'

Kategori

Follow Us!

Sistem Ekonomi Politik untuk Mewujudkan Kesejahteraan Bangsa – Hanya Sebuah Ilusi?

Ditulis oleh: Anthony Budiawan
Rektor – kwik Kian Gie School of Business
Pendahuluan

Kita semua bertanya-tanya dan tidak habis mengerti mengapa bangsa Indonesia yang memiliki sumber daya alam yang cukup besar tidak dapat memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya, terbelakang dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Thailand, Malaysia dan Singapore, dan bahkan terjerumus ke dalam jurang kemiskinan dengan jumlah persentase penduduk miskin (dengan pendapatan di bawah $ 2 (PPP) per hari, tertinggi di antara negara-negara  ASEAN-7 (Brunei, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapore, Thailand dan Vietnam). Menurut data World Bank, rasio penduduk miskin Indonesia terhadap jumlah penduduk pada tahun 2010 dengan pendapatan per hari kurang dari 2 dolar AS PPP harga internasional 2005 adalah 43.8%), lebih tinggi dari Vietnam. Kemiskinan mengakibatkan banyak saudara-saudara kita bekerja di negara-negara tetangga sebagai pembantu rumah tangga, buruh perkebunan, buruh bangunan dan buruh kasar dan rendah lainnya. Tidak sedikit dari mereka yang hidup teraniaya tanpa mendapat perhatian dan perlindungan yang memadai. Di tanah air, banyak saudara-saudara kita yang juga hidup dalam kesulitan dan kemiskinan, dan tidak sedikit yang juga teraniaya: penggusuran pedagang kaki lima dan asongan, serta rumah tinggal (semi) permanen di tanah negara atau “daerah hijau” mewarnai berita-berita nasional akhir-akhir ini.

Berbagai diskusi telah digelar, baik dalam bentuk seminar, konferensi maupun simposium, untuk mencari penyebab kemiskinan yang melanda bangsa kita dan mencari solusi untuk menanggulanginya. Berbagai pertanyaan dilontarkan bagaimana membangun ekonomi Indonesia agar bangsa ini dapat keluar dari jurang kemiskinan. Berbagai usulan dan solusi ditawarkan agar bangsa ini dapat menjadi sejahtera. Namun demikian, sampai saat ini masih belum ada tanda-tanda yang dapat memberi harapan bagi bangsa Indonesia untuk menjadi sejahtera dan dapat hidup sejajar dengan bangsa-bangsa lain: artinya, tidak menjadi pembantu rumah tangga dan buruh kasar lainnya di negara tetangga.

Ekonomi Pancasila dan Ekonomi Kerakyatan – Sebuah Ilusi?

