Kesaksian Akhli Di Mahkamah Konstitusi Tentang UU Dan Kebijakan BBM Yang Melanggar Konstitusi
Bapak Ketua dan Para Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia,
Bagian terbesar dari penyelenggara negara, baik yang Eksekutif maupun yang Legislatif telah tersesat pikirannya selama berpuluh-puluh tahun tentang segala sesuatu yang ada kaitannya dengan kebijakan dalam menentukan harga BBM, dan penyesatan itu mengakibatkan pelanggaran terhadap Konstitusi kita.
Mereka mengatakan bahwa kalau harga minyak mentah di pasar internasional lebih tinggi dari harga minyak mentah yang terkandung dalam bensin premium, pemerintah Indonesia memberi subsidi kepada rakyatnya. “Subsidi” yang mereka artikan sama dengan uang tunai yang harus dikeluarkan oleh pemerintah. Karena jumlahnya besar, uang tunai ini tidak dimiliki oleh pemerintah, sehingga APBN jebol.
Izinkanlah saya menggunakan data yang paling akhir digunakan oleh pemerintah dan DPR dalam menentukan kebijakannya.
Dalam angka-angka dikatakan bahwa dalam hal :
- Harga minyak Indonesia (yang dikenal dengannama Indonesian Crude Price, disingkat ICP USD 105 per barrel;
- Penyedotan atau lifting minyak Indonesia 930.000 barrel per hari;
- Konsumsi BBM rakyat Indonesia 63 juta kiloliter per tahun;
- dan beberapa asumsi lainnya,
pemerintah Indonesia harus mengeluarkan subsidi dalam bentuk uang tunai sebesar Rp. 123,60 trilyun.
Uang tunai sebesar ini tidak dimiliki oleh pemerintah, sehingga APBN jebol. Maka pemerintah harus menaikkan harga BBM jenis premium, yang selalu disebut dengan istilah “BBM bersubsidi”.
Pemerintah, para ilmuwan, pengamat, pers dan komponen elit bangsa lainnya meyakinkan rakyat Indonesia tentang pendapatnya yang sama sekali tidak benar, dan bahkan menyesatkan itu.
Pemerintah yang dalam berbagai pernyataan dan penjelasannya mengatakan harus mengeluarkan uang tunai untuk subsidi BBM, ternyata menulis yang bertentangan di dalam Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan Tahun 2012.
Marilah sekarang kita simak
Dalam NOTA KEUANGAN TAHUN 2012 ini (tunjukkan bukunya) tercantum
Angka subsidi sebesar Rp. 123,60 trilyun tercantumpada halaman IV-7 dalam bentuk tabel nomor IV.3 dengan judul subsidi sebesar Rp. 123,5997 trilyun atau dibulatkan menjadi Rp. 123,6 trilyun.
Majelis Hakim Yang Mulia,
Dalam Nota Keuangan terdapat 3 halaman lainnya yang mencantumkan pemasukan uang tunai dari BBM yang sama sekali tidak pernah disebut oleh Pemerintah.
3 halaman itu sebagai berikut:
Pada Halaman III-6 terdapat Tabel III.3 dengan judul“Penerimaan Perpajakan, tahun 2012”.
Dalam Tabel ini terdapat pos “Pajak Penghasilan Migas” sebesar Rp. 60,9156 trilyun. Jadi ada uang tunai yang masuk dari Pajak Penghasilan Migas sebesar Rp. 60,9156 trilyun.
Pada Halaman III-12 terdapat Tabel III.7 dengan judul“Perkembangan PNBP” atau“Penerimaan Negara Bukan Pajak” Tahun 2012
Dalam Tabel ini terdapat pos “Penerimaan SDA Migas” sebesar Rp. 159,4719 trilyun. Jadi ada uang tunai yang masuk lagi sejumlah Rp. 159,4719 trilyun.
Pada Halaman IV.43 terdapat Tabel IV.5 dengan judul “Transfer ke Daerah” dengan penjelasan Dana Bagi Hasil (DBH) sejumlah Rp. 32,2762 trilyun.
Majelis Hakim Yang Mulia,
Kalau 3 halaman yang saya sebutkan tadi bersama dengan satu halaman yang memuat angka yang dinamakan “subsidi” disusun dalam bentuk tambah kurang, hasilnya seperti yang tercantum pada Tabel I di halaman 3. Mohon kita simak bersama.
Kita lihat ada 2 angka penerimaan, yaitu dari Pajak Penghasilan Migas sebesar Rp. 60,9156 trilyun dan dari Pemasukan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp. 159,4719 trilyun. Dua angka ini merupakan arus uang tunai yang masuk ke dalam Kas Negara sejumlah Rp. 220,3875 trilyun yang tidak pernah disebut dalam kaitannya dengan mengemukakan apa yang dinamakan “subsidi”.
Nota Keuangan mencantumkan dua angka pengeluaran, yaitu yang disebut “subsidi” sebesar Rp. 123,5997 trilyun dan yang dinamakan “Dana Bagi Hasil Migas” sebesar Rp. 32,3267 trilyun.
Majelis Hakim Yang Mulia,
Kita lihat bahwa dua angka pemasukan jumlahnya Rp. 220,3875 trilyun dikurangi dengan dua angka pengeluaran yang Rp. 155,8759 trilyun menghasilkan KELEBIHAN UANG sejumlah Rp. 64,5116 trilyun.
Namun pengeluaran uang yang dinamakan Dana Bagi Hasil bukan pengeluaran oleh rakyat Indonesia. Ini adalah pemasukan uang tunai ke dalam Kas Negara yang diteruskan kepada Daerah dalam rangka Otonomi Keuangan.
Maka seyogianya angka ini dianggap sebagai pemasukan uang tunai, sehingga kalau ditambahkan, keseluruhan kelebihan uang tunai atau surplus-nya menjadi Rp. 96,7878 trilyun.
Jadi kalau dikatakan Pemerintah mengeluarkan uang tunai sejumlah Rp. 123,5997 trilyun guna membayar “subsidi” BBM jelas tidak benar. Yang benar yalah pemasukan uang tunai neto sebesar Rp. 96,8 trilyun.
Majelis Hakim Yang Mulia,
Setelah melakukan pembohongan publik dan penyesatan, DPR melakukan perdebatan sangat dramatis yang logikanya sama sekali tidak dipahami oleh akal sehat dan juga sulit dipahami oleh setiap murid SMU, karena urusannya hanya perhitungan tambah kurang.
