Utang Luar Negeri Sebagai Alat Pengendali Menuju Pada Liberalisasi Ekstrem (Artikel 3)
Baik John Pilger maupun John Perkins mengemukakan bahwa instrumen terpenting dari kekuatan penjajahan baru adalah penggerojokan utang, seperti yang dapat kita baca dari uraian-uraiannya yang saya kutip di atas.
Untuk itu para teknokrat yang duduk dalam pemerintahan telah berhasil diindoktrinasi dengan dalil-dalil yang sangat tidak lazim dan sangat tidak masuk akal. Selama Orde Baru kebijakan pembangunan didasarkan atas dalil bahwa anggaran pembangunan dari APBN harus sepenuhnya dibiayai dari utang luar negeri yang dsediakan oleh IGII/CGI.
Kemudian utang luar negeri ini dalam APBN disebut pos “Pemasukan Pembangunan” (bukan utang), sehingga APBN yang jelas-jelas defisit disebut berimbang.
Sejak saya kembali di tahun 1970 dari studi dan bekerja di luar negeri untuk memperoleh pengalaman praktis, saya mengemukakan ketidak pahaman saya tentang logika dari dalil-dalil tersebut yang diyakini dan diterapkan oleh para guru besar yang duduk dalam pemerintahan.
Namun semuanya tidak digubris, dan kalau saya tanyakan dalam berbagai kesempatan seminar dan diskusi, saya dilecehkan dengan jawaban-jawaban yang sifatnya membanyol dengan senyum-senyum dewata, yang menganggap anak kecil yang tidak mengetahui apa-apa.
Namun kelompok yang sama atas perintah lembaga-lembaga internasional yang sama pula kini mengenal APBN yang defisit, menerbitkan Surat Utang Negara dalam denominasi rupiah. Lagi-lagi saya tidak habis pikir bagaimana mungkin para doktor dan para guru besar dari universitas yang dianggap paling hebat di Republik ini bisa diombang-ambing logikanya oleh ndoro-ndoro baru, walaupun kita telah lama merdeka dan berdaulat. Inikah yang oleh para filosoof Yunani kuno sudah disebut sebagai the corrupted mind? Jadi apakah kebijakan ekonomi selama Orde Baru didasarkan atas corrupted mind.
Ternyata semua Presiden kecuali Bung Karno tunduk pada para teknokrat yang jelas-jelas didudukkan oleh kartel IMF. Corrupted mind dari para teknokrat ini juga mewujud dalam sikapnya yang tidak peduli siapa presidennya, apakah mereka itu dihormati atau dihina di dalam batinnya, mereka harus selalu menguasai ekonomi. Yang hebat, mereka berhasil dengan gemilang. Hanya dalam era Gus Dur yang sekitar dua tahun itu sajalah yang merupakan perkecualian.
Ketika dalam berbagai kesempatan melakukan refleksi yang juga mengandung kegagalan era Orde Baru, mereka ramai-ramai menyalahkan Dr. BJ Habibie yang digambarkan sebagai seorang Vach Idiot dalam bidang teknologi. Berapa sih yang “dihamburkan” oleh beliau dibandingkan dengan hancur leburnya keuangan negara karena BLBI, Obligasi Rekap, Recovery Rate 15% yang dianggap wajar, beban bunga utang luar negeri, dan sebagainya?
Kelanjutan Struktural dari Konperensi Jenewa November 1967
Pengaruh pada kehidupan nyata dan praktis yang bahkan sudah menjadi kebijakan resmi pemerintah adalah ditiadakannya barang yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak.
Apakah ini perkembangan baru-baru ini saja? Tidak. UU no. 1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing yang rancangannya disiapkan oleh kelompok David Rockeffeler di Jenewa bersama-sama dengan kelompok yang oleh David Rockeffeler dinamakan Berkeley Mafia masih mengakui adanya cabang-cabang produksi yang dianggap menguasai hajat hidup orang banyak, dan oleh karenanya tidak terbuka bagi modal asing, yaitu yang dirinci dalam pasal 6 ayat 1 sebagai berikut :
a. | pelabuhan-pelabuhan; |
b. | produksi, transmisi dan distribusi tenaga listrik untuk umum; |
c. | telekomunikasi |
d. | pelayaran; |
e. | penerbangan; |
f. | air minum; |
g. | kereta api umum; |
h. | pembangkitan tenaga atom; |
i. | mass media. |
Undang-undang nomor 6 tahun 1968 mengenai Penanaman Modal Dalam Negeri pasal 3 ayat 1 sudah mengizinkan investor asing memasuki cabang-cabang produksi yang jelas disebut “menguasai hajat hidup orang banyak” itu asalkan porsinya modal asing tidak melampaui 49%. Namun ada ketentuan bahwa porsi investor Indonesia yang 51% itu harus ditingkatkan menjadi 75% tidak lebih lambat dari tahun 1974.