Tidak sedikit ahli ekonomi kita mencoba memberi sumbang saran dan solusi bagaimana membuat bangsa Indonesia menjadi lebih sejahtera. Dalam mencari jawaban dan solusi di atas, diskusi juga berkembang ke arah sistem ekonomi politik dan ideologi yang dianggap sesuai bagi Indonesia untuk dapat menjadi sejahtera dan berazas keadilan ekonomi. Prof. Emil Salim, Prof. Sumitro Djojohadikusumo dan Prof. Mubyarto sempat melontarkan Sistem Ekonomi Pancasila, yang kemudian juga dikenal dengan Sistem Ekonomi Kerakyatan, sebagai jawaban atas permasalahan ekonomi Indonesia. Tetapi, sayangnya, konsep Sistem Ekonomi Pancasila tidak berkembang seperti yang diharapkan para pencetus gagasan tersebut karena bersifat sangat normatif dan kehilangan realitas sehingga tidak dapat diimplementasikan. Para pengikutnya dewasa ini juga tidak dapat menjabarkan secara rinci bagaimana operasional Sistem Ekonomi Pancasila seharusnya sehingga sulit diterima oleh para ahli ekonomi, teknokrat maupun masyarakat luas. Namun demikian, melihat bangsa Indonesia masih terus berkutat pada kemiskinan, banyak kalangan masih menaruh harapan pada Sistem Ekonomi Pancasila dan Sistem Ekonomi Kerakyatan sebagai jalan keluar untuk mencapai Indonesia sejahtera dan adil. Hal ini disebabkan karena, meskipun Sistem Ekonomi Pancasila belum dapat dibuktikan dapat memberi kesejahteraan bagi bangsa Indonesia, Sistem Ekonomi Pancasila juga tidak dapat dibuktikan akan lebih buruk hasilnya dari sistem ekonomi yang dianut oleh pemerintah Indonesia selama ini, yaitu yang dipercaya oleh masyarakat luas sebagai sistem ekonomi kapitalisme (liberal) atau yang juga disebut dengan neo-liberal, karena Sistem Ekonomi Pancasila memang belum pernah diimplementasikan. Harapan besar tersebut sangat dimengerti oleh para elite partai politik sehingga hampir semua partai politik mengusung program Ekonomi Kerakyatan dalam kampanye pemilihan legislatif dan pemilihan presiden tahun 2009 yang lalu. Tetapi, Sistem Ekonomi Kerakyatan yang dimaksud juga sangat tidak jelas dan bersifat normatif, sama seperti Sistem Ekonomi Pancasila yang merupakan akar dari Sistem Ekonomi Kerakyatan. Sistem Ekonomi Kerakyatan lebih banyak diartikan sebagai sistem ekonomi yang berpihak kepada rakyat kecil atau rakyat miskin, yaitu para petani, nelayan, buruh, pengusaha mikro dan kecil, serta masyarakat miskin lainnya. Memang benar beberapa partai politik tersebut sempat menjabarkan beberapa program Ekonomi Kerakyatan, tetapi tidak terlalu berbeda dengan para pendahulunya, Sistem Ekonomi Pancasila. Gambar 1 memuat penjabaran Sistem Ekonomi Pancasila dari ke tiga ahli ekonomi di atas seara normatif. (Tulisan ini tidak membahas rumusan Sistem Ekonomi Pancasila, tetapi meninjau apakah ada korelasi antara Sistem Ekonomi Politik tertentu, seperti Ekonomi Pancasila dan Ekonomi Kerakyatan, dengan tingkat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan bangsa.)

Gambar 1: Sistem Ekonomi Pancasila dari Emil Salim, Mubyarto, dan Sumitro Djojohadikusumo – Sumber: Kuncoro (2000: 199)

Dengan demikian, pertanyaan utama yang masih terus menghantui kita adalah, apakah Sistem Ekonomi Pancasila atau Sistem Ekonomi Kerakyatan merupakan solusi yang dapat membawa bangsa ini menjadi lebih sejahtera dengan keadilan sosial yang lebih baik. Apabila tidak, apakah ada sistem ekonomi politik lain yang dapat membuat bangsa kita menjadi lebih sejahtera? Sistem ekonomi yang bagaimana yang tepat bagi Indonesia agar dapat keluar dari kemiskinan? Apakah kita harus mempertajam Sistem Ekonomi Pancasila sehingga tidak terlalu normatif dan dapat dipraktikkan?

Pertanyaan-pertanyaan di atas niscaya sulit dijawab, seperti juga konsep Sistem Ekonomi Pancasila yang tidak berhasil dijabarkan selama 30 tahun terakhir ini. Saya khawatir kita akan membuang waktu lagi untuk 30 tahun ke depan apabila harus merumuskan kembali Sistem Ekonomi Pancasila dalam mencari solusi permasalahan kemiskinan yang kita hadapi.

Pencaharian Tiada Akhir

Saya percaya bahwa selama ini telah terjadi salah arah dalam mencari solusi untuk mengantar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang lebih sejahtera dan berkeadilan sosial, karena pemecahan permasalahan ekonomi (dalam hal ini, permasalahan kemiskinan dan keadilan sosial) diupayakan melalui sistem ekonomi politik atau ideologi tanpa memperdalam permasalahan ekonomi itu sendiri. Dengan kata lain, apakah dengan mengadopsi sistem ekonomi politik atau ideologi tertentu maka permasalahan ekonomi dapat terpecahkan dengan sendirinya?

