APBN dan Pertumbuhan Ekonomi 2017 (Bagian 1)
APBN dan Pertumbuhan Ekonomi 2017 (Bagian 1)
oleh Anthony Budiawan
Di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017, pendapatan negara ditetapkan Rp 1.750,3 triliun dan belanja negara ditetapkan Rp 2.080,5 triliun, sehingga terjadi defisit Rp 330,2 triliun atau 2,41 persen dari PDB (Produk Domestik Bruto).
Di dalam penyusunan APBN 2017 pemerintah mengasumsikan:
1. Pertumbuhan ekonomi 2017: 5,1persen,
2. Kurs rupiah: Rp 13.300 per dolar AS,
3. Inflasi: 4 persen,
4. Harga minyak mentah: 45 dolar AS per barel.
Target APBN 2017 tersebut di atas terlihat terlalu optimis.
Sumber pendapatan negara yang berasal dari pendapatan pajak dalam negeri (artinya tidak termasuk pajak perdagangan: bea masuk dan bea keluar) pada tahun 2017 ini ditetapkan Rp 1.464,8 triliun. Kalau dibandingkan dengan APBN-Perubahan 2016 yang sebesar Rp 1.355,2 triliun, maka pendapatan pajak 2017 ini hanya naik 8,1 persen. Tetapi kalau dibandingkan dengan realisasi pendapatan pajak 2016 yang diperkirakan sebesar Rp 1.100 triliun maka kenaikannya sangat tinggi sekali, yaitu sekitar 33,2 persen. Lihat tabel 1.
Tabel 1: Target Pendapatan Pajak Dalam Negeri 2017 versus 2016
Realisasi pendapatan pajak pada bulan November 2016 sebesar Rp 93,8 triliun, dan realisasi pendapatan pajak sampai akhir November 2016 tercatat sebesar Rp 965 triliun. Kalau pendapatan pajak bulan Desember sekitar 1,5 kali lipat dari November maka total realisasi pendapatan pajak 2016 diperkirakan sekitar Rp 1.100 triliun, atau sekitar 81,2 persen dari target APBN-Perubahan 2016 sebesar Rp 1.355,2 triliun. Perkiraan realisasi pendapatan pajak inipun sudah termasuk uang tebusan dari Tax Amnesty (TA) sekitar Rp 100 triliun. Tanpa TA, maka realisasi pendapatan pajak 2016 diperkirakan sekitar Rp 1,000 triliun saja, bahkan lebih rendah dari realisasi 2015 yang mencapai Rp 1.055 triliun. Lihat tabel 2.
Tabel 2: Perkiraan Realisasi Pendapatan Pajak Dalam Negeri 2016
Oleh karena itu, kalau dibandingkan dengan realisasi pendapatan pajak 2016, maka berarti target pendapatan pajak 2017 naik 33,2 persen, yaitu dari Rp 1.100 triliun menjadi Rp 1.464,8 triliun. Pertanyaannya, apakah kenaikan yang spektakuler ini masih dapat direalisasikan? Atau akan bernasib sama dengan APBN dua tahun terakhir ini yang harus dipangkas habis-habisan?
Mari kita berandai-andai secara realistis. Kalau realisasi pendapatan pajak 2017 ternyata naik hanya 10 persen saja (inipun masih penuh tanda tanya apakah mampu) menjadi Rp 1.210 triliun, maka akan terjadi shortfall penerimaan pajak sekitar Rp 255 triliun (Rp 1.464,8 triliun – Rp 1.210 triliun), atau sekitar 1,85 persen dari PDB. Artinya, total defisit anggaran berpotensi naik dari 2,41 persen menjadi 4,25 persen dari PDB, yang mana melewati batas 3 persen yang dibolehkan oleh Undang-undang. Oleh karena itu, akan terjadi lagi pemotongan belanja negara paling sedikit Rp 200 triliun. Dampaknya tentu saja pertumbuhan ekonomi akan tertekan.
Potensi kegagalan APBN 2017 beserta asumsinya sudah terbayang di depan mata. Semoga pemerintah mempunyai plan B untuk mengantisipasi shortfall penerimaan pajak dan menyelamatkan APBN 2017.