Platform Presiden 2014 (5) INFRA STRUKTUR
Permasalahan
Pembangunan dalam bidang infra struktur selalu dikenali dan dipahami sebagai sangat esensial dalam pembangunan ekonomi sebuah bangsa. Tidak pernah ada pemerintah, pengamat dan media massa yang tidak menekankan pentingnya infra struktur.
Bappenas yang tugas pokoknya adalah alokasi anggaran pembangunan, dan karena itu juga merupakan badan pemikir dalam bidang infra struktur yang demikian vitalnya dalam pembangunan, mempunyai Deputi Menteri dalam bidang Infra Struktur dengan staf akhli yang mencukupi, dengan pendidikan tinggi serta pengalaman yang sangat panjang.
Pengenalannya di mana harus dibangun apa dan berapa biayanya juga pernah dibukukan secara komprehensif di bawah pimpinan Prof. Dr. Suyono Dikun, ketika dia berfungsi sebagai Deputi Menteri Bappenas.
Walaupun setiap tahun pentingnya infra struktur ditekankan dalam setiap diskusi, jumlah dan kondisi infra struktur semakin lama semakin tidak berkembang, sedangkan pemeliharaannya juga tidak terjaga.
Manfaat dan dampaknya infra strutkur
Infra struktur yang baik mempertebal rasa persatuan dan kesatuan dalam NKRI, karena mobilitas yang besar di antara seluruh rakyat Indonesia, yang wilayah negaranya demikian luasnya dengan ribuan pulau.
Dalam bidang ekonomi, karena buruknya infra struktur sampai hari ini boleh dikatakan bahwa struktur ekonomi Indonesia masih bersifat dualistik seperti yang dikenali oleh Prof. Boeke di tahun 1930 dalam bukunya yang berjudul “Dualistische Economie”. Hal yang sama dikenali oleh Prof. Sumitro Djojohadikusumo dalam bukunya “Ekonomi Pembangunan”. Yang diartikan oleh Prof. Boeke dengan istilah ini yalah bahwa perekonomian Indonesia terbagi ke dalam dua kelompok, yaitu ekonomi perkotaan dan ekonomi perdesaan. Ekonomi perkotaan sangat berkembang, sedangkan ekonomi perdesaan masih sangat tertinggal.
Dengan adanya infra struktur yang memadai akan terjadi mobilitas sebagaimana mestinya, sehingga akan berlangsung baik trickle down effect maupun pull effect. Sebagai satu contoh konkret, sampai saat ini masih terjadi kelebihan produksi produk pertanian di beberapa perdesaan yang membusuk karena tidak dapat diangkut ke kota-kota dengan biaya transportasi yang terjangkau.
Dalam kaitannya yang lebih besar yalah tersebarnya industrialisasi di semua wilayah RI yang sesuai dengan kondisi setiap wilayah, baik ditinjau dari sudut kebiasaan, ketrampilan, kesuburan tanah dsb. Sekarang semuanya terpusat di kota-kota besar, terutama di Jakarta.
Transmigrasi tidak berjalan karena kurangnya persiapan dalam bentuk infra struktur yang memadai dari lahan yang akan dijadikan sasaran pemukiman baru. Transmigrasi tidak sekedar memindahkan orang ke lahan lain seperti halnya pulau Nusa Kambangan yang dipakai untuk membuang para tahanan politik. Memang akhirnya berkembang menjadi bagus, namun secara sangat tidak manusiawi.
Fungsi perdagangan tidak berjalan. Sebagaimana kita ketahui, fungsi-fungsi pokok perdagangan yalah menjembatani daerah prouksi dengan daerah konsumsi. Fungsi ini hanya dapat dipenuhi dengan transportasi yang memadai, baik melalui darat, laut maupun udara. Darat membutuhkan pembangunan jalanan, jembatan, kereta api. Udara membutuhkan bandara dan laut membutuhkan pelabuhan-pelabuhan di samping kapal-kapal.
Fungsi perdagangan pokok lainnya yalah menjembatani antara musim produksi barang-barang pertanian dan musim konsumsi sepanjang masa. Industri pengawetan dibutuhkan, namun jelas tidak ada investor yang berminat membuat industri pengalengan misalnya, kalau harus membangun pabrik di hutan belantara.
Kendala
Kendala utamanya adalah keuangan, karena keuangan negara atau APBN dibebani dengan biaya rutin yang demikian besarnya. Kecuali itu, beban bunga dan cicilan pokok hutang negara, baik dalam negeri maupun luar negeri sangat besar.
Kendala kedua yalah semacam ideologi yang mengatakan bahwa infra struktur sebaiknya dibangun oleh swasta atau bersama-sama dngan swasta dalam bentuk apa yang dinamakan Public Private Partnership (PPP). Swasta tidak akan menanamkan modalnya tanpa perolehan laba atau Return On Investment (ROI) yang dianggapnya menarik. Dengan demikian pengguna infra struktur harus dikenai tarif, yang besarnya mencukupi untuk memberikan ROI tersebut.
