'

Kategori

Follow Us!

PLATFORM PRESIDEN 2014 (2) PEMBERANTASAN KORUPSI

Oleh Kwik Kian Gie

 

PENGANTAR

Pembenahan infra struktur dan supra struktur politik, walaupun sangat mendasar, relatif mudah. Presiden terpilih untuk periode 2014–2019 cukup mengembalikan atau memberlakukan kembali UUD 1945. Hal ini telah dibahas dalam tulisan sebelumnya.

Masalah terpenting kedua ialah pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Bahasan selanjutnya akan menunjukkan betapa korupsi yang berlangsung sekian lamanya, sekarang sudah berakar mendalam dan menyebar sangat luas. KKN yang berlangsung sedemikian lamanya telah merusak moral dan mental. Dalam bidang materi, kerugian yang telah diderita oleh bangsa kita sangat besar jumlahnya.

Maka Presiden terpilih dalam bulan Oktober 2014 harus mempunyai konsep yang jelas tentang bagaimana memberantas KKN yang bukan hanya normatif. Artinya bukan hanya merumuskan what to achieve dalam bidang ini, tetapi juga how to achieve secara operasional dan konkret.

 

SEBERAPA PENTING KKN DIBERANTAS ?

Jelas sangat penting. Pemberantasan KKN harus menjadi prioritas yang paling utama, karena kalau tidak, apapun yang dilakukan hasilnya tidak akan optimal. KKN adalah akar dari praktis semua permasalahan bangsa yang sedang kita hadapi dewasa ini. KKN is the roots of all evils. KKN tidak terbatas pada mencuri uang, tetapi lambat laun juga merasuk ke dalam mental, moral, tata nilai dan cara berpikir. Sejak zaman Yunani kuno sudah dikenali adanya pikiran yang sudah teracuni oleh korupsi. Maka sangat sering kita baca istilah corrupted mind.

Daya rusaknya KKN sangat dahsyat, karena sudah menjadikan orang tidak normal lagi dalam sikap, perilaku dan nalar berpikirnya. Bagaimana prosesnya akan saya bahas belakangan. Berbeda dengan kelaziman yang memulai dengan diagnosa dan setelah itu baru mengemukakan terapinya, saya akan langsung mengemukakan bagaimana cara memberantas KKN yang konkret dalam bentuk langkah-langkah dan tindakan-tindakan yang jelas secara teknis dapat diwujudkan.

Setelah itu baru saya bahas betapa KKN sudah merusak segala sendi kehidupan bangsa, dan bagaimana prosesnya menuju pada perusakan. Bagian ini perlu kita hayati supaya kita satu keyakinan, satu persepsi dan satu tekad dalam memberantas KKN yang sudah demikian hebat merusaknya.

Dalam mencoba menemukan konsep yang konkret dan dapat dilaksanakan, titik tolak adalah manusianya yang harus dibuat bebas KKN atau takut melakukan KKN.

Perangkat hukum, lembaga-lembaga, sistem, prosedur pengambilan keputusan, transparansi dan sebagainya bukannya tidak penting. Tetapi otak manusia yang tidak terbatas kemampuannya akan selalu mampu menyelewengkan atau menghindari segala sesuatunya itu.

KONSEP PEMBERANTASAN KKN

Pendidikan moral, etika dan hal-hal sejenis jelas sangat penting dan strategis. Kesemuanya ini harus diberlakukan segera dan bersungguh-sungguh. Namun karena dahsyatnya KKN yang sedang meraja rela, kita perlu juga mempunyai konsep yang dalam jangka pendek akan membuahkan hasil.

Secara padat tindakan-tindakan dan hal-hal yang harus dilakukan dapat dirumuskan sebagai berikut.

  1. Pemerintah dibuat optimal dengan cara menentukan jumlah kementerian yang benar-benar dibutuhkan. Untuk itu dibutuhkan jasa konsultan yang telah teruji dan terbukti pengetahuan maupun pengalamannya.
  2. Direktorat Jenderal dan Direktorat serta Bagian-Bagian dari setiap Kementerian dibuat optimal dengan cara yang sama.
  3. Perbandingan gaji dari seluruh Pegawai Negeri Sipil dan TNI/POLRI pada semua jenjang dibuat adil menurut merit system.
  4. Setelah perbandingannya adil, tingkat gaji dinaikkan/ditentukan yang demikian tingginya, sehingga tidak dapat diragukan bahwa dengan tingkat gaji itu, kehidupannya yang cukup dan nyaman terjamin.
  5. Kalau semuanya ini telah diwujudkan, yang masih berani melakukan KKN dihukum mati. Kalau dapat dibuktikan bahwa pendorong perbuatan KKN adalah sanak saudaranya, mereka juga dikenakan hukuman yang sangat berat.
  6. Biaya cara pemberantasan KKN sangat mahal karena harus mem-PHK sekian banyaknya PNS. Namun biaya itu dengan mudah dapat diatasi kalau program ini berhasil sedikit saja, karena jumlah uang yang dihemat sangat besar. Jumlah uang yang dikorup sangat besar, sehingga penghematan sekitar 20% saja sudah mencapai puluhan trilyun rupiah.
  7. Sistem Asuransi Jaminan Sosial yang sudah ada disempurnakan dan benar-benar diwujudkan oleh Birokrasi yang sudah bersih dari KKN atau relatif jauh lebih bersih dari sekarang.

 

PEMBERANTASAN KKN YANG SEDANG BERLANGSUNG

Pemberantasan KKN yang sekarang sedang berlangsung, yaitu memeriksa, mengadili dan menghukum yang terbukti melakukan korupsi diteruskan, karena kita negara hukum. Tetapi tidak cukup, mengingat KKN sudah terlampau lama berlangsung, berakar terlampau dalam dan melibatkan terlampau banyak orang, termasuk yang menempati kedudukan tinggi dan sangat tinggi.

Karena itu di samping pemberantasan KKN yang dilakukan oleh KPK beserta aparat penegak hukum lainnya, kita perlu mempunyai konsep yang sifatnya membersihkan lingkungan yang mempengaruhi atau menjuruskan orang dengan mudah melakukan KKN. Konsep ini telah dikemukan di atas.

DAHSYATNYA DAMPAK KKN DAN ANALISIS YANG LEBIH DALAM

Kalau setiap masalah kita telusuri akarnya, kita selalu dihadapkan pada KKN, bukan hanya korupsi dalam bentuk merugikan keuangan negara, tetapi korupsi yang sudah merasuk pada pikiran dan nalar, yang pada gilirannya menghasilkan kebijakan publik yang korup dan memiskinkan rakyat serta membuat rakyat banyak menderita. Kerugian dari kebijakan yang sangat tidak logis karena pikiran yang sudah terkorup jauh lebih besar ketimbang korupsi dalam bentuk pencurian. Contohnya kebijakan BLBI, Obligasi Rekap, Penjualan asset negara dengan harga terlampau murah setelah disehatkan dengan uang banyak, dan sebagainya.

Kasus KKN terlampau banyak, sehingga mau tidak mau memang harus tebang pilih. Kemampuan menangani seluruhnya tidak ada, karena kalau menyuap polisi lalu lintas, menyuap imigrasi supaya paspor cepat selesai, memberi uang pelicin supaya izin cepat keluar, membiarkan gaji sebagai anggota DPR dipotong oleh kasirnya, dan sejenisnya dianggap korupsi, seluruh bangsa ini harus masuk penjara. Dan setelah masuk penjara, di dalam penjara masih harus menyuap lagi untuk memperoleh perlakuan yang lebih manusiawi. Maka hanya kasus-kasus sangat besar dan sangat jelas indikasinya ditangani. Kasus-kasus kecil hanya akan bisa hilang kalau setiap pemegang kekuasaan, sekecil apapun juga sudah bebas dari KKN.

Konsep tentang cara pemberantasan KKN mengandung beberapa tindakan yang menyangkut berbagai bidang yang satu dengan lainnya terkait dengan erat.

Konsep Carrot and Stick atau Kecukupan dan Hukuman

Konsep dasar pemberantasan korupsi sederhana, yaitu menerapkan carrot and stick. Keberhasilannya sudah dibuktikan oleh banyak negara, antara lain Singapura dan yang sekarang sedang berlangsung di RRC.

Carrot adalah pendapatan bersih (net take home pay) untuk pegawai negeri, baik sipil maupun TNI dan POLRI yang jelas mencukupi untuk hidup dengan standar yang sesuai dengan pendidikan, pengetahuan, tanggung jawab, kepemimpinan, pangkat dan martabatnya. Kalau perlu pendapatan ini dibuat demikian tingginya, sehingga tidak saja cukup untuk hidup layak, tetapi cukup untuk hidup dengan gaya yang “gagah”. Tidak berlebihan, tetapi tidak kalah dibandingkan dengan tingkat pendapatan orang yang sama dengan kualifikasi pendidikan dan kemampuan serta kepemimpinan yang sama di sektor swasta.

