ANJLOKNYA IHSG DAN TERPURUKNYA NILAI RUPIAH
Pencuatan yang mendadak
Penyebab utama dari anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan terpuruknya nilai tukar rupiah dengan pencuatan yang mendadak yalah struktur ekonomi kita yang sejak lama sudah sangat tidak sehat, tetapi diobati dengan cara yang tambal sulam. Bahkan sama sekali tidak diobati, melainkan diserahkan pada mekanisme pasar yang dibuat sebebas-bebasnya. Penjelasannya kami berikan dalam bab tersendiri dengan judul ANALISIS.
Kami tanggapi terlebih dahulu respons pemerintah yang serba panik, dan karena itu menjadi asal omong.
PAKET KEBIJAKAN PEMERINTAH
Menghapus PPn BM untuk produk yang sudah tidak termasuk barang mewah lagi.
Kalau barang seperti ini masih diimpor atau komponen impornya besar, penghapusan PPn BM akan meningkatkan impor yang bersifat menguras devisa.
Menurunkan impor migas dengan memperbesar biodiesel dalam solar untuk mengurangi konsumsi solar yang berasal dari impor.
Ini baik. Mengapa baru sekarang ?
Menetapkan pajak barang mewah lebih tinggi untuk mobil CBU dari rata-rata 75% menjadi 125% hingga 150%.
Banyak sekali mobil mewah dan bermerek yang sudah dirakit di Indonesia. Yang diimpor dalam bentuk bulit up sangat sedikit. Yang memberli orang-orang super kaya yang tidak tahu lagi untuk apa uangnya. Maka baginya kebutuhan sudah bergeser menjadi minta pengakuan sebagai orang “hebat”. Dan untuk itu berapapun harganya dibayar, karena uang mereka memang benar-benar melimpah. Apa artinya mengeluarkan uang untuk pamer mobil mewah kalau mereka mempunyai jet pribadi yang tidak bisa dipamerkan di jalan-jalan raya ? Kebijakan ini tidak akan efektif dalam menghadapi pemasalahan yang kita hadapi sekarang.
Menjaga stabilitas harga dan inflasi dengan cara mengubah tata niaga daging sapi dan hortikultura dari berbasis kuota menjadi berbasis harga.
Masalahnya bukan pola perdagangan, baik pada sisi volume, kuota ataupun harga. Yang menjadi masalah adalah pasokan yang sangat kurang.
Menyederhanakan perizinan dan mengefektifkan layanan satu pintu.
Keseluruhan proses pemberian izin untuk berinvestasi diberikan oleh satu atap, yaitu BKPM.
Kebijakan seperti ini sudah disuarakan selama berpuluh-puluh tahun. Yang terakhir oleh Chatib Basri sendiri ketika dia menjabat sebagai Kepala BKPM.
Pemberian izin yang cepat oleh satu atap memang berpengaruh, tetapi sama sekali tidak signifikan. Investor yang melihat laba untuk berinvestasi di Indonesia sudah menerima lamanya menunggu izin. Maka di masa lampau terjadi boom dalam investasi, walaupun lamanya menunggu izin seperti yang berlaku sekarang.
Pelayanan di bawah satu atap untuk pemberian izin berinvestasi, terutama dalam industri, memang tidak mungkin. Sangat banyak aspek yang melibatkan keakhlian banyak kementerian yang harus diteliti.
Aspek-aspek tersebut antara lain kesehatan, keamanan, kandungan impor, mewah dan tidaknya apa yang akan diproduksi, apakah akan mematikan industri yang sudah ada karena sudah terlampau banyak ? Semua wewenangnya kementerian-kementerian yang sudah ada. Kalau dalam suasana serba krisis seperti sekarang ini lantas panik, mengambil alih wewenang semua kementerian lainnya, siapalah para pejabat BKPM itu ?
Mempercepat Peraturan Presiden tentang Daftar Negatif Investasi (DNI) yang lebih ramah terhadap investor
Daftar Negatif Investasi (DNI) itu disusun dengan pertimbangan yang seksama supaya memajukan industri dalam negeri. Sekarang panik akan dibuat “ramah” terhadap investor asing lagi. Kebijakan zig-zag seperti ini sangat tidak adil terhadap investor dalam negeri yang sudah melakukan investasi atas dasar DNI yang ada.