Di samping itu, upaya menanggulangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan melalui Sistem Ekonomi Pancasila telah menimbulkan kontroversi. Banyak yang berpendapat Indonesia selama ini menganut sistem kapitalisme (liberal) yang mengakibatkan bangsa ini terjerumus ke dalam kemiskinan dan kesenjangan sosial. Sebagai alternatif maka Sistem Ekonomi Pancasila yang bernafaskan sosialisme dengan spirit Ketuhanan, Kemanusiaan, Kesatuan, Kerakyatan dan Keadlian, kemudian ditawarkan sebagai sistem ekonomi politik yang diharapkan dapat memecahkan permasalahan kemiskinan dan keadilan sosial tersebut. Di sinilah terjadi kontroversi. Bukankah negara-negara penganut sistem sosialisme (dengan berbagai jenjang tingkatan) malah sebaliknya belajar dan kemudian mengadopsi sistem kapitalisme (dengan berbagai jenjang tingkatan) untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya? Sejak runtuhnya sistem sosialisme dan komunisme akhir tahun 1989, maka hampir semua negara mempraktikkan Sistem Kapitalisme dengan berbagai tingkatannya.

Oleh karena itu, pendekatan sistem ekonomi politik dan ideologi sebagai solusi permasalahan ekonomi (kemiskinan dan kesenjangan sosial) yang kita hadapi tidak akan berhasil. Permasalahan kemiskinan dan keadilan sosial tidak unik bagi sistem ekonomi politik dan ideologi tertentu saja, tetapi merupakan permasalahan universal yang dapat ditemui di berbagai negara dengan sistem ekonomi politik dan ideologi yang berbeda-beda: permasalahan kemiskinan dan kesenjangan sosial dapat kita temui di negara dengan sistem kapitalisme, misalnya Indonesia (yang diyakini menganut sistem kapitalisme), Philippines atau Mexico, dan juga dapat kita temui di negara dengan sistem sosialisme, misalnya India, atau komunisme, misalnya Vietnam atau Korea Utara. Tetapi, banyak juga negara dengan latar belakang sistem ekonomi politik yang berbeda-beda dapat mencapai kesejahteraan yang tinggi dan bebas dari kemiskinan. Dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama lagi, China mungkin akan membuktikan kepada kita semua, kepada dunia, bahwa negara komunis juga dapat menjadi sejahtera. Dengan demikian, apabila kemiskinan dan kesejahteraan dapat terjadi di berbagai negara dengan latar belakang sistem ekonomi politik yang berbeda-beda, maka kesimpulannya hanya satu, yaitu bahwa tidak ada korelasi antara sistem ekonomi politik dan tingkat pertumbuhan ekonomi maupun kesejahteraan. Oleh karena itu, pencaharian sistem ekonomi politik bukan merupakan jawaban atas permasalahan ekonomi yang sekarang kita hadapi. Lihat Gambar 2 yang memuat contoh negara-negara yang sudah menjadi makmur dan sejahtera dengan berbagai latar belakang sistem ekonomi politik.

Gambar 2: Contoh negara-negara maju dengan berbagai latar belakang Sistem Ekonomi Politik

Solusi Permasalahan Kemiskinan dan Kesenjangan Sosial

Oleh karena itu, permasalahan ekonomi harus dipecahkan melalui proses pembangunan ekonomi. Untuk menjadi negara maju dan sejahtera, kita dapat belajar dari proses pembangunan ekonomi negara-negara yang sudah menjadi maju terlebih dahulu seperti Amerika Serikat, Eropa Barat, Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Singapore, Malaysia dan bahkan China. Meskipun negara-negara tersebut mempunyai latar belakang sistem ekonomi politik dan ideologi yang berbeda, tetapi mereka mempunyai satu kesamaan dalam mencapai kesejahteraan, yaitu ekonomi mereka dibangun berdasarkan struktur industri manufaktur yang kuat dan beragam, terintegrasi, sinergis, dengan skala ekonomis yang tinggi, disertai dengan penguasaan dan penerapan teknologi maju untuk senantiasa meningkatkan produktivitas. Sebaliknya, negara yang berbasis agrikultur tidak ada yang menjadi negara maju dan sejahtera, kecuali sebelum era revolusi industri. Meskipun begitu, negara maju pada saat itu sebenarnya juga mempunyai industri “manufaktur dan teknologi” yang relatif lebih maju dari negara lainnya yang kurang maju. Hal ini disebabkan karena produktivitas pada industri manufaktur dengan penerapan teknologi maju jauh lebih tinggi dari industri sektor primer seperti agrikultur dan industri berbasis sumber daya alam.