Stick atau arti harafiahnya pentung adalah hukuman yang dikenakan kalau kesemuanya ini sudah dipenuhi dan masih berani korupsi. Mengingat akan tingkat atau magnitude korupsi sudah sedemikan dalam dan menyebar sedemikan luasnya, hukumannya tidak bisa tanggung-tanggung, harus seberat-beratnya.

Hukuman

Setelah gaji dinaikkan sampai adil terhadap setiap PNS lainnya dan besarnya dibuat sangat besar sampai dapat hidup dengan nyaman dan dengan “gagah”, dan masih berani berkorupsi, hukumannya harus sangat berat. Menurut hemat saya dalam kondisi KKN seperti yang kita hadapi sekarang ini, hukumannya haruslah hukuman mati atau paling tidak seumur hidup.

Dalam mengenali masalah kita sudah lumayan, karena istilah yang sudah memasyarakat bukan hanya korupsi, tetapi korupsi, kolusi dan nepotisme yang terkenal dengan singkatan KKN. Memang korupsi sebenarnya tidak dapat dipisahkan dari kolusi, karena korupsi selalu dilakukan oleh lebih dari satu orang. Nepotisme juga merupakan faktor sangat penting, karena korupsi kebanyakan mendapat dorongan dan dukungan kuat dari anak, istri dan famili terdekat.

Karena itu, hukuman tidak saja dikenakan pada yang melakukan korupsi, tetapi juga istri dan anak-anaknya. Seperti dikatakan tadi, kebanyakan penguasa melakukan korupsi karena dorongan, rayuan atau rengekan dari istri, suami atau anak-anak. Maka pelakunya dihukum mati, dan anak-anak serta istrinya juga harus dikenakan hukuman. Bentuk hukuman itu misalnya diperlakukan sebagai orang yang telah bangkrut. Semua harta kekayaannya disita. Mereka hanya dibolehkan hidup yang dibatasi standarnya. Misalnya mereka hanya dibolehkan bertempat tinggal di rumah sederhana, hanya boleh menggunakan kendaraan umum, tidak boleh mempunyai mobil sendiri.

Rekan-rekan koruptor yang terlibat dalam korupsinya yang selalu memang kolutif juga harus dihukum berat. Tegasnya, penyuap dan yang disuap harus sama-sama dihukum berat.

Dari mana pemberantasan KKN dimulai ?
Pemberantasan KKN harus dimulai dari pimpinan tertinggi, yang disusul oleh para pejabat tinggi lainnya.

Presiden meyakinkan diri bahwa seseorang memenuhi persyaratan kecakapan dan kepemimpinan untuk jabatan tertentu sebagai pembantunya. Orang ini ditanya apakah mau menerima jabatan yang ditawarkan. Kalau mau, harus menandatangani pernyataan bahwa dirinya bersedia dihukum mati kalau masih berani berkorupsi karena gajinya sudah dibuat adil dan sudah dibuat sangat tinggi yang tanpa keraguan sedikitpun akan dapat hidup dengan nyaman dan “gagah”.

Ini tidak berarti hanya Presiden, tetapi semua pimpinan tinggi dan tertinggi negara. Mereka harus sepakat tidak akan melakukan KKN kalau pendapatan bersihnya (net take home pay) memang betul-betul mencukupi untuk hidup sesuai dengan merit system. Kepada mereka harus dijelaskan yang sangat tegas bahwa akan dihukum seberat-beratnya kalau masih melakukan KKN.

Orang-orang yang termasuk rawan KKN karena menduduki jabatan-jabatan krusial untuk KKN dipilih yang kiranya dapat diajak mulai membersihkan bangsa kita dari KKN. Kepadanya dijelaskan sejelas-jelasnya bahwa pendapatan bersihnya akan dicukupi sampai benar-benar sangat nyaman. Tetapi kecuali bahwa mereka tidak boleh melakukan KKN dengan ancaman hukuman sangat berat, kepada mereka juga dituntut untuk benar-benar tega dan tegas menghukum yang KKN dan sudah termasuk kategori pendapatan bebas KKN.

Pembiayaan pemberantasan KKN

Yang menjadi kendala adalah pembiayaan. Pemberantasan KKN seperti yang diuraikan dalam bab-bab terdahulu membutuhkan dana besar. Kita harus menyediakan dana untuk memberikan pesangon kepada yang harus di PHK. Pesangon ini harus cukup besar. Pertama supaya manusiawi. Kedua supaya pesangon yang dibuat demikian besarnya membuat tergiur untuk di-PHK, dan ketiga, supaya yang di-PHK mempunyai waktu yang cukup panjang untuk mencari pekerjaan lain. Besarnya pesangon juga memungkinkan yang di-PHK memakainya sebagai modal usaha sendiri kalau memilih menjadi pengusaha kecil-kecilan. Kenaikan gaji yang sangat cukup untuk dapat hidup sangat nyaman dan “gagah” juga membutuhkan anggaran, walaupun jumlah PNS akan menyusut banyak.

Namun pembiayaan yang seberapapun besarnya tidak akan ada artinya dibandingkan dengan yang akan dapat dihemat dari konsep pemberantasan KKN yang berhasil, seperti yang akan dijelaskan segera dalam paragraf berikut ini.

Sebagai gambaran sangat kasar, pada umumnya Wajib Pajak (WP) yang atas dasar self assesement tidak membayar pajak penuh sebagaimana mestinya. Katakanlah 50% yang digelapkan.

Kita ambil angka-angka APBN-P tahun 2003, atau 10 tahun yang lalu. Ini disengaja, agar kita memperoleh gambaran betapa besarnya uang negara yang raib sejak dahulu kala.

Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai Non Migas sebesar Rp. 180 triliun. Yang menguap dikorup kurang lebihnya ya sebesar ini.

Belanja barang rutin sebesar Rp. 16 triliun. Belanja pembangunan sebesar Rp. 66 triliun dan belanja daerah yang Rp. 119 triliun diasumsikan yang untuk barang 30 % atau Rp. 36 triliun. Seluruhnya sebesar Rp. 118 triliun. Minimal yang bocor sebesar 30 % atau Rp. 35 triliun.

Jadi dari perpajakan dan belanja APBN di tahun 2003 secara kasar terkorup Rp. 180 triliun + Rp. 35 triliun = Rp. 215 triliun.

Ikan, pasir dan kayu yang dicuri bernilai 9 milyar dollar AS atau dengan kurs Rp. 8.500 per dollar sebesar Rp. 76,5 triliun.

Subsidi kepada bank-bank rekap yang tidak ada gunanya, karena kalau ini dicabut bank tidak akan merugi sudah sebesar Rp. 14 triliun (untuk 10 bank per 31 Desember 2002).

Rekapitulasi jumlah uang yang terkorup adalah : Perpajakan Rp. 215 triliun. Pencurian ikan, pasir dan kayu Rp. 76,5 triliun. Subsidi bank rekap yang tidak perlu Rp. 14 triliun. Seluruhnya Rp. 305,5 triliun. Dari yang ada angka-angka indikasinya, kalau 30 % dapat diselamatkan karena pemberantasan tahap pertama ini, pemerintah sudah memperoleh pendapatan tambahan sebesar Rp. 92 triliun, yang dengan mudah dapat membiayai pemberantasan KKN walaupun mahal.

Jumlah ini belum mencakup bea masuk yang diselundupkan, KKN di sektor migas, mineral lainnya dan BUMN.

Pemimpin yang normal akan dapat melihat angka-angka seperti ini dengan jernih bahwa potensi menjadi negara bangsa yang kaya, terhormat, mandiri ada di depan mata kalau saja KKN berkurang banyak. Pembiayaannya pun dengan mudah dapat diadakan. Tetapi memang dibutuhkan dana talangan besar, yang dapat dibayar kembali dengan mudah melalui penghematan-penghematan yang diperoleh dari berhasilnya pemberantasan KKN yang sebagian saja. Pikiran yang sudah menjadi corrupted mind tidak dapat lagi melihat potensi ini. Bandingkan jumlah uang yang sudah lama dikorup setiap tahunnya dengan yang dibutuhkan untuk memperbaiki kualitas manusia pengabdi bangsa melalui pemberian gaji yang tinggi (carrot) dalam rangka memberlakukan hukuman yang berat (stick). Tetapi tidak terpikirkan. Bahkan dikatakan bahwa buktinya semua bisa hidup dengan cukup mewah. Bukankah dalam ucapan ini sudah tersirat nilai bahwa tidak mengapa berkorupsi untuk bisa hidup sangat nyaman dengan gaji yang rendah ? Bukankah logika seperti ini pencerminan dari jiwa yang sudah sakit, mengingat akan pendidikannya yang begitu tinggi ? Dirinya sendiri memang dapat hidup dengan mewah. Tetapi bagaimana dengan puluhan juta sesama warga negara yang hidup di bawah garis kemiskinan ? Bahwa mereka menderita seperti itu selama berabad-abad lamanya tidak terlepas dari kebijakan yang keluar dari pikiran yang telah korup atau dari corrupted mind.