Mempercepat investasi berbasis agro
Ini bagus, tetapi apa isinya dan bagaimana caranya ? Mengapa tidak menyuruh BUMN yang sudah ada, yaitu perkebunan-perkebunan besar milik negara ? Swasta tidak perlu didorong-dorong asalkan investasinya menguntungkan. Dalam kondisi yang tidak menguntungkan, tetapi rakyat membutuhkan produknya, perkebunan BUMN harus mengambil resiko toh melakukan investasi dan produksi. Itulah maksud dari BUMN yang miliknya pemerintah, yaitu sebagai alat pemerintah memenuhi kebutuhan rakyat bilamana sektor swasta tidak mampu atau tidak mau karena keuntungannya kurang memadai.
Menjaga pertumbuhan ekonomi
Menjadi berapa ? Dua hari sebelum pengumuman Paket Kebijakan Pemerintah, Menteri Keuangan masih bertahan pada 6%. Sekarang tidak mau menyebutkan kecuali mengatakan defisit APBN tahun 2013 tetap sebesar 2,38%. Jadi kalau defisit tetap 2,38% pertumbuhan pasti 6% atau lebih rendah dengan angka yang eksak ? Bagaimana menjelaskan hubungan kausal antara defisit APBN dan pertumbuhan ekonomi sampai angka dengan dua dijit di belakang koma ?
KEBIJAKAN BANK INDONESIA DALAM MENJAGA STABILITAS MAKRO EKONOMI
Memperluas jangka waktu term deposit valas menjadi dari 1 hari sampai 12 bulan.
Artinya orang boleh mendepositokan uangnya dalam dollar di bank-bank di Indonesia dengan jangka waktu hanya 1 hari, dua hari dan seterusnya. Kebijakan ini baik karena memberi fleksibilitas menarik depositonya dalam dollar setiap saat. Maksudnya supaya banyak orang yang menyimpan dollar di dalam negeri, karena toh bisa ditransfer ke luar negeri setiap saat. Biaya yang harus dibayar yalah menambah sifat foot loose dari deposito dalam dollar. Devisa yang demikian bukan milik Bank Indonesia, dan juga tidak dapat dipakai untuk menopang cadangan devisa, karena bisa diambil setiap saat oleh deposan. Lantas apa gunanya ? Lagi-lagi seperti panik.
Terkait inflasi
Pemerintah akan meredam gejolak harga dengan meningkatkan produksi dalam negeri. Sebagai pernyataan yang asal ngomong bagus. Tetapi bagaimana caranya ? Siapa yang harus melakukan ? BUMN atau para petani yang miskin ? Sejak SBY berkuasa, produksi diserahkan kepada para petani miskin. Yang punya tanah hanya rata-rata sebesar 0,3 hektar. 70% adalah buruh tani yang menggarap tanah miliknya para tuan tanah dengan perolehan dalam natura sebanyak 2/5 dari panennya. Lantas produksi mereka ditekan harganya karena dianggap bahan pokok. Jadi orang kaya membeli bahan pokok dengan harga murah atas penderitaan para petani. Para petani memberi subsidi kepada orang kaya dan tuan-tuan tanah. Sekarang akan banting setir dengan maksud mengendalikan inflasi yang harus efektif dalam waktu jangka pendek. Bukankah ini pernyataan yang panik ?
Bulog
Yang benar yalah memfungsikan BULOG sebagaimana mestinya. Memberi dana secukupnya, boleh merugi dengan megimpor dan menjualnya dengan harga yang lebih rendah atas beban APBN. Dengan demikian dalam jangka pendek harga terkendali dengan ketersediaan barang yang cukup. Syukur kalau BULOG memperoleh laba atau impas. Tetapi kalau harus merugi, apa salahnya kerugian dibiayai oleh APBN ? BULOG didirikan untuk menjamin senantiasa tersedianya bahan pokok dengan harga yang terjangkau.
