'

Kategori

Follow Us!

(3) APPENDIX TENTANG KRITIK JOSEPH SCHUMPETER ATAS TEORI KARL MARX

Mari kita telusuri pokok-pokok pikiran Marx. Saya memilih mengemukakan pikiran Marx seperti yang ditulis oleh Joseph Schumpeter dalam bukunya Capitalism, Socialism and Democracy yang terbit di tahun 1943. Schumpeter sekaligus mengemukakan kelemahan pikiran Marx.

  1. Marx maupun Ricardo berpendapat bahwa nilai dari suatu barang dalam kondisi pasar dengan perfect competitionatau persaingan sempurna dan dalamequilibriumatau keseimbangan, sama dengan jumlah tenaga kerja yang dimasukkan ke dalam barang yang bersangkutan, dengan syarat bahwa pekerjaannya efektif, tidak ada inefisiensi.Schumpeter mengatakan bahwa teori ini tidak relevan, karena jauh dari kenyataan yang berlangsung dalam praktek. Pertama, teorinya didasarkan pada pasar dengan perfect competition yang tidak selalu ada dalam praktek. Kedua, asumsi dasar lainnya yalah bahwa tenaga kerja hanya satu-satunya faktor produksi, dan semua tenaga kerja dengan kwalitas yang sama atau sepenuhnya homogeen.Dengan demikian teori tentang nilai suatu barang yang semata-mata didasarkan atas satu faktor produksi, yaitu tenaga manusia tidak relevan dan tidak valid.Sebagai gantinya, teori yang lebih lengkap, lebih relevan dan lebih realistis adalah teori tentangmarginal utility, yang saya anggap sudah diketahui oleh audience. Lagipula forum ini bukan tempatnya untuk berpanjang lebar tentang teori nilai.

    Maka teorinya Marx tentang nilai barang, yang olehnya dijadikan titik tolak untuk teori selanjuynya, yaitu teori eksploitasi manusia, di mata Schumpeter dan banyak akhli ekonomi lainnya sudah gugur.

  2. Marx bergulat dengan cara meniadakan faktor alam dalam penentuan nilai barang. Teorinya tentang biaya untuk penggunaan tanah adalah upayanya menghilangkan faktor produksi alam yang menurut Schumpeter sama sekali tidak realistis.Masih dalam rangka teori nilainya, Marx juga tidak berhasil menjelaskan peran faktor modal dalam bentuk aparat produksi. Kalaupun faktor modal dianggap netral, Marx sama sekali tidak memperhitungkan kenyataan bahwa modal dalam bentuk aparat produksi tidak sekali habis dipakai, dan usia dari semua aparat produksi pada semua perusahaan tidak sama, sehingga faktor aparat produksi jelas mendistorsi perbandingan tenaga kerja yang dipakai dalam memproduksi barang. Namun Marx tidak mau tahu, karena obsesi dan fokusnya pada teori eksploitasi tenaga manusia.
  3. Sekarang tentang teori eksploitasinya. Marx ingin menunjukkan bahwa eksploitasi manusia oleh manusia inhaerent  melekat pada sistem kapitalisme, sehingga dengan sendirinya akan terjadi pemerasan atau eksploitasi oleh manusia terhadap manusia.

Dalam sistem kapitalisme, otak, otot dan syaraf dari buruh membentuk persediaan tenaga kerja. Persediaan atau stok tenaga kerja ini bagi Marx adalah sebuah substansi yang tidak ada bedanya dengan persediaan benda lainnya. Kita dapat menggambarkannya sebagai seorang budak. Bagi Marx tidak ada perbedaan antara kontrak kerja dengan buruh dan membeli budak. Jelas bahwa kontrak kerja dengan buruh berarti membeli tenaga kerjanya saja, tidak membeli seluruh manusia buruh.

Oleh karena buruh tidak ada bedanya dengan benda lainnya, seiring dengan teori Marx tentang nilai, maka dalam pasar dengan persaingan sempurna dan dalam kondisi keseimbangan, buruh harus dapat menghasilkan pendapatan yang cukup untuk memproduksi buruh. Segera timbul pertanyaan, jumlah jam kerja berapakah yang dibutuhkan untuk memproduksi persediaan tenaga kerja yang terdapat di dalam tubuh manusia seorang buruh ? Jawabnya yalah jumlah jam tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengasuh, memberi makan, memberi pakaian dan perumahan kepada buruh. Maka kalau buruh menjual sebagian daritenaga kerjanya, upahnya harus sama dengan bagian-bagian dari mengasuh, memberi sandang, pangan dan papan kepada manusia buruh; persis seperti pedagang budak yang menjual budak akan menerima harga yang sebanding dengan jumlah jam kerja. Maka bagi Marx seorang buruh memperoleh nilai yang sepenuhnya.