DAYA RUSAK KKN

Kerusakan mental dimulai dari mencuri uang yang bukan miliknya. Pencurian ini dilakukan dalam keterpaksaan karena gaji pegawai negeri yang legal tidak cukup untuk hidup, tetapi sebagai pegawai negeri, terutama yang tinggi-tinggi pangkatnya, mereka mempunyai kekuasaan. Kekuasaan inilah yang disalahgunakan. Pada awalnya dengan membeli barang dengan harga yang lebih tinggi dari harga pasar. Dia bekerja sama dengan pemasok yang disuruh menaikkan harganya berlipat-lipat ganda. Laba yang di atas laba yang normal dibagi antara pemasok dan pejabat yang mempunyai kuasa memutuskan membeli barang dan jasa dengan harga yang berlipat ganda itu.

Jadi pada awalnya penyalahgunaan kekuasaan dilakukan dengan terpaksa untuk dapat bertahan hidup. Tetapi secara teknis tidak mungkin mengkorup uang negara yang jumlahnya dipaskan untuk menutup kekurangan pendapatan setiap bulannya. Kalau kekurangan pendapatan setiap bulannya sebesar Rp. 20 juta, tidak mungkin dia hanya mengkorup sebesar Rp. 20 juta saja setiap bulannya. Satu transaksi besar yang digelembungkan harganya menghasilkan pendapatan yang satu kali pukul cukup untuk menutup kekurangan setahun. Setelah melakukan ini, dia tidak dapat menjadi jujur kembali untuk sisanya yang 11 bulan. Kalau dalam pembelian berikutnya dia jujur karena merasa sudah cukup memperoleh hasil korupsi yang dibutuhkan untuk bertahan hidup selama 11 bulan berikutnya, dia tidak mungkin membeli barang dan jasa yang sama dengan harga normal yang jauh di bawah harga yang pernah dibayarnya. Dia akan terus melakukan mark up supaya ada konsistensi dalam harga barang dan jasa yang dibeli olehnya atas nama pemerintah.

Secara teknis dia tidak bisa berhenti tanpa ketahuan bahwa pembelian yang terdahulu di-mark up. Maka korupsi berikutnya juga dilakukan dalam keterpaksaan karena berfungsi sebagai alibi untuk korupsi yang pertama kalinya.

Namun dalam waktu yang singkat dia sudah mulai menikmati kekayaannya yang meningkat tajam seketika, dan masih meningkat terus selama dia menjabat. Tiba saatnya bahwa dia sudah tidak bisa lagi menghabiskan uangnya seumur hidupnya kalau dia hidup nyaman yang layak.

Namun pada waktu itu keseluruhan jiwanya sudah mengalami transformasi. Kebutuhannya tidak lagi sekedar hidup dengan sangat nayaman dan dapat membeli apa saja yang dibutuhkan. Kebutuhannya tidak lagi kenikmatan kebendaan. Kebutuhannya “meningkat” menjadi kebutuhan untuk diakui dan di-wahkan oleh masyarakat sekitarnya sebagai orang kaya. Nilai-nilai yang berlaku di masyarakat sekitarnya juga sudah berubah. Koruptor dikagumi karena kekayaannya tanpa peduli bagaimana dia memperoleh kekayaannya. Dia ingin menjadi pemimpin bangsa dengan membeli suara tanpa malu. Masyarakat juga sudah menganggap bahwa dia tidak perlu malu, karena dia dapat memberi uang. Bayangkan betapa sudah rusaknya bagian besar dari para penguasa kita. Para koruptor yang tertangkap tersenyum lebar sambil mengacungkan dua jempol tangannya. Apa yang mau dikatakan ?

Banyak koruptor sudah menghujat penyuap dan yang disuap. Sudah menjadi jelas bahwa jiwanya sudah tidak normal. Mereka sudah menjadi pengkhayal (fantast), yang percaya bahwa fantasinya benar. Kalau sudah sampai di sini apa bedanya dengan orang gila yang di tengah jalan mengatur lalu lintas, karena dia yakin betul bahwa dirinya polisi lalu lintas, walaupun sambil bugil ?

Karena dia di mana-mana dihormati banyak orang, lambat laun dia merasa bahwa korupsi bukan suatu kejahatan. Korupsi adalah kecerdikan yang lebih tinggi derajatnya dari kepandaian. Kelainan dalam pikirannya ini berkembang terus sampai dia tidak lagi waras pikiran dan perasaannya.

Pikiran para penguasa yang sudah tidak waras lagi mengakibatkan kerusakan luar biasa pada masyarakat dan rakyat yang dipimpinnya.

Kerusakan oleh KKN yang sudah menjelma menjadi kerusakan pikiran, perasaan, moral, mental dan akhlak membuahkan kebijakan-kebijakan yang sangat tidak masuk akal. Akibatnya ketidakadilan dan kesenjangan yang besar. Sekedar sebagai ilustrasi, per tahun 1998 jumlah seluruh perusahaan di Indonesia 36.816.409. Yang berskala besar sejumlah 1.831 atau 0,01 %. Tetapi andilnya dalam pembentukan PDB sebesar 40 %. Yang 99,99 % memberi andil hanya sebesar 60 %. Dalam andilnya memberikan lapangan kerja, perusahaan kecil menengah yang 99,99 % itu menyerap sebanyak 99,44 % dari jumlah orang yang bekerja. Setiap perusahaan besar menyumbang Rp. 238 milyar PDB setiap tahunnya. Perusahaan kecil menengah rata-ratanya menyumbang sebesar Rp. 17 juta per tahunnya. Sumbangan rata-rata dari setiap perusahaan besar terhadap PDB 14.000 kali lipat dari sumbangan rata-rata perusahaan kecil menengah kepada PDB. Karena pembentukan PDB kurang lebihnya juga mencerminkan peran atau pendapatan rata-rata, maka ketimpangan pendapatan rata-rata antara perusahaan besar dan perusahaan yang skala kecil menengah timpangnya seperti ini.

Kondisi ini diciptakan oleh para penguasa terpandai selama orde baru yang oleh majalah Time pernah dijuluki sebagai the most qualified cabinet in the world.

 

Bagaimana gambaran yang lebih menyeluruh dari kondisi bangsa kita sekarang ?

Seperti yang saya katakan dalam pidato memperingati 100 tahun Bung Hatta, negara kita yang kaya akan minyak telah menjadi importir neto minyak untuk kebutuhan bangsa sendiri. Negara yang dikaruniai dengan hutan yang demikian luas dan lebatnya sehingga menjadikannya negara produsen eksportir kayu terbesar di dunia dihadapkan pada hutan-hutan yang gundul dan dana reboisasi yang praktis nihil karena dikorup. Walaupun telah gundul, masih saja terjadi penebangan liar yang diselundupkan ke luar negeri dengan nilai milyaran dollar AS. Sumber daya mineral kita dieksploitasi secara tidak bertanggung jawab dengan manfaat terbesar jatuh pada kontraktor asing dan kroni Indonesianya secara individual. Rakyat yang adalah pemilik dari bumi, air dan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya memperoleh manfaat yang sangat minimal.

Ikan kita dicuri oleh kapal-kapal asing yang nilainya milyaran dollar AS. Hampir semua produk pertanian diimpor. Pasir kita dicuri dengan nilai yang minimal sekitar 3 milyar dollar AS. Republik Indonesia yang demikian besarnya dan sudah 57 tahun merdeka (ketika itu) dibuat lima kali bertekuk lutut harus membebaskan pulau Batam dari pengenaan pajak pertambahan nilai setiap kali batas waktu untuk diberlakukannya pengenaan PPN sudah mendekat. Semua orang menjadikan tidak datangnya investor asing sebagai instrumen untuk mengancam sikap dan pikiran yang sedikit saja mencerminkan keinginan untuk mandiri, dan keinginan untuk mempunyai percaya diri serta harga diri. Sikap percaya diri dan sikap harga diri langsung dihujat sebagai sikap anti asing yang kerdil seperti katak dalam tempurung. Sikap yang demikian dianggap sebagai sikap yang berbahaya karena akan membuat kita miskin. Kita dibuat yakin oleh para pemimpin bangsa kita bahwa kita tidak mungkin hidup layak tanpa utang atau bantuan dari negara-negara lain.