Dalam transaksinya dengan volume barang dan penentuan harga untuk mencapai tujuan tersebut, BULOG bisa memperoleh laba, tetapi juga bisa merugi. Kalau merugi ditanggung oleh APBN. Sejak zaman kolonial BULOG sudah ada yang dinamakan Egalisatie Fonds, yang berarti Dana untuk Egalisasi, atau dana untuk membuat harga dan ketersediaan bahan pokok selalu stabil. Tetapi oleh Tim Ekonomi SBY tidak dipahami atau tidak mau paham karena telah di brain wash dengan dalil-dalil liberalisme atau neo liberalisme.
Maka praktek yang kita saksikan tidak demikian. Dalam kondisi serba krisis ini malahan berbicara tentang meningkatkan produksi yang tidak jelas juntrungannya tentang siapa yang harus melakukannya dan dimensi waktu apakah yang dipakai ?
Terkait neraca pembayaran
Dikatakan akan menarik aliran modal, baik dalam bentuk portfolio maupun dalam bentuk penanaman modal asing.
Para pemain asing di BEI sekarang ini sedang menjual portfolio secara besar-besaran karena sudah waktunya merealisasikan keuntungannya, dan dananya bisa diinvestasikan di negara lain yang lebih menarik dan stabil, yaitu Eropa dan AS, yang ekonominya mulai bangkit kembali. Bagaimana bisa meyakinkan bahwa Indonesia lebih menarik ?
Kalau yang dimaksud untuk tujuan jangka panjang, masalah kita adalah jangka sangat pendek, bahkan sekarang ini.
ANALISIS TENTANG KEBIJAKAN EKONOMI PEMERINTAH SBY DAN KONDISI SERBA KRISIS DEWASA INI
Gambaran dan penjelasan kasar
Investor asing di BEI yang terdiri dari perusahaan-perusahaan keuangan raksasa internasional memegang peran sekitar 70% dari seluruh volume perdagangan (spekulasi) saham. Ketika mereka merasa bahwa sudah waktunya menjual sahamnya, penjualan saham dengan volume besar dalam waktu singkat mengakibatkan penawaran jauh melampaui permintaan. Maka harga saham anjlok.
Hasil penjualan saham yang dalam rupiah ditransfer kembali ke negara-negara asaslnya dengan membeli dollar dalam jumlah besar. Permintaan terhadap dollar jauh melampaui penawarannya. Maka harga dollar terhadap rupiah melonjak, yang sama dengan terpuruknya nilai tukar rupiah.
Mengapa saham-saham dijual dalam volume besar dalam waktu singkat ? Karena mereka membeli saham terus menerus dengan harga yang meningkat terus, agar ada saja yang merasa tertarik menjual sahamnya kepada mereka. Maka IHSG meningkat terus dari sekitar 200 menjadi sekitar 5.700. Ini berarti bahwa harga pokok rata-ratanya 2.950 atau sekitar 3.000.
Menjual saham dengan volume besar dalam waktu yang singkat mengakibatkan harga juga menurun dalam waktu yang cepat. Ketika IHSG sudah mencapai 3.000 dan saham-saham mereka sudah terjual habis, rata-rata pendapatannya yalah (5.700 + 3.000) : 2 = 4.350. Karena rata-rata harga pokoknya 3.000, maka rata-rata labanya 4.350 – 3.000 = 1.350 atau 45% dari harga pokoknya yang 3.000.
Sekali lagi, hasil penjualan sahamnya yang dalam rupiah itu ditransfer kembali ke negaranya masing-masing. Ini berarti membeli dollar dalam volume besar, yang mengakibatkan permintaan jauh melampaui penawarannya. Maka harga dollar meningkat, yang berarti nilai tukar rupiah anjlok.
Gambaran di atas adalah gambaran yang sifatnya aggregate dengan perkembangan yang sifatnya trend jangka panjang, tetapi intinya mengandung kebenaran. Kami lakukan ini agar inti masalahnya menjadi sangat jelas.
Pola seperti ini telah lama berlangsung. Statistik menunjukkan bahwa sejak Bursa Efek kita diliberalisasi untuk pertama kalinya di bawah pimpinan Marzuki Usman, IHSG berfluktuasi dari 200 menjadi 600, menjadi 200 lagi, menjadi 600 lagi, menjadi 200 lagi dan kemudian naik terus sampai mencapai 5.700. Setelah itu baru menurun yang per hari ini sekitar 4.100. Jelas bahwa titik rendahnya tidak akan 200 lagi, tetapi mungkun sekitar antara 3.500 dan 3.800, yang pada waktunya di kemudian hari dinaikkan lagi oleh investor asing.