Kendala ketiga adalah otonomi daerah dengan kewenangan pimpinan daerah yang mempunyai keinginan dan prioritasnya sendiri-sendiri, yang seringkali tidak sesuai dengan sinergi sebagai hasil pembangunan infra struktur yang saling terkait. Wewenang pimpinan daerah terlampau besar dengan landasan hukum yang kuat karena mereka dipilih langsung oleh rakyat. Dengan demikian, legitimasinya sama dengan Presiden yang berarti lebih besar dari Menteri.
Kendala keempat adalah demokrasi yang terlampau liberal dan kebablasan, sehingga sangat sulit membebaskan lahan yang mutlak dibutuhkan untuk membangun infra struktur tertentu.
Pra Kondisi
Bidang-bidang yang dibahas dalam bab-bal lain tentang hal-hal yang sangat terkait diwujudkan dengan konsisten, yaitu :
- Adanya kekuasaan politik di satu tangan dalam bidang infra struktur,
- Masalah pendanaan dapat dipenuhi,
- Adanya keyakinan bahwa infra struktur harus dibiayai oleh APBN
- Penggunaannya gratis sebagai wujud gotong royong.
Apa yang harus dilakukan ?
Pemerintah menentukan Infra Struktur yang merupakan barang publik dengan dampak strategis pada pembangunan semua sektor perekonomian. Seperti telah dikatakan, Bappenas sudah mempunyai blue print yang komprehensif.
Penggunaannya harus gratis tanpa dipungut bayaran, dan dibiayai secara gotong royong melalui perolehan pajak. Esensi kehidupan berbangsa dan bernegara adalah sebagai satu bangsa bersama-sama secara gotong royong membangun barang dan jasa yang sangat berguna untuk kepentingan bersama, tetapi biayanya sangat besar, sehingga hanya mungkin dibangun secara gotong royong melalui perolehan pajak yang pentarifannya sudah disusun seadil mungkin.
Hal yang kedengarannya sangat normal ini di Indonesia perlu ditekankan dengan jelas, karena para ekonom mashab “Berkeley Mafia” mempunyai kecenderungan yang menjadi keyakinan, dan yang dihayatinya bagaikan agama, bahwa pemerintah harus sekecil mungkin dan seminimal mungkin ikut campur dalam produksi dan distribusi barang dan jasa apapun juga.
Itulah sebabnya begitu banyak BUMN strategis dijual kepada swasta, terutama swasta asing dengan harga sangat murah. Telekomunikasi, jasa pelabuhan laut, air bersih, listrik dan masih banyak lagi barang dan jasa publik sudah dinyatakan sebagai terbuka dan boleh menjadi obyek investor swasta dengan motif mencari laba. Maka rakyat harus membayar dengan tarif yang tingginya mencukupi untuk memberikan laba kepada investornya.
Infra Struktur jelas bukan komoditi komersial, dan oleh karena itu harus dibiayai oleh APBN. Infra struktur yang pembangunannya diserahkan pada inisiatif swasta, bahkan yang disebut Public Private Partnership (PPP) tidak akan pernah terwujud. Swasta hanya mau menanamkan modalnya kalau peolehan laba atau ROI yang diinginkannya terpenuhi. Ini berarti bahwa penggunaan infra struktur harus dikenakan tarif yang tingginya harus bisa memberi keuntungan secukupnya kepada investor swasta. Pada umumnya, pentarifan seperti ini akan melampaui daya beli rakyat, dan mau tidak mau akan mengakibatkan ekonomi biaya tinggi.
Pemerintah perlu merencanakan pengeluaran uangnya yang harus dibuat efektif sebagai stimulus kegairahan ekonomi, dengan menghitung multiplier effect-nya. Dalam hubungan ini, tanpa mengorbankan efisiensi, di mana mungkin, bagian-bagian yang dapat dikerjakan oleh tenaga manusia dimanfaatkan untuk mengurangi pengangguran. Para penganggur yang dapat diserap dalam pengeluaran (spending) pembangunan akan segera membelanjakan pendapatannya, karena mereka miskin, sehingga propensity to consume-nya tinggi. Pembelanjaan oleh mereka berarti pemompaan daya beli ke masyarakat yang mempunyai dampak positif untuk menggairahkan ekonomi, yang pada gilirannya menambah kesempatan kerja.
Karena itu, strategi pembelanjaan anggaran pembangunan tidak semata-mata didasarkan atas proyek-proyeknya an sich, tetapi juga memperhitungkan dampaknya pada pemompaan daya beli beserta dampak selanjutnya yang kita kenal dengan istilah multiplier effect.
Beberapa contoh infra struktur yang menguasai hajat hidup orang banyak
Irigasi, jembatan, air bersih, listrik, bandara, pelabuhan laut dan masih banyak lagi harus ditetapkan oleh pemerintah sebagai barang publik yang harus dimiliki, dibiayai dan dikelola oleh pemerintah untuk dipakai dengan gratis buat rakyatnya.