Industri-industri yang kita banggakan hanyalah industri manufaktur yang sifatnya industri tukang jahit dan perakitan yang bekerja atas upah kerja dari para majikan asing dengan laba yang berlipat-lipat ganda dari upah atau maakloon yang membuat pemilik industri perakitan dan industri penjahitan itu cukup kaya atas penderitaan kaum buruh Indonesia seperti yang dapat kita saksikan di film “New Rulers of the World” buatan John Pilger. Pembangunan dibiayai dengan utang luar negeri melalui organisasi yang bernama IGGI/CGI yang penggunaannya diawasi oleh lembaga-lembaga internasional. Sejak tahun 1967 setiap tahunnya pemerintah mengemis utang dari IGGI/CGI sambil para menterinya dimintai pertanggungjawaban tentang bagaimana mereka mengurus bangsanya sendiri ? Anehnya, setiap tahun mereka bangga kalau utang yang diperoleh bertambah. Mereka merasa bangga dapat memberikan pertanggungjawaban kepada IGGI ketimbang kepada parlemennya sendiri. Utang dipicu terus tanpa kendali sehingga sudah lama pemerintah hanya mampu membayar cicilan utang pokok yang jatuh tempo dengan utang baru atau dengan cara gali lubang tutup lubang.

Bank-bank kita yang rusak berat di tahun 1997-1998 disuntik dengan Surat Utang Negara yang bernama Obligasi Rekapitulasi Perbankan (OR) sebesar Rp. 430 triliun dengan kewajiban membayar bunga sebesar Rp. 600 triliun. Bank-bank dijual kepada swasta, terutama asing dengan harga murah, yang di dalamnya ada tagihan kepada pemerintah dengan jumlah yang besarnya berlipat ganda dari harga yang dibayar dalam pembelian bank. Karena OR diterbitkan atas unjuk yang dapat diperjualbelikan di Bursa Efek Indonesia, pembeli bank yang telah disita oleh pemerintah dan telah disuntik dengan OR serta-merta memperoleh uang kembali beserta bank. Apakah ini kebodohan atau karena korupsi, atau corrupted mind ?

KESIMPULAN

Pemberantasan KKN harus diwujudkan secepatnya. Tidak melalui slogan-slogan, tetapi melalui konsep dan rencana tindak (action plan) yang konkret. Konsep yang saya kemukakan dalam tulisan ini dimaksud sebagai salah satu alternatif pikiran untuk mulai memberantas KKN secara konkret dan yang secara teknis memang dapat dilaksanakan.

Kerugian kebendaan yang diakibatkan oleh KKN untuk bangsa kita luar biasa besarnya. Yang lebih menyedihkan, KKN terus berlangsung yang semakin lama semakin hebat, dan sudah merambat ke dalam otak, budaya, gaya hidup, tata nilai yang membuat kita tidak mempunyai kepercayaan dan tidak mempunyai harga diri lagi. Secara terbuka, pemerintah kita sangat mendambakan masuknya modal asing dalam segala bidang yang dikumandangkan dalam Infra Structure Summit I dan Infra Structure Summit II, dan juga tercermin dari UU nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Di mana-mana di dunia, bangsa Indonesia sudah dijadikan bahan hinaan dan tertawaan dalam percakapan-percakapan sosial. Namun semakin lama semakin sering publikasi internasional menggambarkan Indonesia sebagai negara yang gagal (fail state).

Tetapi bukannya malu dan mati-matian mengkoreksinya, melainkan meminta-minta, mengemis kepada bangsa-bangsa lain. Bukannya menciptakan kekayaan, tetapi menjual apa saja yang dimilikinya dengan harga murah. Bukannya membangun industri-industri sendiri dengan semua kekayaan alam yang ada, tetapi berkeliling dunia mengemis supaya perusahaan-perusahaan asing datang berinvestasi di Indonesia untuk mengeduk mineral yang sangat berharga dengan perolehan bagi Indonesia yang sangat minimal. Mereka tidak dapat membayangkan bahwa tanggung jawab investor adalah mencari laba untuk para pemegang sahamnya, tidak membantu bangsa Indonesia secara altruistis. Semakin kita meminta-minta mereka datang, semakin mereka mentertawakan dan menghina, selama mereka tidak dapat membuat laba di Indonesia.

KKN sudah membuat beberapa elit bangsa kita tidak lagi dapat berpikir secara waras. Nalarnya jungkir balik dan tanpa sadar menyatakannya di mana-mana hal-hal yang sama sekali tidak masuk akal.

Sejarah telah membuktikan bahwa kalau kita sedang lemah dan terpuruk, apapun yang kita katakan dan apapun yang kita lakukan dirasakan sebagai demonstrasi kelemahan. Tetapi kalau pada suatu hari nanti kita kuat, semua gerak-gerik kita dianggap hebat.

GERAKAN NASIONAL KEMERDEKAAN KEDUA

Saya mengakhiri tulisan ini dengan paragraf yang berjudul “Gerakan Nasional Kemerdekaan Kedua.” Mengapa ? Karena seperti baru saja kita baca, KKN telah membuat kita tidak lagi mandiri dalam keuangan, pikiran dan dalam jiwa kita. Seluruh perjuangan kita untuk merdeka sudah menjadi mubazir kalau kita ukur dengan sampai di mana kita mempunyai kebebasan menentukan nasib bangsa kita sendiri.

Itulah sebabnya kita harus melengkapi kerja keras memberantas KKN dengan gerakan kemerdekaan kedua, karena kemerdekaan yang telah kita rebut dalam gerakan kemerdekaan pertama boleh dikatakan sudah sirna kalaupun tidak boleh dikatakan sudah hilang sama sekali.

Gerakan kemerdekaan kedua ini mengandung tekad dan kesiapan untuk mundur dalam tingkat hidup kita, tetapi juga mengurangi jumlah utang kita. Gerakan ini, seperti halnya gerakan kemerdekaan yang pertama membawa konsekuensi pengorbanan. Tetapi pengorbanannya jauh lebih kecil dibandingkan dengan pengorbanan dan penderitaan yang dialami oleh para pendiri bangsa kita beserta generasinya.

Kita sekarang memang jauh lebih makmur, tetapi semuanya dengan utang dan dengan pengurasan potensi apa saja untuk generasi sekarang. Dan lebih makmurnya itu hanya buat lapisan teratas dari bangsa kita. Bagian terbesar dari rakyat kita yang masih miskin tidak mengalami perbaikan nasib sejak zaman penjajahan. Alangkah dosanya dan tidak bertanggung jawabnya kita terhadap generasi mendatang !

Para tokoh dan pemimpin masyarakat yang masih terus menerus mempunyai hubungan dengan massanya hendaknya berkumpul bermusyawarah bersama. Namakanlah itu Kongres (atau Musyawarah) Nasional untuk Keselamatan Bangsa. Ini bukan organisasi, sehingga tidak mengganggu dan tidak menyaingi lembaga-lembaga formal yang ada seperti DPR, MPR, Pemerintah, DPA dan sebagainya. Bedanya dengan lembaga-lembaga formal yang ada, para tokoh yang bermusyawarah itu masih mempunyai kontak erat dengan massanya, sedangkan yang dibawa pada kekuasaan oleh rakyatnya sudah banyak yang tidak lagi membela kepentingan rakyat yang membawanya pada kekuasaan tersebut.

Gerakan Kemerdekaan Kedua tidak berarti anti asing. Kita akan tetap bergaul dengan masyarakat internasional, bersahabat dengan bangsa manapun juga. Tetapi pada derajat yang sama, tidak dengan tangan yang menadah ! Persahabatan sejati, kokoh dan langgeng hanya ada di antara orang-orang yang sederajat. Tidak ada persahabatan sejati antara tuan dan budaknya.

 

 

Jika anda menyukai artikel ini, silahkan memberikan komentar atau berlangganan RSS feed untuk menyebarkan ke pembaca feed anda.

4 responses to "PLATFORM PRESIDEN 2014 (2) PEMBERANTASAN KORUPSI"

  1. Budhi Januari 31st, 2014 11:47 am Balas

    Artikel yang disampaikan oleh Pak Kwik sangat strategis dan teknis untuk perbaikan negara Indonesia di masa yang akan datang . Pemilihan Presiden tahun 2014 akan menjadi tonggak sejarah transformasi yang significant bagi bangsa Indonesia .Asalkan event pemilihan tersebut berhasil dioptimalkan untuk memilih pemimpin negara yang tepat sesuai dengan yang sedang dibutuhkan untuk situasi dan masalah negara / bangsa Indonesia saat ini.

    Menurut saya tujuan strategis negara & bangsa Indonesia salah satunya adalah sama dengan tujuan perusahaan . Bagaimana cara negara Indonesia mampu meningkatkan kemampuan bersaing secara positif dan menyandingkan posisi nya sederajat dengan bangsa lain di dunia. Sehingga negara Indonesia bisa bersahabat dengan negara -negara maju lainnya dengan arti persahabatan yang sebenar-benarnya dan “nyambung ” dalam pembicaraan -pembicaraan hubungan bilateral bisnis dan diplomasi dengan banyak negara lain di dunia.

    Untuk peningkatan kemampuan bersaing itulah , maka negara Indonesia HARUS memberantas dan mematikan semua constraints yang begitu merintangi bangsa Indonesia dalam meningkatkan kemampuan bersaingnya. Constraints tersebut salah satunya adalah KKN, seperti yang disebutkan Pak Kwik.

