DJADJANG DAN MAMAD HEBOH TENTANG KEN DAN BERNANKE
Pagi ini, tanggal 19 September 2013 Djadjang dan Mamad berdebat tentang melonjaknya IHSG dan beberapa saham, terutama blue chips. Semua media massa yang menggunakan ICT segera memberitakan bahwa Gubernur Bank Sentral AS Bernanke mengumumkan penundaannya melakukan tampering. Atas gaduhnya pemberitaan dan melonjaknya IHSG, Djadjang (Dj) dan Mamad (M) berdiskusi sebagai berikut. Dj tidak bersekolah sampai perguruan tinggi, tetapi banyak membaca dan banyak mengetahui kondisi lapangan. M lulusan S-3.
M : Djang, Amerika ini memang luar biasa hebatnya. Walaupun terkena krisis berat sejak tahun 2008 dengan meledaknya Wall Street, pengaruhnya masih demikian dahsyat terhadap perekonomian Indonesia. Mendadak saja IHSG dan nilai tukar rupiah hancur ketika Bernanke mengumumkan akan mulai dengan tampering. Tetapi dalam hitungan menit mendadak melonjak luar biasa ketika dia mengumumkan akan menunda tampering.
Dj : Kamu kan anggota KEN. Belum lama berselang dikatakan bahwa ekonomi Indonesia akan menjadi lima terbesar di dunia di tahun 2025. Setelah itu dikatakan terus menerus bahwa fundamental ekonomi Indonesia sangat kuat. Indonesia menjadi darling-nya investor asing, dollar masuk dengan deras, IHSG meningkat dan rupiah menguat.
M : Memang, tapi pengaruh Amerika kan sejak kapanpun luar biasa dahsyatnya ? Kalau mereka melakukan tampering, yang berarti bahwa pengeluaran sebesar USD 85 milyar setiap bulannya dikurangi, ya matilah kita.
Dj : Baru beberapa menit Bernanke bilang akan mulai dengan tampering, langsung hancur. Lantas ketika mengatakan toh ditunda saja, langsung melonjak. Sorenya hancur lagi. Aku mengamati pada tanggal 18 September sore hari harga saham Astra Rp. 6.100. Keesokan paginya, begitu BEI dibuka lompat sampai Rp. 7.400. Sore harinya pada penutupan BEI turun lagi menjadi Rp. 6.100 lagi. Yang aku tidak mengerti Mad, pengeluaran oleh pemerintah AS, yang terkenal di dunia dengan sebutan QE atau Quantitative Easing itu kan diserap oleh ekonomi AS sendiri dulu. Efek sampingannya baru mengalir keluar. Itupun kalau uang pemerintah dipakai untuk mengimpor barang. Tapi kalau ternyata dampaknya meningkatkan daya beli rakyat Amerika, agar produk-produk industrinya sendiri lebih laku, Indonesia kan tidak dapat aliran dananya ?
Lantas yang aku heran lagi, kalaupun banyak dari pengeluaran dollar oleh pemerintah Amerika yang mengalir ke Indonesia, kan butuh waktu ? Dampaknya kan tidak dalam hitungan jam-jaman atau bahkan menitan ?
M : Bisa Djang, buktinya kan begitu ? Dalam ekonomi faktor psikologis itu memegang peran sangat penting. Jadi orang yang pegang saham dan rupiah reaksinya terhadap ucapan-ucapan Bernanke langsung menit itu juga.
Dj : Kalau begitu apakah yang diprediksi oleh KEN bisa terwujud ?
M : Bisa, karena fundamentalnya memang kuat betul. Reaksi tadi kan psikologis yang hanya mencuat pada gejolak naik turun yang drastis, tapi durasinya sangat singkat.
Dj : Yang aku lihat di lapangan tidak begitu. Aku kan main saham terus. Saham-saham blue chips yang naik turunnya terkait cukup kuat dengan naik turunnya IHSG, naik turunnya itu diatur oleh investor asing. Mereka merupakan 70% dari seluruh volume perdagangan di BEI. Maka informasi tentang apakah asing net buy atau net sell menjadi acuan sangat penting buat orang-orang lapangan.
M : Coba jelaskan garis besarnya saja bagaimana prosesnya ?
Dj : Kita mulai dari IHSG 3.000. Asing merasa sudah waktunya membeli terus yang mengakibatkan kenaikan IHSG, karena pembeliannya membuat permintaan melampaui penawaran, terutama kalau mereka berani bayar yang diminta oleh yang menawarkan sahamnya. Maka akan naik terus sampai 4.500. Ketika itu, harga pokok rata-rata kan (3.000 + 4.500) : 2 = 3.750 ? Ketika IHSG mencapai 4.500, asing menentukan sudah waktunya menjual. Dengan menjual harga menurun terus. Mereka atur supaya ketika IHSG turun sampai 3.750, seluruh sahamnya sudah habis terjual. Mereka merealisasi labanya. Supaya jelas aku gambar sebagai berikut:
Mereka tunggu. Kalau waktu yang ditentukan sudah tiba mereka mulai membeli lagi. Jadi jual beli ini atas dasar strategi dan perhitungan rugi/laba. Tidak atas dasar pemerintah AS mengeluarkan uang atau tidak. Jumlah uang yang dipakai oleh para fund managers asing untuk jual beli di BEI, buat perusahaan mereka sangat-sangat kecil. Mereka tidak perlu siraman uang dari Bernanke untuk mengombang-ambingkan BEI.
Pola mereka bermain seperti yang digambarkan di atas dapat kita kenali sejak Bursa Efek kita diliberalisasi di bawah pimpinan Marzuki Usman sebagai Ketua Bapepam. Coba pelajari statistiknya.
Agam Juli 11th, 2014 10:18 am
Penjelasan yang sangat jelas bagi saya.
Jadi, sebenarnya QE tidang memberikan efek sama sekali terhadap perekonomian Indonesia?