Fraksi-Fraksi Koalisi di DPR menyimpulkan bahwa kalau harga ICP di pasar internasional mencapai USD 105 per barrel ditambah dengan 15% atau mencapai USD 120,75 per barrel, maka APBN akan jebol. Karena itu, pemerintah diperbolehkan menaikkan harga bensin premium tanpa persetujuan dari DPR.
Kesepakatan ini dituangkan dalam apa yang terkenal dengan “pasal 7 ayat 6A”.
Kenaikan harga di pasar internasional hanya berdampak pada volume minyak mentah yang harus diimpor. Mari kita lihat angka-angkanya pada Tabel II di halaman 5
Tadi telah saya kemukakan bahwa kesepakatan DPR mengatakan bahwa bilamana harga ICP mencapai 115% (atau plus 15%) dari USD 105 per barrel, Pemerintah boleh menaikkan harga BBM tanpa persetujuan DPR, karena defisit yang diakibatkan oleh subsidi terlampau besar, sehingga tidak tertahankan lagi.
Dari susunan angka-angka dalam Tabel II terlihat jelas bahwa Pemerintah masih kelebihan uang tunai sejumlah Rp. 74,1915 trilyun, walaupun harga ICP mencapai USD 120,75 per liter.
Dari Tabel dapat dilihat bahwa kenaikan harga ICP di pasar internasional hanya berdampak pada bagian yang harus diimpor saja, atau hanya berdampak untuk 25,2192 milyar liter. Kebutuhan lainnya yang 37,7808 milyar liter dipenuhi dari minyak yang ada dalam perut bumi Indonesia sendiri. Maka dampaknya pengeluaran ekstra sebesar Rp. 22,5963 trilyun, sehingga masih ada kelebihan uang tunai sebesar Rp. 74,1915 trilyun, walaupun harga ICP menjadi USD 120,75 per barrel.
Sekarang tentang
ALASAN IDEOLOGIS
Majelis Hakim Yang Mulia,
Mengapa orang-orang pandai dan berpendidikan tinggi melakukan kesalahan yang merupakan blunder dengan dampak penyesatan pikiran dan pemahaman yang demikian mendalam dan meluasnya ?
Menurut keyakinan saya, ini adalah sebuah indoktrinasi, bahkan penucian otak yang sangat sistematis oleh kekuatan korporasi asing yangingin mengeduk keuntungan sebesar-besarnya dari bumi Indonesia, terutama dari Migas.
Secara ideologis, elit bangsa Indonesia telah berhasil di brain wash, sehingga mereka tidak bisa berpikir lain kecuali secara otomatis atau refleks merasa sudah seharusnya bahwa komponen minyak mentah dalam BBM harus dinilai dengan harga yang terbentuk oleh mekanisme pasar, yang dalam UU no. 22 tahun 2001 pasal 28 ayat 2 disebut “mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar”.
Harga yang terbentuk di pasar internasional melalui institusi NYMEX tidak ada hubungannya dengan harga pokok BBM yang minyak mentahnya milik kita sendiri.
Maka marilah sekarang kita telaah berapa uang tunai yang harus dikeluarkan untuk pengadaan bensin premium yang minyak mentahnya berasal dari perut bumi Indonesia ?
Harga pokok pengadaan bensin yang berasal dari minyak mentah milik sendiri, karena digali dari dalam perut bumi Indonesia terdiri dari pengeluaran-pengeluaran uang tunai untuk kegiatan-kegiatan penyedotan (lifting), pengilangan (refining) dan biaya pengangkutan rata-rata ke pompa-pompa bensin (transporting). Keseluruhan biaya-biaya ini sebesar USD 10 per barrel. 1 barrel = 159 liter dan dengan asumsi nilai tukar 1 USD = Rp. 9.000, maka biaya dalam bentuk uang tunai yang harus dikeluarkan sebesar (10 : 159) x Rp. 9.000 = Rp. 566 per liter.
Namun kita dicuci otak untuk berpikir bahwa seolah-olah semua minyak mentah harus dibeli dari pasar minyak internasional yang harganya ditentukan oleh mekanisme pasarnya New York Mercantile Exchange (NYMEX)
Dengan demikian kita harus berpikir bahwa harga pokok dari 1 liter bensin premium sebesar Rp. 6.509, yaitu atas dasar harga minyak mentah di pasar internasional sebesar USD 105 per barrel. 1 barrel = 159 liter, sehingga dengan asumsi 1 USD = Rp. 9.000 (yang diambil oleh APBN 2012), komponen minyak dalam 1 liter bensin premium adalah (105 : 159) x Rp. 9.000 = Rp. 5.934,30. Ditambah dengan biaya Lifting, Refiningdan Transporting sebesar Rp. 566 per liter, menjadilah bensin premium dengan harga pokok sebesar Rp. 6.509 per liter.
Seperti kita ketahui, harga bensin premium Rp. 4.500 per liter, sehingga pemerintah merasa merugi sebesar Rp. 2.009 per liternya (Rp. 6.509 – Rp. 4.500). Dengan kata lain, pemerintah merasa memberikan subsidi kepada rakyat Indonesia yang membeli bensin premium sebesar Rp. 2.009 untuk setiap liternya.
Karena menurut pemerintah konsumsi BBM dengan harga Rp. 4.500 per liter itu seluruhnya 61,62 juta kiloliter atau 61,62 milyar liter, pemerintah merasa merugi, memberikan subsidi kepada rakyat pengguna bensin sejumlah Rp. 123,59 trilyun. Angka inilah yang tercantum dalam Nota Keuangan tahun 2012 (Tabel IV.3 : Subsidi – halaman IV.7).
Jelas bahwa pola pikir ini didasarkan atas ideologi fundamentalisme mekanisme pasar yang diterapkan pada minyak dan BBM, yaitu bahwa harga BBM harus ditentukan oleh mekanisme pasar; pemerintah tidak boleh ikut campur tangan dalam menentukan harga BBM yang diberlakukan buat rakyatnya, walaupun minyak mentah yang diolah menjadi BBM adalah milik rakyat itu sendiri. Pemerintah yang mewakili rakyat pemilik minyak di bawah perut bumi tanah airnya tidak boleh menentukan harga yang diberlakukan buat rakyat. Dengan kata lain, hak rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri tentang bagaimana menggunakan minyak yang miliknya sendiri itu diingkari.
Harga yang dibayar untuk minyak miliknya sendiri haruslah harga yang ditentukan oleh mekanisme pasar, mekanisme permintaan dan penawaran minyak dari seluruh dunia yang dikoordinasikan oleh New York Mercantile Exchange (NYMEX).