    Jadi saya sangat setuju dan mendukung konsep Pak Kwik untuk perkembangan bangsa dan negara Indonesia agar lebih mampu bersaing dengan negara-negara lain di dunia.

    Terima kasih .
    Budhi Santoso – Mahasiswa Pasca Sarjana Kwik Kian Gie Scholl of Business
    (Sedang menyusun thesis)

  2. Budhi Utama Juni 14th, 2014 19:56 pm Balas

    Sayang sekali pemimpin kita tidak mau bersatu, malah hingga kini saling menghina dan menghujat, curiga, tidak mau kalah satu dengan yang lain.
    Jika pemimpin kita mau tetap memegang kata “JUJUR” saya yakin bangsa ini akan mencapai kejayaan, karena potensi bangsa ini sudah lengkap.
    Kita harus ada Bapak pemersatu bangsa kita…….
    Bapak bangsa yang mau berkata JUJUR……..
    Bapak bangsa yang memikirkan kejayaan bangsa…….
    semoga bapak bisa menggugah hati nurani pemimpin ini.

    terima kasih.

  3. MOHAMAD YAHYA September 30th, 2014 21:05 pm Balas

    Pak Kwik Yth,
    Salam sejahtera. Berikut tulisan saya yang ke-dua, sesudah tulisan yang berkait ke Platform 2009-2014. Tulisan Anda membuat saya semangat kembali menulis, setelah lama sekali “idle”. Semoga teman-teman yang lain, meluangkan waktunya untuk membaca tulisan-tulisan Anda, dan juga berminat menyampaikan isi-hatinya dalam mengikuti centang perentang pembangunan negara kita. Tanpa peran-serta dari warga R.I yang memiliki kemampuan, maka menjadilah Negara Republik Indonesia ini menjadi ladang permainan para politisi(-konyol), reformis(-gadungan) serta para ahli(-memporak-porandakan) Negara dengan segala disiplin ilmu yang telah ganti kiblat.

    Mungkin pendapat saya ini keterlaluan, bisa juga disebut na’if bagi yang sudah senang dengan keadaan semacam sekarang ini, karena mau kapan lagi untuk memperkaya dirinya sendiri beserta kelompoknya; bilamana kondisi tidak semapan seperti sekarang ini. Jika pun mau niat memperbaiki, dari mana dimulainya dan kemana arahnya. Negara kita ini sudah tidak memiliki “Platform” yang sebenarnya, selainnya platform judul-judulan, sak enak udele dewe, lepas dari aturan-dasarnya, yaitu Konstitusi R.I atau Undang-Undang Dasar. Mari kita cermati dengan tolok-ukur tulisan Pak Kwik “Platform 2014-2019” ; agar tidak menyimpang tanpa arah, juga tidak antipati selainnya saling mengisi . . . . . . . . . atau gayung bersambut. Dan akan bertambah solid manakala mereka yang mau meluangkan waktu dalam diskusi ini berasal dari beda keyakinan/agama, beda suku dan pula beda disiplin ilmu yang ditekuninya. Tidakkah ini menjadi bukti keberadaan “Bhineka Tunggal Ika “? Benar-benar ada, mujarab dan bukannya slogan kosong. Benar2 ada dan bukti sifat asli bangsa Indonesia.

    1. Aktivitas NDI – Vox Populi Vox Dei dan Ketatanegaraan R.I
    N.D.I atau National Democratic Institut milik Amerika Serikat telah menghunjam masuk kedalam ketatanegaraan R.I, khususnya dimulai semenjak runtuhnya Orde Baru. Pada saat runtuhnya Orde Lama keberadaan mereka belum terlalu mencampuri area politik dan ketatanegaraan; pihak A.S dan cs-nya lebih fokus pada masalah perekonomian R.I, terutama dengan keberadaan tokoh-tokoh perekonomian ex Barkeley. Juga perlu diingat bahwa situasi politik Internasional masih dalam kancah Perang Dingin A.S vs Uni Soviet.

    Pasca Orde baru, garapan/menu A.S dan cs-nya fokus ke kancah Politik dan Ketatanegaraan R.I. Disini ekonom ex. Barkeley sudah tidak perlu dibina lagi, sudah lulus dan lancar sepak-terjangnya. Disini ganti menu, ditemukan para politisi atau tepatnya Reformis yang pada masa itu tidak kenal malu, “nyungkem” ke Washington, karena ada yang kurang paham akan maksud dan kemauan “juragan”-nya. Begitulah menurut pemantauan saya pada akhir masa Orde Lama dan akhir masa Orde Baru. Dimana jiwa Nasionalis orang-orang begini ini ? Biarlah waktu yang akan membuka apa yang tersembunyi selama ini. Suka ataupun tidak suka, pihak asing pasti ingin campur-tangan dalam rumah-tangga Negara lain, untuk menanamkan pengaruh, baik politis, ekonomi maupun militer.
    Jaman sekarang sudah tidak ada Negara jajahan, yang ada adalah bangsa sendiri menjajah negaranya dan saudara-saudaranya sendiri. Berkiblat dan “manut”, “patuh” pada kemauan asing . . . . . . . . . . asal ada kompensasi buat diri dan kelompoknya. Boneka asing ?? Bukan juga, sebab mereka masih bebas nampang dan bisa bergaya didepan pentas Internasional. “WAYANG GOLEK” sajalah, lebih tepat dan passsss !

    Vox Populi Vox Dei , suara rakyat suara Tuhan.

    Khusus untuk ini, saya kurang pas untuk menulis disini. Saya sudah persiapkan buku “Sampaikanlah walau se-Ayat” vol.III, yang sampai sekarang belum juga selesai/macet.
    Untuk suara Tuhan, saya mesti hati-hati. Jangan dipolitisir, asal dari rakyat identik adalah dari Tuhan. Rakyat yang bagaimana? Apa sudah benar pemahaman dan pentafsirannya. Tuhan itu Maha Segala-galanya. Maha Hebat juga Maha Pemurah dan Maha Pemberi serta Maha Benar dan Maha Menang. Maha Suci Allah. Saya lebih memilih “Suara Tuhan” yang harus dijadikan suara rakyat, bagaimanapun posisi dan kondisinya. Dan bagaimana Suara Tuhan itu ? Didalam Kitab Suci masing-masing paham agama, disitulah beradanya suaraTuhan. Disini beda-beda pula kedalaman dan daya filosofi masing-masing pemeluknya. Bisa sama-sama benarnya, tetapi bisa beda jauh tinggi dan kedalamannya. Belum lagi bila beda agama atau keyakinan. Singkat kata, saya sudahi disini saja dahulu.

    KETATANEGARAAN R.I.

    Indonesia menyatakan kemerdekaannya 17 Agustus 1945, dan memberlakukan Konstitusinya yang dikenal sebagai Undang Undang Dasar 1945. Dalam perjalanannya tidak mulus ambil utangan teken sini teken sana. Masih ada kendala pemberontakan dalam negeri, seperti negara Pasundan, Angkatan Perang Ratu Adil, D.I/T.I.I, Komunis Muso, PRRI, Permesta; sedangkan Belanda sendiri baru mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1950. Gabungan kedua kelompok ini, menjadilah R.I.S atau Republik Indonesia Serikat. Konstitusinya berlaku yang baru yaitu U.U Dasar R.I.S atau U.U.D 1950 yang bersifat parlementer.

    Rupanya, sistim yang kelihatannya lebih “demokratis” ini tidak bisa berlaku di Negara muda Indonesia(-Serikat). Juga jumlah partai yang banyak sekali. Lebih banyak dibanding sistim partai sekarang. Rupanya rakyat Indonesia belum bisa dengan demokratisasi yang berlaku dinegara-negara maju. Lain lubuk lain belalangnya ! Sak enak udele dewe, suka tidak hadir bila ada putusan penting yang perlu pencapaian quorum. Abstain, Walk-Out dan tingkah-laku dinegara liberal, main adops saja.

