijawab oleh pejabat tinggi bahwa pembayar pajaknya sendiri tidak ada yang menggerutu. Tidak ada pengusaha yang merasa jijik menyaksikan pengusaha lainnya menyelundup pajak. Mereka bahkan saling membanggakan dan saling menukar pengetahuan bagaimana caranya menyelundup pajak.
Untuk memberantas fenomena ini, hukuman yang sama kerasnya buat yang menyuap juga harus dikenakan. Pendidikan dan pemberian pengertian tentang pentingnya pajak untuk peningkatan kemakmuran, kesejahteraan dan kenyamanan kehidupan kita bersama sangat penting. Pemahaman ini sangat minimal di Indonesia.
Pembiayaan pemberantasan KKN
Yang menjadi kendala adalah pembiayaan. Pemberantasan KKN seperti yang diuraikan dalam artikel ini membutuhkan dana besar. Kita harus menyediakan dana untuk memberikan pesangon buat yang harus di PHK. Pesangon ini harus cukup besar. Pertama supaya manusiawi. Kedua supaya pesangon yang dibuat demikian besarnya membuat tergiur untuk di-PHK, dan ketiga, supaya yang di-PHK mempunyai waktu yang cukup panjang untuk mencari pekerjaan lain. Besarnya pesangon juga memungkinkan yang di-PHK memakainya sebagai modal usaha sendiri kalau memilih menjadi pengusaha kecil-kecilan. Kenaikan gaji yang sangat cukup untuk dapat hidup sangat nyaman dan “gagah” juga membutuhkan anggaran, walaupun jumlah PNS akan menyusut banyak.
Namun pembiayaan yang seberapapun besarnya tidak akan ada artinya dibandingkan dengan yang akan dapat dihemat dari konsep pemberantasan KKN yang berhasil.
Sebagai gambaran sangat kasar, kita ambil kasus dalam salah satu negara lain yang dikategorikan sebagai banana republic. Maka untuk kepentingan artikel ini, mata uangnya kita namakan Pisang atau disingkat dengan Ps.
Di negara X tersebut tidak ada Wajib Pajak (WP) yang atas dasar self assesement membayar pajak penuh sebagaimana mestinya. Rata-rata 50 % yang digelapkan. Dalam penyelesaian akhir (final settlement) terjadi negosiasi antara WP dan Pejabat Pajak. Paling sedikit 50 % dari uang yang disepakati dibayar oleh WP sebagai final settlement digelapkan oleh Pejabat Pajak.
Kita ambil angka-angka APBN mereka dalam satu tahun tertentu dengan angka-angka yang hipotetis, tetapi realistis. Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai Non Migas sebesar Ps.180 trilyun. Yang menguap dikorup kurang lebihnya ya sebesar ini.
Belanja barang rutin sebesar Ps. 16 trilyun. Belanja pembangunan sebesar Ps. 66 trilyun dan belanja daerah yang Ps. 119 trilyun diasumsikan yang untuk barang 30 % atau Ps. 36 trilyun. Seluruhnya sebesar Ps. 118 trilyun. Minimal yang bocor sebesar 30 % atau Ps. 35 trilyun.
Jadi dari perpajakan dan belanja APBN secara kasar terkorup Ps. 180 trilyun + Ps. 35 trilyun = Ps. 215 trilyun.
Ikan, pasir dan kayu yang dicuri bernilai 9 milyar dollar AS atau dengan kurs Ps. 8.500 per dollar sebesar Ps. 76,5 trilyun.
Subsidi kepada bank-bank rekap yang tidak ada gunanya, karena kalau ini dicabut bank tidak akan merugi sudah sebesar Ps. 14 trilyun.
Rekapitulasi jumlah uang yang terkorup adalah: Perpajakan Ps. 215 trilyun. Pencurian ikan, pasir dan kayu Ps. 76,5 trilyun. Subsidi bank rekap yang tidak perlu Ps. 14 trilyun. Seluruhnya Ps. 305,5 trilyun. Dari yang ada angka-angka indikasinya, kalau 30 % dapat diselamatkan karena pemberantasan tahap pertama ini, pemerintah sudah memperoleh pendapatan tambahan sebesar Ps. 92 trilyun, yang dengan mudah dapat membiayai pemberantasan KKN walaupun mahal.