Kalau harga minyak yang terkandung dalam BBM dijual dengan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan harga yang ditentukan oleh NYMEX, perbedaan ini disebut “subsidi” yang dianggap “rugi” dalam arti benar-benar kehilangan uang.
Pikiran yang menganut mekanisme pasar murni difanatisir, diradikalisir dan disesatkan dengan mengatakan bahwa subsidi BBM sama dengan uang tunai yang harus dikeluarkan oleh pemerintah. Jumlahnya sangat besar, pemerintah tidak memiliki uang itu, sehingga APBN jebol. Ini jelas tidak benar, jelas bohong. Toh dikatakan oleh praktis seluruh elit kekuasaan yang duduk dalam eksekutif maupun legislatif.
Penyesatan tersebut telah diperlihatkan pada awal kesaksian ini, yaitu angka-angka yang tercantum dalam Tabel I. Angka-angka ini ditulis oleh pemerintah sendiri yang dicantumkan dalam dokumen resmi, yaitu Nota Keuangan/APBN tahun 2012 yang dijadikan titik tolak diskusi dan penentuan kebijakan.
Demikianlah jauhnya indoktrinasi, brain washing yang berhasil tentang mutlaknya pemberlakuan mekanisme pasar, sehingga mulut pemerintah mengatakan memberi subsidi yang sama dengan uang tunai dalam jumlah besar yang harus dikeluarkan sehingga APBN jebol, tetapi tangannya menuliskan Tabel nomor I yang jelas memperlihatkan bahwa ada kelebihan uang tunai sebesar Rp. 96,8 trilyun.
APA TUJUAN DARI INDOKTRINASI DAN BRAIN WASHING ?
Secara logis, deduktif dan obyektif dapat dikenali bahwa pemberlakuan harga minyak di pasar dunia buat rakyat Indonesia yang membeli minyak miliknya sendiri, dimaksud untuk membuat rakyat Indonesia secara mendarah daging berkeyakinan, bahwa harga yang dibayar untuk BBM dengan sendirinya haruslah harga yang berlaku di pasar dunia.
Kalau ini sudah merasuk ke dalam otak dan darah dagingnya seluruh bangsa Indonesia, perusahaan-perusahaan minyak raksasa dunia bisa menjual BBM di Indonesia dengan memperoleh laba besar.
Seperti kita ketahui, sekitar 90% dari minyak Indonesia dieksploitasi oleh perusahaan-perusahaan asing atas dasar kontrak bagi hasil. Pihak Indonesia memperoleh 85% dan asing 15%. Tetapi dalam kenyataannya, pembagiannya sekarang ini pihak Indonesia memperoleh 70% dan para kontraktor asing memperoleh 30%. Sebabnya yalah adanya ketentuan bahwa biaya eksplorasi harus dibayar kembali dalam natura atau dalam bentuk minyak mentah yang digali dari bumi Indonesia.
Para kontraktor asing menggelembungkan (mark up) biaya-biaya eksplorasinya, sehingga sampai saat ini, setelah sekian lamanya tidak ada eksplorasi lagi, biaya-biaya eksplorasi yang dinamakan recovery costs masih saja dibayar terus. Jumlahnya 15% dari minyak mentah yang digali. Maka kalau volume seluruh penggalian minyak sebanyak 930.000 barrel per hari, yang digali oleh kontraktor asing sebanyak 90% dari 930.000 barrel per hari, yang sama dengan 837.000 barrel per hari. Hak kontraktor asing 30%. Tetapi karena yang 15% dianggap sebagai penggantian biaya eksplorasi yang disebut cost recovery, kita anggap netonya memperoleh 15%. Ini berarti bahwa keseluruhan kontraktor asing yang beroperasi di Indonesia setiap harinya mendapat minyak sebanyak 15% x 837.000 barrel = 125.500 barrel per hari atau 19.954.500 liter per hari.
Kita saksikan bahwa Shell, Petronas dll. sudah membuka pompa-pompa bensinnya. Mereka hanya menjual jenis bensin yang setara dengan Pertamax dengan harga sekitar Rp. 10.000 per liter. Apa artinya ini ? Artinya, mereka mempunyai hak memiliki 19.954.500 liter per hari. Biaya untuk melakukan pengedukan, pengilangan dan transportasi sampai ke pompa-pompa bensin mereka sebesar Rp. 566 per liter. Dijual dengan harga Rp. 10.000 per liter. Labanya Rp. 9.434 per liter. Volumenya 19.954.500 liter per hari. Maka labanya per hari dari konsumen Indonesia dengan menjual bensin yang minyak mentahnya dari perut bumi Indonesia sebesar Rp. 188.255.847.000 per hari, yaitu (19.954.500 x 10.000) – (19.954.500 x 566) = Rp. 188.255.847.000 per hari.
Dalam satu tahun laba keseluruhan kontraktor asing yang bekerja di Indonesia sebesar Rp. 68,71 trilyun.
Buat saya sangat jelas bahwa faktor inilah yang membuat para kontraktor asing itu melakukan apa saja untuk mencuci otak rakyat Indonesia bahwa bensin harus dibayar dengan harga New York beserta berbagai argumentasinya. Ternyata berhasil, karena dikumandangkan dengan demikian kerasnya oleh para elit kita, dari Presiden sampai pegawai negeri rendahan, dari mahasiswa sampai guru besar dan praktis oleh semua media massa.
Indoktrinasi dan pencucian otak masih dirasa kurang. Maka kita mulai menyaksikan Chevron yang memasang iklan dengan pesan betapa Chevron membangun Indonesia, yang di-iyakan oleh wajah-wajah Indonesia bagaikan inlander yang pro Belanda zaman kolonial dahulu. Belum lama iklan dengan pesan yang sama juga mulai dikumandangkan oleh Shell.
Majelis Hakim Yang Mulia,
Sekarang tentang
IDEOLOGI YANG MENYUSUP KE DALAM PERUNDANG-UNDANGAN
Ideologi bahwa pemerintah tidak boleh campur tangan dalam menentukan harga BBM di Indonesia, walaupun minyak mentah milik bangsa Indonesia sendiri, telah berhasil disusupkan ke dalam undang-undang, yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Undang-undang inilah yang dijadikan landasan untuk memberlakukan harga di pasar internasional buat bangsa Indonesia. Kalau rakyat Indonesia belum mampu membayar harga internasional, dikatakan bahwa pemerintah harus memberikan subsidi untuk perbedaan harganya, dan dikatakan juga bahwa subsidi sama dengan uang tunai yang harus dikeluarkan, sehingga APBN jebol. Bahwa ini tidak benar telah dijelaskan.