    Karena keterombang-ambingan dengan cara begini ini, maka bulan Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden kembali berlakunya Undang Undang Dasar 1945. Dan yang lebih penting dari pada kembali ke U.U.Dasar 1945, sesudah berhasil memperjuangkan Irian Barat, dicanangkanlah Pembangunan Semesta Berencana.
    Disini “tidak mengulas” isi dan materi pembangunan tersebut, melainkan mengingat kembali 1945 sampai 1960, selain karena banyak kendala gangguan keamanan juga diakui oleh Bung Karno bahwa “pembangunan tidak berkonsep” (=Platform!!) menjadikan tidak jelas tujuan pembangunan. Seenak dan seingatnya saja, tidak punya dasar yang saling mengikat. Sukar untuk bisa mencapai hasil yang effektif. Pembangunan berjalan, sibuk(-saja!) dan gegap-gempita , tetapi tidak saling isi dengan baik, boros waktu, boros biaya. Dengan berlakunya U.U.Dasar 1945, dengan pembagian tugas 3 Lembaga Tinggi Negara, Eksekutip – Legislatip – Yudikatip, ditambah dengan 1 Lembaga Tertinggi Negara yaitu M.P.R; maka terpenuhilah urutan syarat-dasar Management yaitu P.O.A.C: Planning-Organising-Actuating-Controlling dengan adanya 4 (empat) Pilar ini.
    Lebih rinci dapat diikuti di Buku”Kepada bangsaku” vol.1 ORDE LAMA (1979), VOL.2 ORDE BARU (1979), oleh Mohamad Yahya.
    2 Era kepemimpinan yang berlangsung lama itu, Orde Lama 25 tahun, Orde baru 32 tahun, masing-masing merupakan produk sejarah yang ditinggalkan begitu saja. Dilengserkan, ganti pimpinan, di obrak-abrik, program berikut pejabat-pejabatnya. Tidak ada di seminarkan, atau didiskusikan dengan secermat-cermatnya untuk diambil sarinya. Apalagi G.30.S dan SP 11 Maret, sampai dengan hari ini belum ada buku-putih yang direlease oleh penguasa. Sayang, seribu sayang. Banyak pelajaran berharga, bermanfaat yang bisa dan harus diambil, agar tidak terjadi lagi kekeliruan-kekeliruan yang sama atau serupa. Kerbau, adalah hewan yang bodoh. Tetapi dia tidak akan terantuk batu untuk kedua kalinya pada jalur yang sama. Apa pemerintah lebih bodoh dari pada kerbau ??

    Bagaimana dengan ke penguasaan di Negara kita??
    Sistim multi-partai yang di Era Presiden Soekarno disederhanakan menjadi 3 saja, yaitu kelompak NASional-Agama dan KOMunis. Ditambah masih adanya MPR membidani Garis Besar Haluan Negara.

    Pada Era Presiden Soeharto juga diberlakukan 3 Kelompok Partai besar, yaitu Agama –Nasionalis dan Golkar. Juga GBHN. Tidak diulas disini kekurangan dan kelebihan masing-masing era. Tetapi dengan keberadaan Konsep atau Planning di kedua Era yang cukup lama tersebut, Negara yang kita cintai ini tidak serusak seperti sekarang !!

    2. PEMBERANTASAN KORUPSI.
    Untuk memberantas korupsi memang ideal menggunakan system Carrot & Stick; tapi diluar itu tetap perlu pembinaan mental dari manusia-nya. Apa gunanya gaji dinaikkan, manakala kenaikan tersebut tidak seimbang. Misal, gaji pegawai rendahan naik 25%, sedang yang diatas cukup 10% dan yang kelas elit 5% saja. Kelihatannya sudah manusiawi, tetapi pada kenyataannya, mereka yang cuma naik 5% saja itu, nilai rupiahnya jauh lebih besar. Terus mau dinaikkan berapa, sebab berapapun naiknya cuma membuat senang 1 – 2 bulan saja, sesudahnya mereka akan kembali dengan sifat konsumtifnya, dengan menambah kredit peralatan elektronis/kendaraan. Pada akhirnya, kenaikan gaji tadi habis dan bahkan kurang karena harus menambah bayar cicilan. Akhirnya kembali ke “kebiasaan” lama, yaitu korupsi.

    Jadi gaji-naik bukan resep mujarab untuk memberantas korupsi. Pemberantasan yang diimbangi dengan Pola Hidup Sederhana, haruslah dimulai dari pucuk pimpinan tertinggi. Pada kampanye SBY tahun 2004, dikumandangkan jika korupsi akan di digalakkan diberantas mulai dari atas – kebawah, “Top and Down“ serta setiap rupiah harus dipertanggung-jawabkan. Kalau kampanye, semua yang baik-baik dikemukakan. Siapa saja, cuma pada pelaksanaannya, atau sesudah terpilih, hilanglah kesemuanya itu ibarat terkena “Tsunami”.

    Gaji kecil (relative) membuat orang tidak bisa konsentrasi. Kerjanya juga tidak akurat. Seandainyapun dia jujur, tidak mau korupsi, maka sel-sel tubuhnya yang semestinya untuk ketahanan kesehatannya, justru tersedot untuk mengimbangi beratnya menghadapi hidup ini. Maka kita lihat para pegawai yang kurus kering, dan serius sekali serta mudah tersinggung. Belum lagi mereka terbebani harus menyekolahkan anak dan mencari tempat tinggal atau kontrakan ditempat kerjanya. Mengapa mesti pindah/cari kerja dikota lain ? Yah karena begitulah adanya, pemerintah tepatnya punguasa itu cuma membangun dikota-kota besar saja. Infrastrukturnya sudah memadai, biarpun masih kurang sekali. Di daerah ?? Diluar DKI, apalagi diluar pulau Jawa?? Sarana infrastruktur, yaitu transportasi, pengairan, perumahan dan tempat-tempat pendidikan dasar dan menengah masih jauh tertinggal. Masih ditambah lagi dengan sulitnya mendapatkan tenaga-kerja yang harus mendatangkan dari pulau Jawa.

    Apa yang terjadi dalam kasus seperti ini. Pagawai yang masih punya pekerti luhur, tidak mau korupsi; mereka akan mencari tempat kontrakan yang dekat dengan kantornya. Tidak mampu rumah, kamarpun jadi. Suami-istri kerja, dan anak dititipkan dikeluarganya yang ada didesa. Atau si-pegawai tadi bekerja extra sepulang kerja. Bukan pekerjaan yang bagus, melainkan kerja yang benar-benar menyerap tenaganya. Ada yang jadi sopir angkutan umum, tukang ojek dll. Istrinya membantu dengan berjualan penganan. Prinsip mereka : HALAL. Ada pegawai instansi pemerintah, yang di Jakarta tinggalnya di ruangan kantor. Tidak bawa anak-istri. Karena dia harus tertib waktu, pagi sebelum jam 7 kantor sudah harus rapi ruangan yang digunakannya tadi.

    Disalah satu BUMN, jadi gajinya diatas PNS untuk level yang sama, ada ruangan dekat kamar-mandi yang dipakai oleh 2 orang karyawan. Tanpa perabotan, kecuali tempat tidur atau dipan. Dan sprei-nya menggunakan bendera yang sudah butut. Apakah para pemimpin itu tahu, bagaimana mereka ini hidup dengan serba akrobatik dengan tanpa korupsi. Takut, tak ada kesempatan atau benar2 jujur ? Hanya Tuhan Yang Maha Tahu isi-hati orang yang sesungguhnya.
    Saya tidak sependapat jika faktor gaji yang kurang, merupakan pemicu untuk berbuat korupsi. Bukti selama ini, yang korupsi itu adalah mereka yang pada kedudukan-kedudukan yang serba memungkinkan dan sudah sangat kaya-raya. Aturan atau sistim yang centang-perentang yang harus dibenahi, dan diambil tindakan yang tegas. Salah satu contoh, kepada para pelanggar apa saja, ancaman hukuman selamanya maximal. Mengapa tidak diberlakukan/dibuatkan undang-undang dengan sanksi hukuman “MINIMAL”, sedang maximalnya bisa tanpa-batas – toh ada hakim- jaksa dan pengacara, untuk tidak semena-mena.

    Contoh-contoh korupsi yang pernah saya temui :
    a. Tahun 1960-an. Saya bekerja di PT Swasta ,agen peralatan berat dan pertanian. Salah satu langganannya yang besar adalah proyek-proyek pemerintah yang dibiayai dengan dana Pampasan Perang dari Jepang. Di Jawa Timur PT ini melayani kebutuhan Proyek Brantas-Proyek Karangkates dan Proyek Selorejo. Proyek ini tidak bisa dikatakan gaji karyawannya tinggi, tetapi memadai dibandingkan gaji PNS pada waktu itu. Pada suatu kontrak pengadaan yang kami layani, mereka meminta uang “return komisi” sebanyak 2,5 %. Ini terbuka sekali dan transparan. Bagaimana bisa tidak digolongkan komisi ??