Fenomena ini juga dapat kita lihat di kota-kota di Indonesia: kota berbasis industri manufaktur lebih maju dan sejahtera dari kota berbasis pertanianJawa Barat lebih maju dari Jawa Timur karena industri manufaktur di Jawa Barat lebih berkembang. Jawa Timur lebih maju dari Jawa Tengah karena industri manufaktur di Jawa Timur lebih berkembang. “Kota industri” di Jawa Barat seperti Jakarta, Bekasi, Cilegon atau Bandung, lebih maju dari kota lainnya yang berbasis agrikultur atau peternakan, seperti Cirebon, Cianjur dan lainnya.

Hal di atas dapat terjadi karena proses pembangunan ekonomi pada prinsipnya akan menghasilkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang terbagi dalam tiga golongan atau karekteristik, yaitu (1) Decreasing economic returns (2) Constant economic returns dan (3) Increasing economic returnsDecreasing economic returns terjadi apabila persentase kenaikkan output lebih rendah dari persentase kenaikkan inputatau jumlah output turun dengan jumlah input tetap, yang keduanya berarti produktivitas menurun. Constant economic returns terjadi apabila persentase kenaikkan output sama dengan persentase kenaikkan input, yang berarti produktivitas konstan. Increasing economic returns terjadi apabila persentase kenaikkan output lebih besar dari persentase kenaikkan input, yang berarti produktivitas meningkat.

Sektor agrikultur dan sumber daya alam mempunyai karakteristik decreasing economic returns: sumber daya alam cepat atau lambat akan habis. Indonesia pernah memproduksi lebih dari 2 juta barel minyak mentah per hari, tetapi sekarang hanya 830.000 barel per hari, di mana hal ini menunjukkan karakteristik decreasing returns. Demikian pula produktivitas di industri pertanian, cenderung menurun untuk jangka panjang kecuali ditemukan teknologi baru, misalnya melalui bioteknologi. Peningkatan metode pertanian, misalnya dengan menggunakan traktor dibanding dengan manual atau tenaga hewanhanya meningkatkan produktivitas tenaga kerjatetapi tidak meningkatkan produktivitas lahan. Artinya, produktivitas lahan hanya dapat ditingkatkan melalui penerapan dan inovasi teknologi maju. Sedangkan sektor manufaktur padat karya dengan penerapan teknologi rendah dan upah murah, seperti industri garment, alas kaki atau furniture tradisional, mempunyai karakteristik constant economic returns. Daya saing pada industri ini lebih ditentukan oleh faktor upah buruh murah. Sektor manufaktur padat modal dengan penerapan teknologi maju, seperti industri elektronik, mesin dan perlengkapan mesin, dan banyak lainnya lagi, mempunyai karakteristik increasing economic returns. Produktivitas pada industri increasing economic returns dapat ditingkatkan secara berkelanjutan seiring dengan pembaharuan dan inovasi teknologi. Sebagai contoh, harga mesin pemutar DVD (awalnya laser disc, kemudian digantikan oleh VCD, dan kemudian digantikan lagi oleh DVD) saat ini hanya sekitar 10% dari harga pada awal teknologi tersebut dikenalkan di pasar, yang mana merupakan refleksi langsung dari peningkatan produktivitas produksi mesin tersebut. Oleh karena itu, suatu negara hanya dapat maju dan sejahtera apabila dapat membangun industri dengan karakteristik increasing economic returns secara signifikan dalam pembangunan ekonominya. Hal ini tidak berarti kita harus meninggalkan industri-industri lainnya (agrikultur, sumber daya alam, manufaktur padat karya). Potensi industri-industri tersebut wajib kita kembangkan, tetapi harus diiringi dengan pengembangan industri-industri dengan karakteristik increasing economic returns. Tanpa itu, pembangunan ekonomi tidak akan maksimal dan negara sulit mencapai kemakmuran dan kesejahteraan. Gambar 3 menyajikan peta industri di masing-masing sektor ekonomi dan dampaknya terhadap pembangunan ekonomi nasional.