Maka semua kebijakan dan semua peraturan yang dikemukakan dalam Infra Struktur Summit I di bawah pimpinan Menko Aburizal Bakrie dan Infra Struktur Summit II di bawah pimpinan Menko Boediono harus dicabut kembali.
Harus diumumkan kepada dunia bahwa Indonesia sekarang dalam kebijakan infra struktur sudah menjadi negara normal seperti yang ada di negara-negara lain di manapun di dunia.
Jalan Raya Bebas Hambatan sebagai contoh
Contoh kesalahan persepsi yang mencolok adalah Jalan raya bebas hambatan (high way, free way, autobahn, snelweg) jelas termasuk infra struktur yang seyogianya dibangun oleh pemerintah dengan pembiayaan APBN dan penggunaannya gratis (tanpa dipungut bayaran).
Jalan tol yang sudah ada dibeli oleh pemerintah. Pemerintah tetap mengenakan tol sampai hasil perolehan dari pembayaran tol sama dengan uang yang dikeluarkan untuk membeli jalan tol yang bersangkutan. Setelah itu, jalan tol digratiskan buat pemakainya.
Alasannya, jalan raya bebas hambatan sangat strategis untuk pembangunan ekonomi pada umumnya.
Karena sudah terlanjur keblingernya Tim Ekonomi dalam semua pemerintahan Indonesia sepanjang masa, semua jalan raya bebas hambatan dianggap sebagai barang dagangan yang harus mengembalikan investasinya, dan setelah itu memberikan laba yang sebesar-besarnya. Maka di Indonesia tidak dikenal istilah-istilah seperti yang lazim dipakai oleh semua negara di dunia seperti high way, free way, auto bahn, snelweg. Bangsa Indonesia sudah tercuci otaknya bahwa penggunaan jalan raya bebas hambatan yang mulus dan nyaman harus membayar dengan tarif yang cukup tinggi, sehingga sampai kapanpun pembayaran oleh para pemakai jalan itu senantiasa memberikan laba kepada pengusaha yang membangun jalan-jalan raya tersebut.
Apakah di negara lain tidak ada jalan tol ? Ada, tetapi seluruhnya hanya 3 %. Kita bisa merasakan sendiri bahwa di Eropa, AS, Australia, Malaysia, China dan praktis di semua negara, memakai jalan raya bebas hambatan tidak bayar. Untuk ruas-ruas tertentu memang membayar tol, tetapi jumlahnya sedikit sekali. Mengapa begitu ? Karena jalan tol dianggap sebagai kemewahan, yang tanpa itu juga bisa menikmati jalan raya bebas hambatan yang mulus dan nyaman. Bahwa disediakan ruas-ruas tertentu, karena ingin memberikan pilihan kepada orang kaya supaya mereka bisa memperoleh kenikmatan lebih asalkan maumembayar. Jalan tol adalah kemewahan. Tanpa jalan tol, di negara-negara yang normal seluruh rakyat dapat menikmati mobilitas yang nyaman dengan cuma-cuma.
Pendanaan infra struktur
Kendala pendanaan infra struktur memang sangat besar karena kurangnya dana pembangunan. Seperti telah dikatakan, bagian terbesar dari APBN terpakai habis untuk biaya-biaya rutin. Masalah keuangan pada umumnya merupakan masalah besar tersendiri yang harus diatasi.
Khusus tentang pendanaan infra struktur, dapat tertolong dengan menyusun prioritas. Dana yang terbatas difokuskan pada satu dua proyek saja yang menempati prioritas paling mendesak pertama, kemudian prioritas kedua dan sebagainya. Konsekwensinya yalah bahwa beberapa infra struktur yang urutan prioritasnya lebih rendah harus menunggu. Pengalokasian dana pembangunan yang terfokus pada urutan prioritas jauh lebih efektif dibandingkan dengan yang tersebar dengan ciri tercecer dan tambal sulam.
Hendrik Padmasana April 22nd, 2014 06:51 am
Saya sangat tertarik dan senanng membaca artikel dari pak Kwik Kian Gie, dan saya sangat senang bila saya dapat terus menikmati tulisannya dengan berlangganan melalui e-mail saya ini
Tono Juli 23rd, 2014 09:01 am
Artikel ini sangat menarik dan konkrit.
Untuk Infrastruktur yang terhalang kepentingan Kapitalis bagaimana Pak?
Contohnya: Pembuatan jembatan penghubung antar Mall, yang fungsinya jadi tempat jualan. Dimana dibawah atau diatasnya jalan raya yang secara hukum adalah milik negara.
Robiah Oktober 22nd, 2014 10:40 am
Saya sangat senang dan sangat mengapresiasi artikel ini. Pak Kwik Kian Gie teruslah berkontribusi untuk negara ini, saya sangat mengagumi pemikiran2 bapak yang bapak banyak kemukakan.
Saya akan menunggu artikel selanjutnya yang sangatlah menarik untuk di simak.
Sangatlah bermanfaat, Terima kasih.