Arus masuk modal asing
Modal asing yang masuk untuk diinvestasikan dalam saham di BEI jelas menambah cadangan devisa kita, yang berarti penambahan supply valas. Inilah yang mengimbangi defisit yang tidak pernah berhenti dalam neraca jasa, dan kemudian juga defisit dalam neraca perdagangan.
Secara tradisional neraca perdagangan juga defisit. Namun dengan diobralnya sumber daya mineral yang boleh dikeduk oleh investor swasta, para penambang swasta itu secara besar-besaran mengeduk berbagai kekayaan mineral kita, dari emas, tembaga, perak sampai batu bara, sampai nikel dan apa saja. Begitu mineral terkeduk sampai di atas permukaan bumi, dikatakan PDB naik tanpa peduli milik siapa dan siapa yang menikmati PDB itu. Apakah mereka itu hanya segelintir pengusaha besar atau rakyat tidak dipedulikan. 68 tahun setelah jembatan emas dibangun, yang menikmati segelintir pengusaha swasta yang menempatkan diri sebagai komprador penambang asing, karena mereka sendiri tidak mampu menggarapnya sendiri. Mereka menggadaikannya lagi kepada perusahaan-perusahaan raksasa asing. Hasil penjualannya di pasar internasional yang juga dalam dollar menambah “cadangan devisa”.
Semua devisa yang masuk, apakah untuk investasi ke dalam saham, ataukah untuk didepositokan di bank-bank karena bunganya yang teramat tinggi dibandingkan dengan yang berlaku di Eropa dan Amerika Serikat, sifatnya foot loose. Demikian juga dengan hasil pengedukan kekayaan mineral yang bukan buatan mereka. Kekayaan alam itu diberikan oleh Tuhan kepada rakyat Indonesia. Tetapi oleh pemerintah SBY dibiarkan dikeduk oleh beberapa gelintir pengusaha swasta, baik Indonesia maupun asing, yang notabene tidak dapat dibedakan lagi karena polanya yang Ali-Asing.
Jadi semua kekurangan dalam perolehan devisa ditutupi oleh perolehan dana asing yang sifatnya foot loose, yang bisa lari setiap saat. Maka ketika dewasa ini mereka merasa sudah waktunya dilarikan, ambruklah IHSG dan nilai rupiah.
Struktur ekonomi yang masih bersifat kolonial
Ciri utama ekonomi kolonial yalah Indonesia yang dijadikan tempat pengedukan kekayaan alam, dan tempat penjualan barang yang sudah diolah dengan nilai tambah yang tinggi.
Ciri khas yang lain yalah ekonomi dualistik, yaitu daerah perkotaan yang elitnya sangat maju dan kaya, tetapi bersifat konsumtif, dan daerah yang bersifat tradisional, yaitu pertanian, perikanan dan peternakan dengan cara-cara yang sangat primitif. Maka mereka sangat miskin. Antara perkotaan dan perdesaan tidak ada kaitan yang sifatnya trickle down effect, di mana perkotaan menularkan kemakmurannya peda perdesaan. Juga tidak ada pull efect, di mana perdesaan ditarik ke atas pada kemakmuran yang lebih besar.
Kita dapat melihatnya dengan mata kepala sendiri dengan cara mengunjungi daerah-daerah, terutama yang sejak lama dikenali dengan nama kantong-kantong kemiskinan. Kita juga melihat dengan mata kepala sendiri daerah di sekitar Grand Indonesia yang terdiri dari lorong-lorong kecil, betapa kondisi rumah mereka yang jaraknya hanya sekitar 10 menit jalan kaki ke Grand Indonesia. Kita dapat menyaksikan sendiri manusia gerobak di tengah kota Jakarta yang megah. Dan kita juga dapat duduk di taman yang baru selesai dibangun pada waduk Pluit. Di seberangnya penuh dengan rumah sanga-sangat kumuh.