Sekarang tentang
HARGA BBM, UNDANG-UNDANG DASAR DAN MAHKAMAH KONSTITUSI
Pasal 28 ayat (2) dari UU nomor 22 Tahun 2001 jelas bertentangan dengan UUD kita beserta tafsirannya.
UUD kita mengatakan bahwa “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
Karena itu harga BBM yang sesuai dengan ketentuan UUD tersebut ditentukan oleh hikmah kebijaksanaan yang didasarkan atas tiga prinsip, yaitu:
- kepatutan,
- daya beli masyarakat,
- nilai strategis untuk keseluruhan sektor-sektor lainnya dalam pembangunan.
Karena prinsip tersebut dilanggar, maka Mahkamah Konstitusi (MK) membuat Putusan yang menyatakan pasal tersebut bertentangan dengan Konstitusi. Putusannya adalah:
Putusan Perkara Nomor 002/PUU-I/2003 yang berbunyi : “Pasal 28 ayat (2) yang berbunyi : “Harga Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.”
KEPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI tersebut DILECEHKAN OLEH SEBUAH PERATURAN PEMERINTAH, yaitu
Oleh Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi.
Pasal 72 ayat (1) berbunyi : “HARGA BAHAN BAKAR MINYAK DAN GAS BUMI, kecuali Gas Bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil, DISERAHKAN PADA MEKANISME PERSAINGAN USAHA YANG WAJAR, SEHAT DAN TRANSPARAN”.
Luar biasa Majelis Hakim Yang Mulia, dengan sejelas itu dikatakan bahwa “Harga bahan bakar minyak diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat dan transparan.” Yang dikecualikan hanya gas alam.
PARA PENGUASA JUGA MELECEHKAN KONSTITUSI dan MAHKAMAH KONSTITUSI
Sejak lama para penguasa kita memberikan pernyataan-pernyataan sangat tegas dan jelas, yang mencerminkan keyakinan dan tekadnya tentang harga BBM yang diberlakukan buat rakyat Indonesia haruslah harga yang ditentukan oleh mekanisme pasar yang dikoordinasikan oleh NYMEX.
Mereka mengatakan bahwa apabila harga BBM di Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan harga BBM di luar negeri, perbedaan itu merupakan kerugian dalam keuangan negara.
Pemerintah harus menambal kerugian tersebut dengan uang tunai dalam jumlah sangat besar yang tidak dimilikinya. Maka kalau harga tidak disamakan dengan harga BBM internasional, APBN jebol. Bahwa ini jelas tidak benar telah saya uraikan.
Sekarang akan dikemukakan pikiran yang diucapkan, dituliskan, dipidatokan kepada rakyat dan DPR, beserta keinginan pemerintah memberlakukan harga BBM atas dasar harga minyak mentah yang ditentukan oleh NYMEX.
Mari kita simak pernyataan-pernyataan sebagai berikut:
Kompas tanggal 17 Mei 2008 mengutip Menko Boediono yang mengatakan :“Pemerintah akan menyamakan harga bahan bakar minyak atau BBM untuk umum di dalam negeri dengan harga minyak di pasar internasional secara bertahap mulai September 2008. Pemerintah ingin mengarahkan harga BBM pada mekanisme penyesuaian otomatis dengan harga dunia.”
Hal yang sama diulangi lagi oleh Boediono dalam kapasitasnya sebagai Wakil Presiden dalam wawancaranya pada acara di Metro TV dengan Suryopratomo pada tanggal 26 Maret 2012.
Presiden SBY memberi pernyataan yang dikutip oleh Indopos tanggal 3 Juli 2008 sebagai berikut : “Jika harga minyak USD 150 per barrel, subsidi BBM dan listrik yang harus ditanggung APBN Rp. 320 trilyun. Kalau harga minyak USD 160 gila lagi. Kita akan keluarkan (subsidi) Rp. 254 trilyun hanya untuk BBM ”.
Sangat jelas, Presiden SBY berkeyakinan bahwa perbedaan harga antara pasar New York dengan harga BBM yang diberlakukan untuk rakyat Indonesia sama dengan uang tunai yang dikeluarkan. Seperti telah dijelaskan, ini tidak benar. Presiden SBY disesatkan oleh para menterinya sendiri.
Kompas tanggal 24 Mei 2008 mengutip Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro yang mengatakan : “dengan tingkat harga baru itu, pemerintah masih mensubsidi harga premium sebesar Rp. 3.000 per liter karena ada perbedaan harga antara harga baru Rp. 6.000 per liter dan harga di pasar dunia sebesar Rp. 9.000 per liter.”
Ketika itu, bensin premium dinaikkan harganya menjadi Rp. 6.000 per liter, harga minyak mentah di pasar internasional USD 133 per barrel dan kurs rupiah 1 USD = Rp. 10.000
Cara berpikir Menteri Purnomo sebagai berikut:
Harga minyak mentah USD 133 per barrel sama dengan USD 0,8365 per liter atau Rp. 8.365 per liter. Ditambah dengan LRT sebesar Rp. 630 menjadi harga pokok bensin premium sebesar Rp. 8.995. Angka ini dibulatkan menjadi Rp. 9.000 per liter.
Jadi sangat jelas pikiran Menteri Purnomo bahwa rakyat Indonesia seyogianya membayar BBM sesuai dengan harga minyak di pasar internasional (harga NYMEX).
Kompas tanggal 24 Mei 2008 mengutip Menteri Keuangan Sri Mulyani : “Sekarang memang dinaikkan menjadi Rp. 6.000 per liter. Tetapi ini untuk sementara. Jika harga minyak terus meningkat secara signifikan, pemerintah bisa melakukan tindakan untuk menekan harga subsidi BBM (baca : menaikkan harga BBM)”.
Lengkaplah sudah bukti-bukti bahwa sejak tahun 2008 sampai sekarang pikirannya, darah dagingnya, DNA-nya para penguasa kita berkeyakinan bahwa rakyat Indonesia yang memiliki minyak harus membayar minyaknya sendiri dengan harga yang ditentukan oleh NYMEX dalam memenuhi kebutuhan akan BBM.
Sekarang tentang
NYMEX YANG BUKAN MEKANISME PASAR YANG SEHAT DAN WAJAR
Majelis Hakim Yang Mulia,
Perlu saya kemukakan bahwa NYMEX yang diagungkan itu tidak memberlakukan “mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar”, karena empat hal sebagai berikut:
- Yang diperdagangkan di NYMEX hanya 30% dari volume produksi minyak dunia. Sisanya dikuasai oleh the 5 sisters dengan cara yang tidak transparan.