    Mereka mengabdinya kepada perusahaan, khususnya Proyek Brantas ini baik sekali. Sebagaimana diketahui, untuk pengajuan dana buat pembelian extra spare-parts tidaklah mudah. Maka mereka dengan terus terang, menuntut “return-komisi” yang 2,5 % ini untuk dibantu dirupakan dalam bentuk spare-parts dari permesinan yang dibelinya, serta dengan jelas agar ditetapkan didalam kontrak. Transparan kan ??
    Dimasa itu, maka semua perusahaan/ proyek-proyek yang dikelola oleh pemerintah tidak diperkenankan untuk membeli mesin/spare parts dan kebutuhan2 kantor lainnya, diluar Sole-agent resmi daripada peralatan yang dibutuhkan. Beda dengan sekarang. Beli apa saja bisa bebas, tidak ada ketentuan seperti tersebut. Bahwa harus melalui “tender”, maka tender-nya itu yang diatur; terdiri dari satu-Group yang bergantian memenangkan tendernya. Tapi toh mulus-mulus saja selama ini, mereka berjamaah dan berkoordinasi secara luas.

    b. Undang-undang Pemberantasan Korupsi sudah ada. Tinggal bagaimana menjalankan dan meng-operasikannya. Dari kenyataan, khususnya dikantor-kantor dan lembaga pemerintah; kita ini kekurangan sekali orang-orang lapangan, kebanyakan cuma manusia “forum”, yang alangkah heibatnya didalam rapat-rapat atau forum-forum. Selesai pertemuan, sudah cuma begitu saja, tidak ditindak-lanjuti, Maka masalah-masalah yang telah dibicarakan, dibiarkan begitu saja, kalaupun ada yang menindak-lanjuti juga tidak tuntas. Maka mengambanglah masalah-masalah seperti korupsi, narkoba, mineral, bbm dan lain-lainnya. Ramenya cuma didalam forum(-mana saja!). Itu sebabnya kita tak pernah tuntas dalam segala permasalahan. Kuncinya, akhirnya berpangkal pada penetapan “The right man on the right place”. Untuk ini kembali ke penyakit lama yaitu K.K.N serta banyak taktik-taktik busuk agar terpilih ataupun terpakai

    3. Sistim Perekonomian
    Masalah ekonomi, tulisan-tulisan pak Kwik banyak sekali memberi informasi dan pembelajaran, khususnya bagi mereka yang berbasis pada ilmu non-ekonomi, khususnya diri saya sendiri.

    3.a. Perburuhan dan Perpajakan
    Perekonomian dinegara kita ini menganut kemana ? Bila menganut ke sistim Kapitalis, umumnya Negara-negara industri barat, tidak juga seperti yang terjadi dinegara tsb. Menganut sistim sosialis atau dekat-dekat komunis ? Tidak mungkin ! Karena sesudah Orde Lama dan setelah peristiwa G30S, bak “Haram-jadah”- lah bila mengikutinya. Sumpah-serapah dan antipati lebih cepat darpada berpikirnya.

    Dinegara industri barat, gaji buruh sudah terukur dengan baik. Begitu pula Undang-Undang Perburuhan telah disiapkan dengan baik, dan setiap saat ditelaah kembali, baik ada masukan dari para buruh maupun dari kementerian perburuhan sendiri. Pajak merupakan tulang-pungung Negara-negara industri barat. Entah apa yang dilihat dan dipelajari dengan study-excursi petugas-petugas Indonesia yang di dinaskan keluar-negeri. Belum lagi anggota-anggota DPR yang “anjang-sana”, apa oleh-oleh mereka ? Lebih tepat bila dipelesetkan sedikit menjadi yaitu “anjing-sono” !
    Yang gampang saja, saya tidak mau terlalu jauh. Sebab akan membuat nafsu wisata dari para petugas, menggunakan aji-mumpungnya untuk melawat kenegeri industri, khususnya industri barat.
    Di Jerman(-barat), saat itu belum bersatu dengan Jerman-timur, maka setiap orang yang mau bekerja, harus menyerahkan kartu pajak-nya(Lohnsteuer Karte) kepada perusahaan penerima. Kartu ini dapat diminta atau didapat dari kantor Finanzamt (Kantor Keuangan) didaerah atau kecamatan tempat tinggalnya. Syaratnya mudah, yaitu dia mempunyai Kartu penduduk bagi warga Negara asli, dan ditambah kartu ijin bekerja bagi orang asing. Tanpa Kartu-Pajak tadi, maka perusahaan tidak berani menerima, karena akan dianggap sebagai menerima pekerja “illegal”, dan ini dendanya besar sekali.

    Perusahaan penerima, otomatis setiap bulan memotong langsung dari gaji yang dibayarkannya dan disetorkan ke Finanzamt. Di Jerman(-barat) saat itu, tahun 1970-an, pajak dibagi menjadi 6 (enam) kelas pajak, dengan penjelasannya sendiri. Bagusnya lagi, peng-grup-an ini tidak didasarkan atas pangkat dan besarnya gaji, melainkan kondisi dari pemegang pajak. Mereka bebas mau ambil kelas pajak mana yang sesuai dengan kondisinya; dimana masing-masing kelas pajak mempunyai aturan pajak sendiri.

    Pemberi kerja/perusahaan setiap bulan langsung memotong pajak karyawannya sesuai dengan kelas pajak yang dipilih oleh karyawan/buruh tadi, dan menyetorkannya ke Funanzamt diwilayahnya.
    Dari potongan pajak yang dipotong melalui perusahaan tadi, pada akhir tahun si buruh berhak mengajukan keberatan dengan cara menyampaikan “Lohnsteuer Ausgleich”. Bagi yang bisa mengerti dengan baik aturan pajaknya, bisa mengisi sendiri. Bagi yang kesulitan ada biro-biro swasta yang membuka jasa sebagai konsultan pajak. Perusahaan penerima-kerja sudah mendapat arahan, bahwa pengutipan dan penyetoran pajak, selalu diambil sesuai dengan aturan, biasanya lebih tinggi. Kelebihan ini yang bisa tituntut kembali. Tidak bertele-tele, asal isiannya benar, maka kelebihan pemotongan tadi cepat dikembalikan. Diluar biro-biro swasta (-yang menuntut jasa/bayaran), Negara membuka konsultasi gratis di salah satu bagian di Finanzamt-(Kantor Keuangan). Disini membutuhkan waktu lama, karena banyak yang membutuhkan, buka hanya pada jam-kerja, dan bagi buruh yang hilang/absen pada jam kerja akan mengalami pemotongan gaji.

    Apakah di negara kita sudah mengarah kesitu ? Misalnya, uang Exit-permit, kita biasa harus membayar ratusan ribu rupiah, yang statusnya sebagai titipan atas tanggungan pajak. Apa uang ini pernah kembali? Dan apa ada yang mengurus? Sepertinya sosialisasi-nya minim sekali !

    3.b. Sistim OUTSOURCING

    Sistim ini amat sangat mencelakakan buruh, khususnya buruh-buruh swasta. Mau ngotot, tidak dapat kerja, tidak ada penghasilan. Sedangkan keluarga amat memerlukannya. Maka terpaksalah dia kerja dialam yang sama sekali lain dari cita-cita proklamasi kemerdekaan negaranya. Sistim ini, amat dimaui oleh perusahaan-perusahaan asing yang dihimbau agar mau membuka lahan/pabrik dinegara kita. Maka direlakanlah warganya menjadi bagian dari “penjajahan” ultra modern yang direstui pemerintahnya sendiri.
    Bagus saja, bilamana pemerintah mengambil-oper seluruh persyaratan dan adat-istiadat perburuhan dinegara industri. Ambil oper semua dari negara asalnya. Di Jernan(-west) juga Belanda, masih ada hak buruh yang tidak diterapkan disini, yaitu adanya “Arbeitlossigkeitgeld”, atau uang jaminan bilamana si buruh terpaksa berhenti karena sesuatu hal. Buruh ini, menerima uang jaminan bulanan selama dia belum mendapatkan tempat-kerja baru. Dan pemerintah juga pusing, agar kas-negara tidak susut untuk membayari mereka ini, maka pemerintah putar otak bagaimana mencarikan dan membuka lapangan-lapangan kerja baru. Di Indonesia ??? Lowongan yang tersedia/ada serta diluar jerih-payah pemerintah, justru menjadi lahan untuk mengais keuntungan. Ah, kapan maju yaaaaa.

    Pemerintah yang baik, juga memikirkan para pengusaha. Itu warga juga, baik yang warga asli maupun asing/investor. Maka mereka pajaknya mendapat pengurangan bilamana bisa menampung lebih banyak buruh, dengan tidak memekanisasi kerja yang bisa diganti dengan mesin. Mengapa hal yang begini tidak diberlakukan dinegara kita, baik kepada buruh maupun pengusahanya. Permudah ijin usaha, dan jauhi penggerogotan atau pemalakan. Membuka usaha dinegara yang belum maju, ada banyak kemudahan dan keuntungan. Apa itu ??
    Murahnya tenaga kerja.- Persyaratan amdal yang jauh lebih ringan dan murah daripada membuka pabrik dinegaranya sendiri. Belum lagi adanya lubang-lubang yang mudah disuap!
    Perekonomian agar diatur yang benar. Jangan cuma pentang cuak saja! Teringat, menteri-Perek kabinet SBY, teriak asal kebut , bahwa bulan ……. Mobil di wilayah Jabotabek, harus menggunakan BBG. Hebat kan, sebab diprediksi akan mengurangi beban APBN untuk subsidi BBM sekian trilyun. Kok tidak mikir, bahwa pengadaan stasiun BBG itu perlu waktu untuk proses pesan, proses kirim dan juga proses install. Dimana otak anda Bung! Belum lagi kendaraannya sendiri, masih harus diberi peralatan extra untuk bisa mengadopsi BBG tersebut. Teriak, 1 – 2 menit bisa. Pelaksanaannya? Butuh waktu dan juga sosialisasi yang cukup.