Namun bilamana seorang kapitalis telah membeli persediaan tenaga kerja, mereka bisa mempekerjakan buruh lebih lama dibandingkan dengan jumlah jam yang dibutuhkan untuk memproduksi persediaan  tenaga kerja buruh yang bersangkutan. Dengan demikian sang kapitalis memeras jam kerja yang lebih lama dibandingkan dengan upah yang dibayarkan. Karena produk yang diperoleh dari jam-jam kerja buruh ekstra itu dapat dijual dengan harga yang sebanding dengan jumlah jam kerja yang de facto diperoleh majikan kapitalis, terdapat selisih nilai antara yang diperoleh dan dibayarkan, dan selisih positif ini jatuh ke tangan kapitalis.

Sang kapitalis meng-eksploitasi buruh, dan merebut nilai lebihnya, walaupun sang buruh memperoleh bayaran yang sesuai dengan tenaga kerjanya dan konsumen tidak membayar lebih dari nilai barang jadi yang dibelinya. Marx terobsesi ingin “ilmiah” untuk menuju pada rangkaian teorinya tentang nilai, tentang eksploitasi tanpa mau terjerumus pada romantisme membela yang lemah.

Dengan mudah dapat kita simpulkan bahwa teori nilai lebih-nya Marx tidak dapat dipertahankan. Teori nilai tenaga manusia tidak dapat dipakai untuk faktor produksi manusia, karena secara implisit berarti bahwa faktor produksi tenaga manusia diproduksi dengan cara yang sama dengan faktor produksilainnya, misalnya mesin, yang diproduksi atas dasar kalkulasi harga pokok yang rasional. Karena produksi manusia sama sekali tidak ada miripnya dengan memproduksi mesin, maka teorinya sudah gugur atas dasar titik tolak pikirannya dan atas dasar asumsi-asumsinya sendiri.

Lagipula, tidak akan ada keseimbangan dalam persaingan sempurna, di mana semua kapitalis mengejar laba dari pemerasan tenaga kerja, karena semua kapitalis akan memperbesar produksinya dengan akibat kenaikan upah buruh, sehingga laba hasil pemerasannya akan musnah. Maka pengertian dari “Laba hasil pemerasan tenaga buruh” yang merupakan tonggak penting dari teorinya gugur oleh teorinya yang lain, yaitu pengejaran laba pemerasan yang musnah karena asumsinya tentang persaingan sempurna dan keinginan para kapitalis meraih laba yang sebesar-besarnya.

  1. Teori tentang nilai tenaga kerja tidak sesuai dengan kenyataan. Teori yang berbeda dengan kenyataan ini diperparah oleh teori nilai lebih, atau Mehrwert. Menurut teori ini, modal (dalam arti pabrik dan mesin) yang tidak dipakai untuk membayar upah buruh, tidak memberi sumbangan pada nilai barang jadi, kecuali bagian yang hilang dalam produksi. Maka kalau perbandingan antara modal dan tenaga kerja berbeda-beda dalam perusahaan yang berbeda-beda, laba dari berbagai perusahaan juga berbeda-beda.Apabila jumlah modal bertambah, yang selalu terjadi dalam kapitalisme, tetapi tingkat pemerasannya (eksploitasi) sama, dengan sendirinya rendemen dari keseluruhan modal menurun. Gambaran seperti ini tidak didukung oleh kenyataan.Kita tiba pada teori akumulasi