Gambar 3: Karakteristik Pertumbuhan Ekonomi pada setiap Sektor Ekonomi
Pembangunan ekonomi berbasis industri increasing economic returns merupakan pra-kondisi untuk mencapai kesejahteraan bagi suatu bangsa. Namun demikian, pembangunan industri increasing  economic returns tidak dapat terwujud tanpa dukungan dan peran aktif pemerintah melalui berbagai kebijakan ekonomi, baik dalam bidang ekonomi makro (kebijakan moneter dan fiskal), ekonomi mikro (kebijakan industri dan perdagangan), kebijakan publik serta kebijakan politik yang pro industri dengan karakteristik increasing economic returns tersebut.

Kebijakan pemerintah yang dimaksud di atas dapat dibagi menjadi dua kategori:

  1. Kebijakan pemerintah untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan mewujudkan industri dengan karakteristik increasing economic returns, dan
  2. Kebijakan pemerintah untuk mewujudkan keadilan sosial yang lebih baik melalui redistribusi pendapatan serta mewujudkan jaminan sosial yang lebih manusiawi bagi rakyat kecil dan miskin.

— 000 —

 

Jika anda menyukai artikel ini, silahkan memberikan komentar atau berlangganan RSS feed untuk menyebarkan ke pembaca feed anda.

11 responses to "Sistem Ekonomi Politik untuk Mewujudkan Kesejahteraan Bangsa – Hanya Sebuah Ilusi?"

  1. http://kaskus.co.id/post/515d37b2582acfa63c00000c Januari 11th, 2014 17:28 pm Balas

    Thank you for sharing your thoughts. I truly appreciate your efforts and I will be waiting for your next
    post thank you once again.

    1. Anthony Budiawan Januari 11th, 2014 18:54 pm Balas

      Thank you.

  2. pengacara perceraian murah Januari 13th, 2014 10:30 am Balas

    Unquestionably believe that which you stated. Your favorite reason appeared to be on the web the easiest thing to be aware of.
    I say to you, I certainly get annoyed while people
    consider worries that they plainly do not know about.
    You managed to hit the nail upon the top and also defined out the whole thing without having side effect , people can take a signal.
    Will probably be back to get more. Thanks

  3. balqisanikh Januari 17th, 2014 00:05 am Balas

    Menurut hemat saya,kemakmuran ekonomi rakyat indonesia tersendat sendat,karena salah dalam perencanaan awal(grand grand master plan),maaf ini sepertinya hal yang baru,dan belum pernah saya baca,atau dengar dimedia masa sebelumnya.kalau tidak salah,untuk mengukur kemakmuran suatu negara,sampai saat ini,kita masih menggunakan income per capita.dan dimana angka income per capita itu didapat dari gross domestic product dibagi dengan jumlah penduduk.sehingga secara logika,bila kita ingin memperbersar income per capita atau ingin memakmurkan warga dalam suatu negara,kita harus menaikkan gross domestic product.menaikkan gross domestic product,tidak sulit sulit amat.produksilah barang dan jasa,dan konsumsilah barang dan jasa yang telah kita produksi tadi.Problem klasik kita adalah kita dapat dengan mudah memproduksi,akan tetapi kita tidak mampu untuk mengkonsumsi.Produksi adalah urusan sektor usaha.setiap ada peluang,dengan mudahnya sektor usaha memproduksi.Masalah yang paling besar dan problem yang kita hadapi adalah sektor rumah tangga tidak mengkonsumsi apa yang sektor usaha telah sediakan.Nah,disinilah pangkal pokok problem.problem daya beli dan perilaku konsumsi sektor rumah tangga.Menurut hemat saya,daya beli dan perilaku konsumsi sektor rumah tangga adalah merupakan tanggung jawab pemerintah.Arti tanggung jawab disini adalah bukan berupa paksaan,akan tetapi dapat berupa regulasi dan pengarahan motivasi.

    Langkah awal adalah dengan menaikkan upah minimal sektor rumah tangga dan sekaligus secara berbarengan mendorong sektor rumah tangga untuk mengkonsumsi pendapatannya.