Jumlah ini belum mencakup bea masuk yang diselundupkan, KKN di BUMN lainnya, KKN dalam menjual aset BPPN. Pemerasan oleh para pejabat kepada bank-bank yang di bawah kontrolnya karena menikmati blanket guarantee, dan masih banyak lagi.
Pemimpin yang normal akan dapat melihat angka-angka seperti ini dengan jernih bahwa potensi menjadi negara bangsa yang kaya, terhormat, mandiri ada di depan mata kalau saja KKN berkurang banyak. Pembiayaannyapun dengan mudah dapat diadakan. Tetapi memang dibutuhkan dana talangan besar, yang dapat dibayar kembali dengan mudah melalui penghematan-penghematan yang diperoleh dari berhasilnya pemberantasan KKN yang sebagian saja. Pikiran yang sudah menjadi corrupted mind tidak dapat lagi melihat potensi ini. Bandingkan jumlah uang yang sudah lama dikorup setiap tahunnya dengan yang dibutuhkan untuk memperbaiki kwalitas manusia pengabdi bangsa melalui pemberian gaji yang tinggi (carrot) dalam rangka memberlakukan hukuman yang berat (stick). Tetapi tidak terpikirkan. Bahkan dikatakan bahwa buktinya semua bisa hidup dengan cukup mewah. Bukankah dalam ucapan ini sudah tersirat nilai bahwa tidak mengapa berkorupsi untuk bisa hidup sangat nyaman dengan gaji yang rendah? Bukankah logika seperti ini pencerminan dari jiwa yang sudah sakit, mengingat akan pendidikannya yang begitu tinggi ? Dirinya sendiri memang dapat hidup dengan mewah. Tetapi bagaimana dengan puluhan juta sesama warga negara yang hidup di bawah garis kemiskinan? Bahwa mereka menderita seperti itu selama berabad-abad lamanya tidak terlepas dari kebijakan yang keluar dari pikiran yang telah korup atau dari corrupted mind.
Vulgus Maret 12th, 2012 23:14 pm
Pak Kwik, bagus juga mengenai carrot & stick ini. Saya mau tanya mengenai carrot. Berapa sih nilainya carrot ini yang pantesnya? Kayanya yang ini aja pemerintah ngga tau atau pura-pura ngga tau. Apakah menurut Pak Kwik carrot PNS harusnya sama dengan carrot Swasta (UMR)? Kalau menurut saya harusnya sama. Mereka sama2 manusia rakyat Indonesia. Konsep UMR aja menurut saya ngga jelas. Gimana sih ngitungnya? Kayanya kecil banget. Mana bisa hidup sejahtera dengan UMR? Kayanya kalau kita liat di luar negeri, orang dengan gaji minimum wages aja mereka at least sudah bisa makan cukup sekeluarga (sederhana), bisa nyicil rumah (meskipun seumur hidup), punya insurance kesehatan & masa tua. Kalo di kita kayanya buat makan aja udah pas-pasan. Boro-boro mikir kesehatan. Kenapa sih pemerintah takut banget naikkan UMR? Kalau menurut saya impactnya: perusahaan akan berusaha efisiensi, atau kalau memang tidak bisa efisiensi ya harga barang akan naik karena harga tenaga kerja naik. Emang harga barang kalau naik kenapa? Kan daya belinya juga naik (UMR nya kan naik). Yang masalah kalau efisiensi banyak PHK. Tapi itu pun kalau menurut saya akan bagus buat perusahaan tsb. Karyawan terpacu untuk kerja bagus, produksi bisa naik. Yang jelas pemerintah harus membuka banyak lowongan pekerjaan. Investasi harus dipacu, birokrasi harus dipermudah (birokrasi, pajak dll), termasuk investasi asing (kita curi ilmunya, teknologinya, kemudian cari pemodal dalam negeri untuk membuat saingannya).
Kalau urusan stick sementara saya nyerah deh. Itu lebih kusut, soalnya aparat hukumnya dan pembuat undang-undangnya juga korup.