    Laba yang diperoleh dari pemerasan tenaga buruh dijadikan modal (alat-alat produksi) oleh para kapitalis. Gejala ini tiada lain adalah tabungan yang dijadikan investasi. Bagi Marx akumulasi ini tidak dapat dihindarkan bagaikan hukum alam. Dengan demikian, nilai lebihnya akan berkurang karena kenaikan upah. Namun hakikat kapitalis yang senantiasa meningkatkan labanya, justru meningkatkan terus investasinya, yang membuat labanya semakin terpuruk sampai menjadi nol, sehingga akhirnya keseluruhan kapitalnya beserta sistem kapitalisme-nya musnah.Yang salah pada Marx yalah asumsi dan titk tolak pikirannya, bahwa sistem kapitalis adalah stasioner.Dalam kenyataannya sistem kapitalis tidak stasioner, dan juga tidak selalu disertai dengan ekspansi yang berkesinambungan secara teratur. Perekonomian kapitalis berlangsung dengan guncangan-guncangan karena munculnya produk baru, metode baru dan kemungkinan-kemungkinan komersial baru. Dan karena itu, persaingan yang terjadi, walaupun relatif dengan persaingan sempurna, berbeda dengan kondisi yang stasioner. Maka akumulasi terjadi dengan guncangan atau yang oleh Schumpeter disebut creative destruction. Dalam dunia nyata, akumulasi terjadi tanpa memperkecil laba, melainkan memperbesarnya terus, sehingga kebangkrutan dan musnahnya kapitalisme yang diramalkan oleh Marx tidak terjadi.
  2. Tentang teori penyengsaraan atau Verelendung, Marx berpendapat bahwa dalam sistem kapitalis, upah riil dan tingkat hidup dari rakyat yang berpendapatan tinggi akan turun, sedangkan yang berpendapatan rendah tidak meningkat. Perkembangan yang demikian inhaerent dalam logika sistem kapitalis. Ramalannya ini tidak didukung oleh kenyataan. Marx berusaha membelanya dengan mengatakan bahwa yang diartikan bukan upah mutlak, tetapi upah relatif dibandingkan dengan laba kaum kapitalis. Dengan demikian, walaupun pendapatannya tertinggal dibandingkan dengan pendapatansang kapitalis entrepreneur, tingkat kemakmuran buruh senantiasa meningkat, sehingga tidak terjadi Verelendung atau penyengsaraan.Marx mendasarkan teorinya pada apa yang dinamakan Reserve Army, yaitu massa miskin yang juga disebut kaum proletariat. Ini disebabkan oleh gejala konsentrasi modal besar pada beberapa kapitalis saja. Menurut Marx di kalangan para kapitalis juga terjadi konsentrasi atau pemusatan pada beberapa orang saja yang lalu membentuk jaringan dunia, sehingga di seluruh dunia akan muncul massa proletariat yang tidak mempunyai apapun kecuali tubuhnya.Pada gilirannya teori tentang terbentuknya reserve army didasarkan atas teorinya David Ricardo tentang mekanisasi yang secara sistematis akan menggantikan manusia dengan mesin dalam proses produksi.  Bersama-sama dengan faktor-faktor yang telah disebutkan tadi, akan terbentuk pasukan kaum proletariat di mana-mana di seluruh dunia. Mereka sangat miskin, hanya memiliki tubuhnya saja. Tetapi mereka militan, berdisiplin dan akan mengorganisir dirinya ke dalam satu kesatuan dengan kekuatan raksasa, yang akan menghancurkan kapitalisme.Inipun tidak terjadi. Di negara-negara yang tetap mempertahankan kapitalisme dengan pengaturan oleh pemerintah, yang muncul adalah serikat-serikat buruh yang berkembang menjadi partai politik. Di banyak negara sering Partai Buruh yang memerintah, yang hubungannya harmonis dengan para kapitalis dan perusahaan-perusahaan besar.
  3. Sekarang tentang akan meledaknya sistem kapitalisme atau Zusammenbruchstheorie.

    Sentralisasi dan konsentrasi modal di tangan sekelompok kecil kapitalis di satu pihak, dan kaum proletariat yang teroragisir rapi di lain pihak akan mengakibatkan benturan dan ledakan luar biasa yang menghancurkan kapitalisme.Seorang neo Marxist sendiri, yaitu Rudolf Hilferding meragukan teori Marx dalam bidang ini dengan mengemukakan argumentasi yang kuat dan teratur. Dia tiba pada kesimpulan bahwa melalui konsentrasi, kapitalisme justru akan memperoleh stabilitas.

Di samping kritiknya,Schumpeter juga mengemukakan bahwa tidak
semua teori Marx salah. Kontribusi sangat besar dari Marx dan Engels adalah pikirannya tentang gelombang pasang surutnya ekonomi, atau business cycle atau conjunctuur yang mendahului Juglar dengan siklus 6 tahunannya.

Kontribusi sangat besar lainnya yang membuat Marx sebagai pionir adalah dalam bidang hubungan antara sejarah dan teori ekonomi. Hanya Marx yang untuk pertama kalinya melihat hubungan antara sejarah dengan ekonomi bagaikan kesenyawaan kimia, tidak berdiri sendiri-sendiri yang saling memakainya sebagai referensi atau verifikasi. Marx yang pertama kali mengenali bahwa teori ekonomi dapat dipakai untuk melakukan analisis sejarah, dan bagaimana gambaran sejarah dapat menjelma menjadi histoire raisonne.

Jika anda menyukai artikel ini, silahkan memberikan komentar atau berlangganan RSS feed untuk menyebarkan ke pembaca feed anda.

One response to "(3) APPENDIX TENTANG KRITIK JOSEPH SCHUMPETER ATAS TEORI KARL MARX"

  1. Tomy September 4th, 2014 13:01 pm Balas

    Pak Kwik, mohon pertimbangkan untuk menulis mengenai populisme Elizabeth Warren, Senator AS, dan upayanya untuk mengoreksi kapitalisme dari dalam tanpa harus menggunakan marxisme.

    Apakah upaya Warren membangun biro proteksi konsumen keuangan di AS ini relevan dengan beberapa kasus yang merugikan konsumen produk keuangan di Indonesia (Century, dll). Serta bagaimana membangun infrastruktur keuangan di Indonesia agar BI mampu bertindak lebih tegas terhadap korporasi jasa keuangan.

    Jika boleh, mohon rekomendasi bahan bacaan bermutu (teori dan praktik terbaik yang aktual dan relevan untuk abad ke-21) untuk menambah referensi bagi ekonom yang tertarik mendalami reformasi kapitalisme tanpa trerjebak dalam usangnya premis pertentangan kelas dalam marxisme-klasik.

Leave a Reply