- OPEC sebagai kartel minyak sangat berpengaruh atas pembentukan harga yang ditentukan oleh NYMEX.
- Cadangan minyak Amerika Serikat demikian besarnya, sehingga pembelian dan penjualannya memang difungsikan untuk mempengaruhi harga minyak dalam pasar internasional.
- NYMEX melaksanakan future trading dalam minyak yang sejak lama dituding sebagai ajang spekulasi minyak mentah.
Sekarang tentang
LANDASAN TEORETIS YANG DIBUAT KEBLINGER
Majelis Hakim Yang Mulia,
Izinkanlah saya sekarang mendalami landasan teorinya dalam aspek berbagai metode penghitungan harga pokok. Nampaknya landasan falsafah beserta metode yang merupakan turunannya tidak dipahami, atau dibuat keblinger. Penjelasannya sebagai berikut.
Pertama-tama tentang Metode replacement value
Apakah ada landasan teoretis tentang bagaimana menghitung harga pokok BBM yang bisa kita anut, dan nyatanya dianut oleh pemerintah ? Ada, yaitu menghitung harga pokok BBM atas dasar replacement value. Teori ini mengatakan bahwa harga pokok dari barang yang dijual adalah harga beli yang berlaku di pasar dari barang yang baru saja dijual.
Kalau saya sekarang menjual 1 liter bensin premium dengan harga Rp. 4.500 per liter, harga pokok saya adalah harga yang harus saya bayar seandainya minyak mentah yang ada dalam 1 liter premium itu saya beli dari New York dengan harga yang berlaku di sana sekarang. Berapakah harga itu ? Tergantung. Kalau harganya USD 105 per barrel, maka per liternya USD 0,66. Dengan kurs 1 USD = Rp. 9.000 harga pokok minyak mentah per liternya 0,66 x Rp. 9.000 = Rp. 5.940. Ditambah dengan biaya LRT sebesar Rp. 566 per liter, harga pokok bensin premium per liternya menjadi Rp. 6.506. Atas dasar alur pikir ini, pemerintah merasa harga pokoknya Rp. 6.506, sehingga kalau dinaikkan menjadi Rp. 6.000 masih rugi sedikit.
Pemerintah terus mengatakan bahwa kalau dipaksa menjual premium dengan harga Rp. 4.500 per liter, setiap liternya akan merugi Rp. 1.500.
Benarkah ? Benar dalam konsep penghitungan harga pokok atas dasar metode replacement value. Tetapi kerugiannya tidak dalam bentuk uang tunai yang hilang. Kerugiannya dalam bentuk kesempatan memperoleh untung Rp. 1.500 per liternya yang hilang, karena tidak bisa menjual minyak di New York. Mengapa tidak bisa ? Karena minyak dibutuhkan oleh rakyat Indonesia sendiri. Yang hilang bukan uang tunai, tetapi kesempatan memperoleh untung besar. Kerugiannya dalam bentuk opportunity loss, bukan real cash money loss.
Karena itu, tidak ada kerugian dalam bentuk uang tunai yang membuat APBN jebol. Sebaliknya, pemerintah masih memperoleh kelebihan uang tunai yang ditulisnya sendiri dalam Nota Keuangan 2012, yang pada awal paparan ini sudah dikemukakan dalam bentuk tabel-tabel.
Dibuat keblingernya konsep penghitungan harga pokok atas dasar replacement value yalah karena opportunity loss dikatakan sebagai real cash money loss; kerugian dalam kesempatan yang hilang dikatakan sebagai kerugian dalam bentuk uang tunai yang hilang.
Maka mulut mengatakan “APBN jebol”, tetapi tangannya menulis dalam Nota Keuangan ada kelebihan uang tunai sebesar Rp. 96,7878 trilyun.
Mari kita dalami lebih lanjut tentang landasan falsafahnya metode replacement value. Landasan falsafahnya adalah
Substansialisme
Mengapa ada konsep penghitungan harga pokok atas dasar replacement value ? Untuk memperoleh harga pokok yang menjamin bahwa substansi barangnya dipertahankan. Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa pedagang cabe mulai berdagang dengan Rp. 100.000 dibelikan 10 kg. cabe. Semuanya laku dijual dengan hasil penjualan Rp. 150.000. Ketika dia ingin membeli cabe untuk perputaran perdagangan selanjutnya, harga beli cabe sudah naik menjadi Rp. 12.000 per kg.
Mahasiswa A dan B ditanya berapa laba sang pedagang ? A mengatakan Rp. 50.000, karena kalau labanya yang Rp. 50.000 itu dikonsumsi, modal nominalnya dalam bentuk uang tunai masih utuh sebesar Rp. 100.000
B menjawab labanya Rp. 30.000, karena B ingin mempertahankan 10 kg. cabenya yang tidak boleh berkurang setelah laba dikonsumsi habis. Harga beli cabe buat pedagang naik menjadi Rp. 12.000 per kg, sehingga untuk mengganti jumlah kg. cabe yang harus tetap 10 kg., pedagang harus mengeluarkan uang Rp. 120.000
A ingin mempertahankan modal nominalnya sebesar Rp. 100.000. B ingin mempertahankan substansi dalam bentuk barang dagangannya (cabe) sebanyak 10 kg. Maka dia menganggap laba yang dapat dikonsumsi tanpa mengurangi volume cabe barang dagangannya (10 kg.) sebesar Rp. 30.000 saja, karena yang Rp. 120.000 dibutuhkan untuk membeli 10 kg. cabe lagi yang harganya sekarang sudah meningkat menjadi Rp. 12.000 per kg.
A menggunakan metode harga pokok cash basis. B menggunakan metode repalcement value basis. A disebut nominalis, B disebut substansialis. Landasan pikiran A adalah nominalisme, sedangkan B menganut aliran substansialisme.
Pemerintah yang mengambil harga pasar minyak di New York sebagai harga pokoknya menganut faham substansialisme. Konsekwensinya, kelebihan uang tunai harus dipakai untuk mempertahankan volume energi, yang bentuknya misalnya menggunakan kelebihan uangnya guna melakukan riset menemukan energi alternatif.
Seperti kita ketahui, pemerintah ingin menggunakannya untuk membagi-bagi uangnya kepada orang miskin, atau untuk infra struktur.