    Mungkin ini agak aneh ,dengan kondisi ini,motto kita bila ingin makmur adalah marilah kita berproduksi dan sekaligus kita mengkonsumsi.Contoh nyata,sebagai gambaran,walaupun saya belum punya data secara empiris,adalah saat adanya tunjangan hari raya.Banyak sektor rumah tangga menerima kenaikan pendapatan,dan secara relative mengkonsumsinya.Telihat adanya geliat ekonomi,atau dengan kata lain berkah atau terdapat multipler efect.Yang menjadi hambatan tidak terjadinya multiflyer efect adalah bila peningkatan pendapatan sektor rumah tangga,uang yang tidak dikonsumsi dibelikan barang barang yang tidak produktif atau tidak ditabung dibank.Nah menurut hemat saya merupakan tugas pemerintah juga yang harus mengarahkan pola konsumsi rumah tangga agar produktif.Alangkah dahsatnya,bila pihak pemerintah membangun secara besar besaran rumah rumah yang dapat dihuni oleh masyarakat secara sewa.dan membangun sistem transportasi secara besar besaran,sehingga alokasi pendapatan dapat berupa konsumsi atau menjadi tabungan,yang mana dana tabungan dapat menjadi sumber investasi

    1. ismail Januari 17th, 2014 21:50 pm Balas

      Kepada Balqisanikh:

      Dalam pembangunan ekonomi yang terpenting adalah produksi (investasi).
      Dengan adanya investasi/produksi maka jumlah tenaga kerja meningkat, dan pada gilirannya kemampuan konsumsi juga meningkat (karena lebih banyak orang yang bekerja). Di samping itu,hasil produksi juga dapat diekspor, bukan hanya untuk konsumsi dalam negeri. Tetapi, tanpa produksi tidak ada yang dapat dikonsumsi karena tidak ada pendapatan dan tidak ada barang yang diproduksi.

      Justru untuk menarik investasi ini sangat sulit. Untuk menarik investasi, duperlukan kebijakan ekonomi baik kebijakan moneter maupun kebijakan fiskal. Jangan lupa, kita juga bersaing dengan negara lain yang ingin menarik investasi, misalnya Malaysia, Singapore, Thailand bahkan China.

      Untuk menstimulasi konsumsi sebenarnya agak mudah, misalnya dengan cara menurunkan suku bunga.

      Terima kasih.

  4. asuransi tripakarta Januari 26th, 2014 16:22 pm Balas

    This is a very good tip particularly to those fresh to the blogosphere.
    Simple but very precise info… Appreciate your sharing this one.
    A must read article!

  5. helki April 9th, 2014 18:20 pm Balas

    bagaimana hubungannya dengan ekonomi politik?, jenis-jenis sistem ekonomi politik sebenarnya apa saja

  6. mini mobile games April 15th, 2014 09:19 am Balas

    Excellent weblog here! Additionally your web site lots up very fast!
    What host are you using? Can I am getting your associate link for your host?
    I desire my website loaded up as fast as yours lol

  7. dhimas prakoso Juni 30th, 2014 01:10 am Balas

    Mungkin bisa diawali dengan kata2 Bung Karno : “Go to hell with your aid!” ?

  8. pro v4 male enhancement review September 23rd, 2014 11:33 am Balas

    Hey I know this is off topic but I was wondering if you
    knew of any widgets I could add to my blog that automatically tweet my newest twitter
    updates. I’ve been looking for a plug-in like this for quite some time
    and was hoping maybe you would have some experience with something like
    this. Please let me know if you run into anything.
    I truly enjoy reading your blog and I look forward to your new updates.

  9. Irfan TH. September 28th, 2014 22:13 pm Balas

    Bukan sistim ekonominya yang salah. Terbukti baik kerakyatan maupun liberal sama berhasil di beberapa negara tertentu seperrti yang dijelaskan diatas. Namun khusus kita di Indonesia mmemang agak berebda dari negara lain. Mungkin karena ada faktor lain sebagai biang kerok mengapa kita tidak bisa sejahtera padahal kita bangsa yang kaya. Salah satunya budaya kita yang tidak saling mendukung dalam bisnis. Kita maunya suskses sendiri sementara rival kita tenggelam itu lebih kita sukai. Kita tidak siap dengan persaingan, karena persaingan dianggap malapetaka. Kita lebih suka membodohi masyarakat daripada mengajaknya untuk lebih maju. Kita mau meniru ala negara lain cilakanya tidak cocok dengan budaya kita. Cina, misalnya bisnisnya bisa maju karena antara pengusaha kecil , sedang dan besar bisa bekerja sama. Nah kita, apa bisa kita bekerja sama?

Leave a Reply to Irfan TH.