Pak Harto Salah Pilih Tim Ekonomi dan Kebijakannya (Artikel 2)
Apakah Pak Harto mengambil kebijakan-kebijakan yang sangat salah sehingga “keberhasilan” pembangunan ekonomi yang didengung-dengungkan itu buat saya (dan saya yakin juga buat sangat banyak orang lainnya) adalah semu atau palsu !
Sebagai Presiden dengan sistem presidensiil, tanggung jawab terakhir memang ada pada pundak Presiden. Tetapi secara substantif Pak Harto tidak paham tentang ekonomi. Karena itu yang menjadi krusial adalah memilih orang-orang yang tepat. Tepatkah pilihan Pak Harto yang jatuh pada para ekonom dari kelompok Berkeley Mafia ?
ERA ORDE BARU, SEBUAH REFLEKSI (Artikel 1)
Wafatnya Pak Harto menimbulkan berbagai refleksi tentang jasa-jasa maupun dosa-dosanya.
Salah satu bidang yang direfleksikan adalah bidang ekonomi. Banyak yang menilai bahwa Pak Harto sangat berhasil dalam membangun ekonomi bangsa Indonesia. Indikator terpenting dari keberhasilan yang ditonjolkan adalah sebagai berikut :
BLUNDER DAN MALAPETAKA TERBESAR TERKAIT BLBI : O.R. (Artikel 5)
PENERBITAN SURAT UTANG PEMERINTAH SEJUMLAH RP. 430 TRILYUN DENGAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN BUNGA SEBESAR RP. 600 TRILYUN
Bank-bank yang tidak ditutup dinilai oleh IMF. Yang kecukupan modalnya atau Capital Adequacy Ratio (CAR)-nya antara minus 25 % atau lebih baik harus dinaikkan sampai menjadi 8 % sesuai dengan ketentuan Bank for International Settlement (BIS) di Bazel, Swiss.
Caranya ialah menaikkan modal ekuitinya, karena CAR adalah Modal Ekuiti dibagi dengan Asset Tertimbang Menurut Resiko (ATMR). Karena pemerintah tidak mempunyai uang tunai untuk menaikkan Ekuiti, maka sebagai penggantinya diterbitkan Surat Utang yang diinjeksikan kepada bank-bank tersebut sampai CAR-nya mencapai 8%.
INTERPELASI BLBI KASUS BDNI (Artikel 4)
Seperti BCA, masalah BLBI BDNI beserta keseluruhan rentetannya yang merugikan keuangan negara menjadi fokus penelitian atau penyidikan oleh Kejaksaan Agung.
Maka kasus BDNI saya sajikan dalam satu artikel tersendiri. Segala sesuatu yang tercantum dalam artikel ini berdasarkan angka-angka tahun 2002. Tidak jelas apakah setelah data dan angka yang tercantum dalam artikel ini ada pekembangan angka-angka yang baru.
INTERPELASI BLBI KASUS BCA (Artikel 3)
Dalam penelitian atau penyidikan masalah BLBI oleh Kejaksaan Agung yang menjadi prioritas adalah kasus BCA dan BDNI. Terutama kasus BCA, publikasi oleh media massa cukup intensif. Mungkin karena itu, para anggota DPR dalam interpelasinya nanti juga akan menyorot kasus BCA. Maka dalam serial artikel tentang BLBI, kasus BCA saya tulis secara khusus dalam satu artikel.
Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang 95,78 Persennya Disalah Gunakan (Artikel 2)
Sebelum artikel ini di KoranInternet dimuat tulisan saya yang berjudul “INTERPELASI BLBI KEPADA SBY SALAH ALAMAT”.
Masalah, atau lebih tepat malapetaka keuangan maha besar yang dikenal dengan istilah “BLBI” adalah sebuah rentetan kebijakan pemerintah yang praktis dipaksakan oleh IMF dalam menangani krisis moneter di tahun 1997, yang kemudian meluas sampai menjadi depresi ekonomi.
Gambaran menyeluruh secara garis besarnya (bird’s eye view) diberikan oleh artikel sebelumnya. Tulisan ini merupakan tulisan kedua yang khusus membahas tentang BLBI.
Interpelasi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Kepada SBY Salah Alamat (Artikel 1)
DPR mencapai kesepakatan bulat (aklamasi) untuk meng-interpelasi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) soal Bantuan Likwkditas Bank Indonesia (BLBI).
Yang sangat aneh, pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada SBY juga harus disepakati secara aklamasi. Apa mungkin pertanyaan-pertanyaan yang serius tentang masalah yang demikian ruwetnya merupakan kesepakatan bulat oleh seluruh fraksi, sedangkan banyak di antaranya fraksi pendukung SBY ?
Globalisasi, Liberalisasi, Proteksi, Subsidi dan Berkeley Mafia
Ada tiga buah berita menarik yang mungkin merupakan pertanda akan terjadinya perubahan dalam kebijakan-kebijakan dasar banyak negara kecuali Indonesia.
HILLARY CLINTON
Yang pertama pernyataan calon presiden Amerika Serikat (AS) terkuat Hillary Clinton yang dikutip oleh Financial Times tanggal 3 Desember 2007. Butir-butirnya sebagai berikut.
Saya berpendapat bahwa teori-teori yang melandasi perdagangan bebas tidak berlaku lagi dalam era globalisasi. Saya setuju dengan ekonom terkenal Paul Samuelson yang mengatakan dan menulis bahwa keunggulan komparatif seperti yang sampai sekarang dipahami dan diyakini tidak berlaku lagi dalam abad ke 21.
Demokrasi yang Crazy – Perbincangan Antara Djadjang dan Mamad
Setiap kali media massa gaduh tentang suatu hal, Djadjang dan Mamad selalu terlibat dalam perbincangan yang seru, karena keduanya sama tinggi IQ-nya, namun berbeda dalam pengalaman hidupnya. Mereka bersahabat sangat karib sampai dengan SMU. Setelah itu Djadjang belajar di universitas dan menjadi guru besar dalam ilmu politik. Mamad menjadi pekerja sosial di tengah-tengah rakyat jelata. Namun dengan bekalnya dari SMU, dia rajin membaca dan mengamati kehidupan politik yang nyata. Dia sering nongkrong di panggung publik DPR. Tidak demikian dengan Prof. Djadjang. Dia hanya membaca buku dan mengkuliahkan yang dibacanya.
Sejak tahun 2002 media massa kita gegap gempita dengan pemberitaan dan opini serta analisis tentang rebutan menjadi Presiden RI, Gubernur, Walikota dan Bupati. Selanjutnya akan dibahas tentang pemilihan langsung Presiden saja, tetapi esensinya adalah pemilihan langsung yang membuat banyak elit Indonesia menjadi aneh perilakunya.
Daya Tahan Ekonomi dan Harga Minyak
Penjelasan pemerintah dan ulasan-ulasan yang dipicu oleh kenaikan harga minyak mentah secara spektakuler membuat kita semua menjadi bingung. Dalam kebingungan ini banyak yang bertanya apakah kita mempunyai daya tahan ekonomi kalau harga minyak akhirnya mendekati atau mencapai US$ 100 per barel ? Mengapa masyarakat bingung ? Karena keterangan-keterangan yang diberikan oleh Pemerintah mencla-mencle. Baca Selengkapnya …