Jadi tujuan pemerintah menerapkan substansialisme dalam bidang minyak tidak untuk mempertahankan cadangan energi, tetapi untuk tujuan-tujuan lain.
Kalau memang itu tujuannya jangan mengatakan menderita kerugian, jangan menggunakan kata “subsidi”. Caranya merumuskan kebijakannya yalah dengan mengatakan:
“Pemerintah telah memperoleh kelebihan uang tunai sebanyak Rp. 96,78 trilyun dengan menjual bensin premium dengan harga Rp. 4.500 per liternya. Tetapi pemerintah ingin menaikannya menjadi Rp. 6.000 per liter supaya mendapat uang lebih banyak guna memberikan santunan kepada orang miskin, membangun jembatan dsb.”
Pemerintah menjadi bingung karena tidak berpikir sendiri, melainkan menjalankan bisikan atau bahkan pendiktean orang lain tanpa mengetahui apa maksud orang yang mendiktekannya, dan tanpa mengerti landasan falsafah dari penghitungan harga pokok atas dasar substansialisme. Karena bingungnya itu lantas menjadi ngawur dalam berargumentasi. Pemerintah menebar jejaring kebohongan yang akhirnya terjerat jejaring itu sendiri dengan akibat terlihat seperti orang yang selalu kebingungan.
Sekarang tentang
METODE CASH BASIS ATAU HISTORICAL COST
Harga pokok atas dasar metode ini yalah uang tunai yang benar-benar dikeluarkan untuk memperoleh 1 liter bensin premium. Uang tunai harus dikeluarkan untuk membayar biaya-biaya penyedotan minyak dari bawah perut bumi (lifting), mengilangnya menjadi bensin (refining) dan mentransportasikannya ke pompa-pompa bensin (transporting). Tiga macam biaya ini (LRT) keseluruhannya USD 10 per barrel. Karena 1 barrel = 159 liter, dan kalau kurs 1 USD = Rp. 9.000, maka uang tunai yang harus dikeluarkan untuk memperoleh bensin premium pada pompa-pompa bensin rata-ratanya (10 : 159) x Rp. 9.000 = Rp. 566 per liter.
Karena uang tunai yang dikeluarkan hanya sebanyak Rp. 566 per liternya, harga pokok menurut metode ini Rp. 566 per liter. Kalau dijual Rp. 4.500 per liter, terjadi kelebihan uang tunai sebesar Rp. 3.934 per liternya.
Sistem pembukuan dan sistem kalkulasi harga pokok yang diterapkan oleh pemerintah adalah cash basis. Maka tidak bisa berbohong.
Karena keseluruhan sistem pembukuan dan metode penghitungan harga pokok yang melandasinya adalah yang cash basis atau yang historical cost, maka pemerintah tidak mungkin berbohong tanpa menggelapkan kelebihan uangnya yang merupakan perbuatan kriminal berat.
Itulah sebabnya melalui jalan yang berliku, dalam Nota Keuangan 2012 terdapat kelebihan uang tunai sebesar Rp. 96,7878 trilyun, seperti yang telah dijelaskan berkali-kali.
Majelis Hakim Yang Mulia,
Izinkanlah saya sekarang menjelaskan dengan
PERHITUNGAN SIMULATIF YANG DISEDERHANAKAN
Kelebihan uang tunai sebesar Rp. 96,7878 trilyun dihitung oleh pemerintah yang dituangkan dalam 4 buah tabel, yang letaknya dalam Nota Keuangan 2012 saling berjauhan urutan halamannya. Jadi yang saya lakukan hanya menulis dan menyusun apa adanya yang disajikan oleh pemerintah.
Sekarang saya akan menjelaskan keseluruhan alur pikir yang disederhanakan, tetapi dibuat selogis dan serealistis mungkin. Hasilnya hanya berbeda sekitar 1% saja.
Diasumsikan bahwa seluruh minyak mentah yang merupakan hak Indonesia dijadikan bensin premium semuanya.
Konsumsi lebih besar dari produksi minyak hak Indonesia, yaitu konsumsi sebesar 63.000.000.000 liter, sedangkan produksi hak Indonesia 37.780.800.000 liter. Maka harus diimpor sebanyak 25.219.200.000 liter yang benar-benar dibayar dengan harga internasional sebesar USD 105 per barrel.
Pertamina disuruh membeli minyak mentah hak Indonesia dengan harga internasional. Demikian juga dengan impor neto yang dengan sendirinya harus dibayar dengan harga internasional sebesar USD 105 per barrel.
Susunan angka-angkanya menjadi Tabel di halaman 17.
Kita lihat bahwa Pertamina memang kekurangan uang tunai sebesar Rp. 126,63 trilyun. Ini yang disuarakan dengan keras oleh pemerintah sebagai subsidi yang sama dengan uang tunai yang harus dikeluarkan, dan dikatakan membuat APBN jebol.
Namun karena Pertamina disuruh membayar minyak mentah kepada pemerintah Indonesia untuk 37,7808 milyar liter dengan harga USD 105 per barrel, pemerintah kemasukan uang tunai dari Pertamina sebesar Rp. 224,569 trilyun (baris paling atas dengan angka-angka tebal). Defisit yang Rp. 126,63 trilyun ditambah dengan surplus yang Rp. 224,569 trilyun menjadikan surplus uang tunai padapemerintah sebesar Rp. 97,939 trilyun.
Tabel ini dimaksud untuk menjelaskan alur pikir pemerintah dan dibuat secara simulatif yang disederhanakan, tetapi selogis dan serealistis mungkin, memperlihatkan surplus sebesar Rp. 97,939 trilyun. Angka surplus ini berbeda dengan yang tercantum dalam APBN tahun 2012 yang sebesar Rp. 96,788 trilyun. Selisihnya hanya Rp. 1,151 trilyun atau 1,19% saja. Maka perhitungan simulatif untuk menjelaskan alur pikir dapat dipertanggung jawabkan.
Majelis Hakim Yang Mulia, Izinkan saya sekarang menjelaskan dengan bahasa rakyat melalui
LOGIKA KEBUN CABE
Rakyat yang tidak berpendidikan tinggi dengan segera dapat menangkap konyolnya pikiran para elit kita dengan penjelasan sebagai berikut.
Rumah tempat tinggal keluarga pak Amad punya kebun kecil yang setiap harinya menghasilkan 1 kgcabe. Keluarganya yang ditambah dengan staf pegawai/pembantu rumah tangga cukup besar. Keluarga ini mengkonsumsi 1 kg. cabe setiap harinya.