Di tahun 1994 terbit peraturan pemerintah nomor 20 dengan pasal 5 ayat 1 yang isinya membolehkan perusahaan asing melakukan kegiatan usaha yang tergolong penting bagi negara dan menguasai hajat hidup rakyat banyak yaitu pelabuhan, produksi dan transmisi serta distribusi tenaga listrik umum, telekomunikasi, pelayaran, penerbangan, air minum, kereta api umum, pembangkitan tenaga atom dan mass media.”
Pasal 6 ayat 1 mengatakan : “Saham peserta Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) huruf a sekurang-kurangnya 5% (lima perseratus) dari seluruh modal disetor perusahaan pada waktu pendirian.”
Apa artinya ini? Artinya adalah bahwa pasal 6 ayat 1 UU no. 1/1967 mengatakan bahwa perusahaan asing tidak boleh memasuki bidang usaha yang tergolong penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak beserta perinciannya. UU no. 6/1968 pasal 3 ayat 1 mengatakan bahwa kalau di dalam sebuah perusahaan kandungan Indonesianya kurang dari 51%, harus dianggap sebagai perusahaan asing. UU no. 4/1982 melarang asing sama sekali masuk di dalam bidang usaha pers. PP 20/1994 lalu dengan enaknya mengatakan bahwa kalau di dalam perusahaan kandungan Indonesianya adalah 5% sudah dianggap perusahaan Indonesia yang dapat melakukan kegiatan usaha yang tergolong penting bagi negara dan menguasai hajat hidup rakyat banyak beserta perinciannya. Jadi PP no. 20/1994 menentang UU no. 1/1967, menentang UU no. 6/1968, menentang UU no. 4/1982 dan menentang jiwa pasal 33 UUD 1945.
Dalam aspek lain PP 20/1994 juga menentang UU no. 6/1968 pasal 6 yang berbunyi : ” Waktu berusaha bagi perusahaan asing, baik perusahaan baru maupun lama, dibatasi sebagai berikut :
a. | Dalam bidang perdagangan berakhir pada tanggal 31 Desember 1997; |
b. | Dalam bidang industri berakhir pada tanggal 31 Desember 1997; |
c. | Dalam bidang-bidang usaha lainnya akan ditentukan lebih lanjut oleh Pemerintah dengan batas waktu antara 10 dan 30 tahun.” |
PP no. 20/1994 menentukan bahwa batas antara boleh oleh asing atau tidak adalah kepemilikan oleh pihak Indonesia dengan 5%. Tidak ada lagi pembatasan waktu tentang dikuranginya porsi modal asing.
PENGINGKARAN TERHADAP UUD 1945 YANG SENGAJA DITUANGKAN DALAM BENTUK PELECEHAN DAN PENGHINAAN
Yang saya kemukakan tadi semuanya saya tulis di harian Kompas di tahun 1994 segera setelah ditebitkannya PP no. 20 tahun yang sama. Dalam artikel tersebut saya memberikan komentar sebagai berikut :
Kita disuruh ikut P-4 supaya memahami dan menghayati Pancasila dan UUD 1945. Pemahaman dan penghayatan itu tentunya jiwanya, spiritnya atau itikadnya. Jiwa, spirit dan itikad ini sekarang dihargai dengan 5% keikut sertaan pihak Indonesia.
Saya tulis juga ketika itu bahwa “Yang sangat menyakitkan adalah juga diambilnya rumusan pasal 33 UUD 1945 secara mentah-mentah, yang lalu dikatakan bahwa itu sekarang boleh ada di tangan asing dengan kandungan Indonesia 5%. Jadi seperti menantang atau meremehkan UUD 1945.
Bagaimana Posisinya Hari Ini?