    Perekonomian negeri ini, perlu dan harus ditata yang benar. PAKAI OTAK, jangan pakai mulut !
    Jangan mengatur untuk enak dan untungnya sendiri saja. Dimana itu Azas Kekeluargaan selain keluarga/kelompoknya sendiri saja. Bila mau mengurus dengan baik dan benar, jujur dan benar-benar mengabdi kepada kepentingan rakyat, tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan dengan baik dan benar. Ini semua tidak bisa berdiri dan berjalan sendiri. Harus dalam 1-komando. Peran Top Manager, yang meng-organisir dan menyelaraskan sinergi antar kementerian yang satu dengan yang lain sangatlah dibutuhkan keberadaan dan perannya. Tidak bisa kalau cuma medang-medeng tetapi tidak tahu perannya. Top Manager ini yang ditunggu oleh Negara Indonesia. Bukan Presiden yang banyak janji, banyak titel. Betapapun hebatnya para menteri, jika pimpinannya “lelet”; maka mana akan bisa dicapai hasil yang sepadan antara waktu – biaya dan dana yang disalurkan. Apalagi jika menteri-menterinya sak keturunan, sama kwalitasnya.

    4. PERTANIAN
    Pedih jika membicarakan masalah pertanian dinegeri kita ini. Negara agraris, gemah ripah loh jinawi, dipimpin seorang Doctor (-bukan honoris causa!) dibidang agribisnis, asal dari desa lagi, tetapi kok pertanian hancur-hancuran. Kedele – import. Bawang merah – import. Bawang putih – import. Cabe – import, beras – import dan lain-lain hasil pertanian. Termasuk kacang tanah, singkong, gula, buah-buahan dan masih banyak lagi. Pada Era HM Soeharto didirikan BULOG, pengendali kebutuhan pangan khususnya beras. Pada saat itu, tidak bisa dikatakan baik. Masih harus dilakukan operasi tambal-sulam agar Bulog ini sesuai dengan visi dan misinya. Di jaman SBY, maka Bulog ini menjadi “KILLER”. Pemegang monopoli penyaluran pupuk untuk petani, mendistribusikan pupuk dengan harga yang tidak terjangkau oleh penggunanya, artinya hasil panen tidak seimbang karena harga-jual yang sudah dipatok oleh Bulog. Bagaimana mereka bisa sehat, maju dan menikmati jerih-payah kerjanya.

    Belum lagi serangan hama, serangan kekeringan, dan terjangan banjir karena semua yang dibutuhkan oleh petani tidak di urus dengan baik dan terpadu. Bila nasib akan mengarah baik, yaitu harga panen sebenarnya bisa tinggi, Bulog meng-import beras serta membagikannya kepada penduduk dengan harga yang murah, walau …….. dengan kwalitet yang rendah juga. Itu beras miskin atau RAS-KIN. Bagaimana petani tidak hilang gairah untuk bercocok-tanam, mereka lebih tergiur untuk menjual sawahnya yang subur dan mencoba dipakai unruk ber-investasi. Tetapi harus diingat, berinvestasi dadakan, hanya sekilas karena melihat atau mendengar kisah 1 – 2 orang yang sukses. Yang hancur tidak berhasil jauh lebih banyak. Anak-anak mudanya lebih diarahkan untuk bekerja dipabrik. Bagaimana masa depan pertanian dinegara kita jadinya? Begitu pula yang aktif sebagai nelayan, bila tidak dibantu dengan fasilitas, bagaimana mereka bisa hidup. Lebih parah lagi bila anak-anak mudanya lari bekerja dikota, apa jadinya dengan lautan kita yang kaya ikan. Ini di incar oleh pihak asing, dan generasi kita malah takut dilautan, apa jadinya negara kita ini.
    Sebahagian besar rakyat Indonesia masih kesulitan masalah PANGAN – SANDANG -PAPAN. Ini sudah dicanangkan pada Era HM Soeharto. Ternyata sampai sekarang masih menjadi agenda utama, disamping pameran kekayaan para pemimpinnya yang maunya pake Lamborghini, Maserati, BMW, Mercedes Benz, Jaguar dll. Mending kalau beli dengan harta halal, jika dari korupsi ???

    Pangan saja, masih menjadi masalah utama. Blusukan dong para pejabat itu, Jaman HM Soeharto dikenal TURBA atau turun ke bawah !!!
    Presiden Soekarno di Konperensi Kolombo Plan di Jogyakarta 1953 mengatakan demikian,
    “ Rakyat padang pasir bisa hidup, – masa kita tidak bisa hidup ! Rakyat Mongolia (-padang-pasir juga) bisa hidup, – masa kita tidak bisa membangun satu masyarakat adil-makmur, gemah ripah loh jinawi, karta tentrem karta raharja, dimana si Dullah cukup sandang, cukup pangan – si Sarinem cukup sandang cukup pangan? Kalau kita tidak bisa menyelenggarakan sandang-pangan di tanah-air kita yang kaya ini, maka kita sendirilah yang tolol, kita sendiri yang maha-tolol.”

    Tragisnya lagi, disatu sisi pemerintah berencana mencipta sekian ribu hektare sawah baru. Sementara lahan sawah yang jelas-jelas subur, berpenghuni ada yang mengerjakan, habis untuk perumahan dan gedung-gedung yang semestinya bisa memanfaatkan lahan lain. Belum lagi diversivikasi pangan, Indonesia ini amai-amat kaya sekali, dan rakyatnya juga “nrimo” menjalani hidup yang berat ini. Coba lihat tayangan-tayangan di TV kisah orang-orang pinggiran. Mereka ini tinggal dididik, dicerdaskan sebagaimana tercantum didalam mukadimah U.U Dasar kita. Tidak perlu untuk tahap awal dan crash-program ini dengan gedung-gedung yang megah. Buntut-buntutnya juga mau dikorupsi. Selenggarakan pencerdasan yang memadai, mulai anak-anak sampai yang dewasa dengan ketrampilan dibidangnya, baik pertanian, perikanan dan kerajinan-tangan dengan memanfaatkan kekayaan alam daerahnya masing-masing. Dan jangan ada BOHONG, cerdaskan yang benar ! Tidak perlu ada konsultan dari luar-negeri, bangsa sendiri juga banyak yang terampil. Mereka enggan turun gunung, karena jerih-payah mereka di hak-i oleh yang dari kota(-besar).

    5. INFRASTRUKTUR.
    Ini penyakit dan kendala Negara berkembang. Tidak merata. Sebagian kecil warganya, sudah ke barat-baratan, dan sebagian besar yang lain jauh tertinggal dekat-dekat primitive. Adilkah ?? Belum lagi yang korupsi, tidak ada putusnya sebelum dikebumikan.

    Kendala semua ini adalah masalah DANA/KEUANGAN serta managemen atau pengaturan yang jujur dan niat yang tulus. Pembangunan harus menyeluruh disegala sektor. Tidak bisa sekenanya, harus ada skala-prioritas. Disinilah justru seni dari kepemimpinan. Tidak boleh silau memilih yang bertitel saja, yang kaya atau turunan penggede. Sudah berapa koruptor dikandangkan dari orang bertitel, kaya dari nenek-moyangnya dan proyek2 yang ditangani tidak memadai selesainya.

    Rakyat harus disadarkan Hak-nya, kedaulatannya. Ini kan yang selama ini di-umpet-umpetin olah para petinggi Negara ? Mereka, para petinggi itu sebenar-benarnya takut jika rakyat menjadi cerdas dan mengenal kedaulatannya.
    Bung Hatta, didalam bukunya “Kearah IndonesiaMerdeka” (tahun 1933) menyatakan,

    Kalau cita-cita kedaulatan rakyat itu tidak ditanam terus menerus dalam hati rakyat, maka rakyat tidak akan insyaf akan harga-dirinya, tidak tahu bahwa ia adalah Raja atas dirinya sendiri, sehingga ia mudah tunduk kebawah kekuasaan apa dan siapa juga.
    Dan kalau Indonesia sampai merdeka, ia akan tinggal tertindas, karena kekuasaan tentu akan jatuh kedalam tangan kaum Ningrat, sebab merekalah yang banyak mempunyai orang cerdik-pandai.
    Dan dalam Indonesia Merdeka yang seperti itu, tidak berarti Rakyat Merdeka “.

    Sekian Pak Kwik, semoga diterima sebagai rasa keprihatinan dan peran-serta saya. Salam. (30.09.14)
    Ttd. Mohamad Yahya.

  4. villa in seminyak Juni 18th, 2015 06:13 am Balas

    It’s enormous that you are getting thoughts from this article as
    well as from our argument made here.

Leave a Reply to Budhi Utama