Seperti kita ketahui, kalau produksi cabe yang setiap harinya 1 kgitu dijual, pak Amad akan mendapat uang sebesar Rp. 15.000 setiap harinya. Tetapi 1 kgcabe itu dibutuhkan untuk konsumsi keluarganya sendiri.
Biaya dalam bentuk uang tunai yang harus dikeluarkan oleh pak Amad untuk menyiram dan memberi pupuk sekedarnya setiap harinya Rp. 1.000.
Pak Amad setiap harinya ngomel, menggerutu mengatakan bahwa dia sangat sedih, karena harus mensubsidi keluarganya sebesar Rp. 15.000 per hari, karena harus memberi cabe hasil kebunnya kepada keluarganya, yang harganya di pasar Rp. 15.000 per kg
Akhirnya seluruh keluarga sepakat megumpulkan uang (urunan) sebanyak Rp. 5.000 yang diberikan kepada pak Amad sebagai penggantian untuk cabenya yang tidak dijual di pasar. Pak Amad masih menggerutu mengatakan bahwa dia memberi subsidi untuk cabe sebesar Rp. 10.000 setiap hari.
Lantas tidak hanya menggerutu, dia menjadi sinting betreriak-teriak bahwa dompetnya akan jebol, karena uang tunai keluar terus sebanyak Rp. 10.000 setiap harinya. Dalam kenyataannya, dia keluar uang Rp. 1.000 dan memperoleh Rp. 5.000 setiap harinya.
Ketika saya menceriterakan ini, rakyat jelata yang minta penjelasan kepada saya mengatakan : “Iya pak, kok aneh ya, punya cabe di kebunnya sendiri, harganya meningkat tinggi kok sedih, ngamuk, mengatakan kantongnya jebol, uang mengalir keluar, padahal yang keluar hanya Rp. 1.000 per hari, dia memperoleh Rp. 5.000 per harinya.”
Saya katakan kepada rakyat jelata : “Ya itulah otak banyak sekali dari pemimpinmu yag sudah berhasil dicuci sampai menjadi gendeng seperti itu.”
“Maka bensin premium yang harga pokok tunainya Rp. 566 per liter, dijual dengan harga Rp. 4.500 dikatakan merugi dan memberikan subsidi, padahal kelebihan uang tunai sebanyak Rp. 4.500 – Rp. 566 = Rp. 3.934 per liternya.”
Banyak terima kasih atas perhatiannya.
Arie Purwana Juni 9th, 2012 21:21 pm
Salam kenal Pak Kwik. Saya penggemar berat pemikiran-pemikiran anda. Akhirnya saya baru benar-benar paham akan niat pemerintah untuk menaikkan harga BBM. Saya rasa kenaikan BBM tidak masalah ASALKAN rakyat mendapatkan kesejahteraan dalam berbagai aspek kehidupan seperti pendidikan, kesehatan dsb. Mungkin pemimpin kita ini (yang mengaku pemimpin) sewaktu kecil dididik dengan keras, kasar, kurang perhatian, kurang kasih sayang sehingga saat dewasa mereka tidak dapat berpikir kreatif, tidak mampu berpikir positif, bertindak mulia dan berkata-kata dengan penuh kasih.
I Dewa Made Agung Kertha Nugraha Juli 2nd, 2012 23:16 pm
sebenarnya apapun alasannya pemerintah menegenai tindakan pencabutan subsidi terhadap bbm premium adalah salah besar.
Karena konstitusi memang dari awal sudah melarang, tidak perduli misal sebagus apapun kebijakan atau tindakan ekonomi yang akan diambil oleh pemerintah yang diadopsi dari negeri antah berantah sekalipun, apabila sudah berlawanan dengan konstitusi maka habislah sudah kebijakan ekonomi tersebut.
Pasal 33
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
ini namanya memperkosa bangsa sendiri Pak Kwik.
Oedipus ini namanyka !
Thanks
I Dewa Made Agung Kertha Nugraha
putra.adhiguna Juli 5th, 2012 03:35 am
Pak Kwik,
Salut untuk artikel anda, sangat membantu untuk mengedukasi masyarakat mengenai situasi BBM Indonesia, namun demikian ada beberapa hal yang perlu saya komentari dan mohon verifikasinya (karena bisa jadi saya yang salah)
- Mengenai bagi hasil 70:30 vs 85:15, pada dasarnya pembagian 70:30 adalah berdasarkan volumetrik dari minyak setelah bersih dari cost recovery, sementara angka 85:15 merupakan angka total bagian pemerintah vs KKKS yang meliputi (volumetrik, pajak dan beberapa komponen lainnya). Sampai saat ini situasi bagi hasil masih dengan angka 85:15 dan bukan 70:30 untuk minyak . Untuk operasi produksi gas dan eksplorasi laut dalam memang memiliki share yang lebih besar karena tingkat resikonya.
- Biaya cost recovery tentunya tidak hanya mencakup biaya eksplorasi namun juga biaya untuk produksi dari KKKS, walaupun tidak menutup kemungkinan bahwa nilainya bisa di mark-up
- Beberapa pompa bensin asing yang berada di indonesia tidak mendapatkan minyaknya dari Indonesia sendiri (produksi KKKS asing di indonesia), contoh sederhanya untuk petronas sepengetahuan saya mereka belum memulai produksi yang signifikan di Indonesia
Sekali lagi salut untuk anda dan sukses selalu,
Salam,
hendi Oktober 19th, 2012 00:05 am
saya bangga mempunyai seorang negarawan seperti pak kwik….. harusnya pemimpin bangsa ini memiliki jiwa patriotik seperti anda….. harapan saya anda diberikan umur panjang untuk terus mencerdaskan anak bangsa indonesia….. terima kasih inspirasi dari pak kwik kian Gie
azmi Juni 15th, 2013 08:52 am
kebohongan publik yang telah tersistematis, terima kasih pak Kwik Kian Gie
isal Juni 15th, 2013 13:21 pm
Penjelasan yang sangat mendidik. Seharusnya isi kesaksian ini dimuat di koran dan media massa lainnya. Kenapa tidak ada koran yang memuatnya? Apakah semua media massa sudah buta mata hatinya? Atau memang tidak mengerti akan penjelasan yang demikian gamblang ini? Memang media massa selama ini hanya senang membuat berita yang singkat, sehingga tidak berminat terhadap penjelasan ilmiah yang panjang seperti ini.
anonim Juni 15th, 2013 18:08 pm
“Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan Tahun 2012″nya bisa d share disini ga pak ?