Posisinya per hari ini ialah yang dikumandangkan dalam Infra Struktur Summit ke I di Hotel Shangrilla oleh Menko Perekonomian yang ketika itu dijabat oleh Aburrizal Bakrie. Dalam kesempatan itu diumumkan kepada dunia bahwa di Indonesia sudah tidak ada lagi cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak. Karena itu, barang dan jasa publik apapun boleh dimiliki, dikuasai dan dikendalikan oleh pemodal swasta. Swasta asing boleh menguasainya 100%. Tidak ada lagi sisa 5% seperti yang tercantum dalam PP nomor 20 tahun 1994. Tidak ada lagi kewajiban pemerintah untuk mengadakannya secara gotong royong melalui instrumen pajak. Semuanya adalah obyek mencari laba oleh swasta yang bersaing dengan mekanisme pasar.
Infra Struktur Summit ke II
Infra Struktur Summit ke II diselenggarakan tidak lama setelah Dr. Boediono diangkat sebagai Menko Perekonomian atas saran dari negara adi kuasa dan lembaga-lembaga internasional.
Dalam Summit tersebut Boediono mengulanginya lagi apa yang telah dikemukakan oleh pendahulunya, Menko Aburizal Bakrie. Tetapi sekarang ditambah dengan menegaskan bahwa Pemerintah Indonesia sekali-kali tidak akan melakukan perbedaan perlakuan antara perusahaan Indonesia dan Perusahaan asing dalam bidang dan dalam bentuk apapun.
Semuanya didahului dengan mempengaruhi pikiran dan pembentukan opini publik dalam bidang mekanisme pasar, liberalisasi total, swastanisasi total dan globalisasi total yang harus memusnahkan nasionalisme dan patriotisme.
Saya kira dalam hisap menghisap kekayaan, kita praktis sudah habis. Memang elitnya masih enak, banyak orang kaya, tetapi mayoritas sangat besar hidup dalam kondisi yang mirip dengan segobang sehari. Ke mana sisanya yang jelas dan pasti jauh melampaui yang dimiliki oleh orang-orang terkaya Indonesia? Bukankah ke perusahaan-perusahaan yang berkumpul di Jenewa dalam bulan November tahun 1967 dan yang oleh elit bangsa Indonesia dituntun masuk ke Indonesia untuk melakukan yang oleh John Pilger disebut plunder (perampokan).
Kolonialisme Baru
Golongan yang mapan selalu mengemukakan pendiriannya dengan bertanya : Bukankah kehidupan kita sekarang ini makmur dan nyaman? Lihat betapa banyaknya gedung-hedung pencakar langit dengan seluruh isinya yang super mewah, hotel-hotel, restoran-restoran dan toko-toko yang luar biasa gemerlapannya. Apa yang anda keluhkan?
Jawabnya : zaman kolonial dahulu juga ada golongan mapan yang menikmati semuanya ini. Mereka juga berpesta pora setiap malamnya di sociteit yang ekslusif. Tetapi bagian terbesar dari rakyat hidup dalam kemelaratan yang oleh Bung Karno digambarkan sebagai rakyat yang hidup dengan segobang (dua setengah sen) sehari.
Dahulu penjajahnya Belanda yang sampai sekarang menghuni kota Wassenaar yang merupakan simbol dari kekayaan hasil penjajahan. Maka oleh rakyat Belanda kota ini disebut sebagai kotanya oud Indische gasten (mantan tamu-tamu di Hindia Belanda). Simbol kekayaan yang dihisap adalah gedung-gedung sepanjang sungai-sungai buatan yang memenuhi Amsterdam, yang terkenal dengan herenhuizen.
Kalau Belanda dengan kroni-kroninya elit bangsa Indonesia bisa menghisap selama 350 tahun, mengapa lembaga-lembaga internasional, perusahaan-perusahaan raksasa asing beserta kroni-kroninya bangsa Indonesia yang berkuasa tidak dapat menjajah dan menghisap bangsa Indonesia selama ratusan tahun juga? Dan juga dengan bagian terbesar rakyat Indonesia yang maksimal hidup dengan 2 dollar AS sehari? (Definisi Bank Dunia untuk garis kemiskinan).
Kartel Internasional
Dengan apa yang dinamakan globalisasi banyak lembaga-lembaga internasional yang tercipta dan berperan sangat penting buat negara-negara sasaran.
Seperti telah dikatakan tadi instrumen penting yang dipakai untuk menghisap Indonesia dalam peperangan ekonomi atau yang oleh Jenderal Ryamizard Ryakudu dan Seskoad dinamakan “Perang Modern” adalah utang oleh pemerintah, baik luar negeri maupun dalam negeri.