Tommy Juni 15th, 2013 23:05 pm
Kalau memang benar seperti ini, kita semua harus ber istghfar banyak banyak. mohon ampun sama Allah SWT. kita harus benahi negeri kita. Ayo do’a kan para pemimpin negeri Indonesia agar diberi hidayah oleh Nya, Al Fatiha…
Jefry Juni 16th, 2013 21:20 pm
Wah Sungguh luar biasa pa. terima kasih informasi berharganya…ijin share ya pa…
dian anugerah abunaim Juni 16th, 2013 22:42 pm
Hahahahaha.. Standing uplous buat Bapak AHLI Tercinta..
Sy sepakat 100% dari penjelasan bapak dari kalimat pertama, penjelasan yg mudah sy pahami, sampai penjelasan yg selogis mungkin yg membuat otak sy terbuka bahwa pernyataan-pernyataan yg di buat oleh pemerintah ternyata hanya (pencucian otak) yg sasarann utamanya ialah Masyarakat awam.. Huhuhu
Terima kasih.
i’m prouf of you sir.
Salam hormat.
UGHA
edi Juni 18th, 2013 22:55 pm
pak kwik kian gie memang hebat.. terus berikan informasi yang jelas kepada rakyat indonesia supaya tdak dibodohi oleh elite.. ntk pak kwik aku doakan sehat selalu dan panjang umur..
Panji Astika Juni 21st, 2013 13:28 pm
Terima kasih atas penjelasannya yang gamblang
semoga suatu saat nanti Indonesia memiliki
pemimpin yang benar benar
mngutamakan kepentingan Bangsa dan Rakyat Indonesia
agus syaifulloh,ST Juni 21st, 2013 23:51 pm
keputusan sepenuhnya terkait kebijakan kenaikan BBM siapa,..kok DPRD langsung mengambil alih kibijakan tersebut.tolong dirususkan apabila persepsi saya salah,..trims.
hms Juni 22nd, 2013 00:54 am
Not a thorough thinking just an opinion pak.. Pada kenyataannya kebutuhan rumah pak Amad bukan cuma cabe.. Pak Amad butuh jual cabe produksinya untuk beli gerobak, mobil, ipad, blackberry yg tidak bisa dibikin sendiri oleh keluarga pak Amad.. Wajar pak Ahmad minta keluarganya urunan untuk beli cabe yg mahal.. Sedangkan hasil dari penjualan cabe produksi dipergunakan untuk meningkatkan produksi cabenya.. Atau bikin pabrik gerobak sendiri sehingga pak Amad ga perlu beli gerobak malah bisa jual gerobak..
Masalahnya bbm ga kaya cabe yg kalo abis bisa ditanam lagi..
Just 2 cent as I respect the freedom of speech..
BAMBANG SETIABUDI Juni 23rd, 2013 05:58 am
MEMANG BETUL PAK, TAPI PEMIMPIN KITA KAN SUDAH BUTA-TULI, JADI MESTI SEGERA DI GANTI..YANG SEHAT JASMANI & ROHANI..
taufan Juni 24th, 2013 07:03 am
seharusnya pemerintah berpihak pada masyarakat kecil , dalam mengambil keputusan bbm dikaji juga perhitungannya , dianalisis juga masukan dari mahkamah konstitusi , janganlah bersikap arogan.
Indra Kurniawansyah Juni 24th, 2013 10:35 am
Tapi BBM tetap naik juga, kasian rakyat kecil!!!
Oto Iskandardinata Juni 24th, 2013 11:59 am
Tadinya bingung tapi lam-lama penjelasannya mudah dicerna untuk orang-orang awam seperti saya, Pak Kwik.
chris Juni 24th, 2013 15:04 pm
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/06/24/1016544/Kwik.Masa.Harga.BBM.Lebih.Murah.ketimbang.Air.Kemasan.
ini yg benar mana? kok plin plan koh?
afdil Juni 24th, 2013 15:52 pm
cuman bisa geleng-geleng dengan penjelasannya pak . Indonesia memang sepertinya dah dibawa ke sistem pengusaha. Jadi negara di ibaratkan sebagai pengusaha yang mana akan dibilang berhasil jika membukukan pendapatan yang besar bukan pengayom yang ingin mensejahterakan rakyatnya
REZA HENDRADI Juni 26th, 2013 08:06 am
SUATU PAPARAN YANG MENCERAHKAN….KINI SEMAKIN JELAS PA KWIK POLA PIKIR LIBERAL YANG MENGAKU BERPENDIDIKAN TINGGI DI NEGARA INI, INGIN DITERAPKAN KEPADA RAKYAT INDONESIA. PEMBODOHAN YANG BERLANGSUNG CUKUP LAMA.
ferry Juni 26th, 2013 11:45 am
Benar-benar membuka pikiran…entah sampai kapan penderitaan bangsa ini berakhir. LOGIKA KEBON CABE!! sangat masuk akal untuk mendefinisikan cara pikir para pemimpin di negeri ini, entah karena memang benar-benar bodoh dan tak mampu menghitung, atau karena tekananan politk dll.
Chandra Januari 5th, 2014 22:57 pm
Sangat menyedihkan nasib bangsa ini, seharusnya kita sudah bisa menjadi negara super power jika dikelola dengan benar….. entah sampai kapan rakyat terus dibodohi…. trimakasih Pak Kwik pencerahannya!
bambang wahyudi Agustus 30th, 2014 10:31 am
Kalau tulisan Bapa Kwik tertulis terinci dan mudah di cerna orang awam sebagai bukti bahwa pengelolaan Petamina selama ini salah tidak memihak rakyat.
Sebagai orang awam kita punya sumur minyak sendiri di tanah air kita ini mengapa harus membeli BBM dengan harga selalu harus membeli dengan harga yang sama di Luar Negeri yang tidak punya tambang minyak . Semoga tulisan pak Kwik Kian Gie tentang BBM ini bisa membuka mata hati para penguasa memihak rakyat. Tidak usah berlagak budiman serata membodohi rakyat dengan abal abal mensubsidi BBM kepada rakyat .
Eka PM Oktober 1st, 2014 15:48 pm
Kalau memang begitu, kenapa Bapak Presiden terpilih dan Wakil-nya tetap bersikeras menaikkan harga BBM?
Sepertinya beliau2, meskipun didukung oleh PDIP, tidak pernah membaca tulisan-tulisan Bapak ataupun mengajak diskusi Bapak.
Padahal Bapak adalah orang yang bagi saya masih paling waras di antara para ekonom.