Negara-negara yang memberi utang kepada Indonesia tergabung dalam sebuah organisasi sangat rapi yang bernama CGI. Negara-negara yang sama, tetapi dalam menghadapi Indonesia dalam perundingan penundaan pembayaran cicilan utang pokok dan bunganya yang tidak mampu dibayar ketika jatuh tempo tergabung dalam Paris Club. Negara-negara yang sama juga memberikan utang kepada negara-negara sasaran melalui lembaga-lembaga internasional tanpa dapat diketahui asal usul negaranya, yaitu melalui Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia dan IMF. Keseluruhannya disatukan sikap dan perilakunya terhadap Indonesia di bawah pimpinan IMF.
Semua lembaga internasional ini melakukan pendiktean kepada Indonesia dalam bidang perumusan kebijakannya. Program IMF yang “dipaksakan” kepada Indonesia melalui apa yang dinamakan Extended Fund Facility atau Letter of Intent. Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia menerbitkan apa yang dinamakan “country strategy report” untuk Indonesia yang isinya penuh dengan kebijakan yang harus dilakukan oleh Indonesia. Kalau semuanya ini digabung menjadi satu dan kita baca dengan teliti, akan menjadi sangat jelas bahwa sudah lama pemerintah Indonesia tidak pernah merumuskan kebijakannya sendiri yang mendasar. Semua aspek penting ditentukan oleh CGI, IMF, Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia. Yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia hanyalah kebijakan-kebijakan detil yang sifatnya penjabaran untuk pelaksanaan dari kebijakan-kebijakan dasar yang ditentukan oleh apa yang saya namakan Kartel IMF.
Untuk menjamin kebijakan-kebijakan Kartel IMF, Presiden RI, siapapun orangnya harus mengangkat orang-orang yang ditentukan oleh Kartel IMF menjadi menteri-menteri ekonomi yang strategis. Kalau tidak, semua kroninya akan menjaga supaya menteri-menteri yang tidak masuk dalam kroninya ditekan oleh Presidennya sendiri atau opini publik yang diciptakan untuk menuruti apa saja yang dimaui oleh Kartel IMF, dan Kartel IMF secara blok yang kuat memberikan dukungan sepenuhnya dalam bentuk kebijakan pemberian utangnya kepada Indonesia beserta perlakuan selanjutnya dari utang ini.
PENUTUP
Tulisan ini dimaksud memberikan refleksi tentang kebijakan-kebijakan mendasar di era Soeharto atau yang secara resmi kita kenal dengan Orde Baru. Lakonnya memang berakhir dengan lengsernya Pak Harto.
Namun demikian, tulisan ini memuat gambaran lanjutannya setelah Pak Harto lengser yang disambung dengan zaman yang dinamakan Orde Reformasi yang masih berlangsung.
Mengapa? Karena apa yang berlangsung selama Orde Reformasi tidak dapat terjadi begitu saja. Landasannya telah diletakkan selama Orde Baru, dan sampai sekarangpun para penguasa ekonominya tidak berubah, yaitu para akhli ekonomi dari kelompok dan mashab pikiran yang sama, yang dipilih dan dikendalikan oleh lembaga-lembaga internasional dan perusahaan-perusahaan multinasional raksasa yang sama.
Widjojo Nitisastro dan Ali Wardhana tidak pernah tidak memperoleh Keputusan Presiden, siapapun orangnya sampai sekarang ini, yang mengangkatnya sebagai Penasihat Presiden urusan ekonomi. Dan beliau-beliau sampai saat ini masih berkantor di gedung Departemen Menko Perekonomian dan Departemen Keuangan, yang sejak Orde Baru sudah merupakan benteng kekuatan kolonial pasca Perang Dunia Kedua.
Kalau kolonialisme Belanda diakhiri dengan pemberontakan perjuangan kemerdekaan, apakah Orde Kolonialisme Baru ini akan ada akhirnya, dan apakah kira-kiranya bentuknya kalau akan ada. Juga berapa lamakah Kolonialisme Baru dengan kombinasi baru ini akan bertahan? 350 tahun, atau 100 tahun, atau lebih pendek lagi?
dwi Agustus 14th, 2014 08:19 am
terimakasih ,mencerah kan sekali pak
ras November 22nd, 2014 06:32 am
luar biasa saya setuju sekali dengan pencerahan or penjelasan pak kwik.. lalu apa yang harus indonesia lakukan pak kwik kian gie agar terlepas dari kolonialisme ini.??