Para ekonom yang secara formal berpendidikan tinggi dengan sinis mengatakan bahwa indikator ekonomi kok dilihat dengan mata kepala. Baik, mari kita tengok Bank Dunia yang begitu disegani dan dipandang sangat tinggi oleh para ekonom lulusan universitas terbaik. Bank Dunia mengatakan bahwa kalau garis kemiskinan adalah pengeluaran USD 2 per hari per orang, maka 50% dari bangsa Indonesia tergolong miskin. Ini setelah kita 68 tahun merdeka, atau 68 tahun setelah kita selesai membangun jembatan emas menuju pada kemakmuran, kesejahteraan dan keadilan sosial. Artinya, orang Indonesia yang pendapatannya Rp. 600.001 per bulan bukan orang miskin. Lembaga yang mengatakan inilah yang oleh Presiden SBY beserta jajarannya dianggap sangat credible.
Antara perekonomian terbesar di dunia nomor 5 dan kepanikan dewasa ini
Belum lama berselang, media penuh dengan berita-berita eforia tentang Indonesia yang dalam waktu tidak lama lagi akan menjadi ekonomi terbesar nomor 5 di dunia. Komite Ekonomi Nasional atau KEN mendengungkan suara yang nyaring itu. Namun sekarang lain lagi suaranya setelah dalam waktu singkat cadangan devisa berkurang tajam, IHSG anjlok, nilai tukar rupiah terpuruk.
Mari dengan tenang dan berwawasan jangka panjang kita telaah lebih lanjut sebagai berikut.
Kekuatan nilai tukar rupiah
Nilai tukar rupiah stabil pada kisaran Rp. 8.000 untuk jangka waktu yang relatif lama. Penguasa bereforia mengatakan akan menjadi Rp. 7.000.
Di tahun 1969, nilai tukar rupiah terhadap dollar 1 USD = Rp. 387 dan nilai tukar Thai Bath adalah 1 USD = 20 Baht. Sekarang nilai tukar rupiah 1 USD = Rp. 10.500 atau terdepresiasi 27 kali lipat atau 2.600 %. Nilai tukar Thai Baht sekarang 1 USD = Baht 35, atau terdepresiasi 1,75 kalilipat atau 75%.
Apakah Presiden SBY yang salah ?
Apakah kesenjangan yang demikian besarnya kesalahan dari Presiden SBY yang berkuasa sejak tahun 2004 ? Tidak. Kondisi seperti ini sudah ada sejak kita merdeka, dan di tahun lima puluhan Prof. Sumitro Djojohadikusumo menggambarkannya lagi dalam bukunya yang berjudul “Ekonomi Pembangunan”.
Presiden SBY tidak membuat perekonomian seperti yang tergambarkan di atas, tetapi jelas bahwa beliau tidak mampu memperbaikinya selama beliau memerintah sejak tahun 2004. Sebaliknya lembaga-lembaga pemerintah dibentuk seperti KEN yang meniru Economic Council-nya Presiden Amerika Serikat, namun tanpa prestasi kecuali mengumandangkan slogan-slogan yang tidak pernah ada wujudnya.
Birokrasi membengkak sangat cepat dan menjadi sangat gemuk tanpa prestasi. Tentang ini akan kami tanggapi tersendiri dalam platform PDI-P yang lebih menyeluruh.
Ahmad Alhawarizmi September 6th, 2013 19:39 pm
Sungguh bagus cara anda berfikir anda Pak, cukup mendetil, walau banyak sebahasian hitung-hitungan bapak yang saya tidak mengerti. tapi walaupun demikian, menurut saya kita harus merobah paradigma ketergantungan terhadap bantuan asing. Hampir semua bahan dan hasil kekayaan kita diolah dan diimport dari luar negeri. Kita selalu merasa bahwa orang Indonesia tidak bisa mengolah kekayaan alam yang terbentang luas ini. Padahal bukan itu kenyataanya.
Banyak yang ingin melakukan perobahan dengan instan sehingga melakukan peminjaman dan membiarkan investor masuk semaunya asal mau membantu Indonesia, padahal disebalik itu Indonesia dirugikan. Bahkan untuk garam dan kebutuhan yang seharusnya bisa diswasembadapun masih disepelekan. Pemerintah tidak memberikan fokus pada rencana jangka panjang dan mencari selalu mencari solusi instan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Saya teringat terhadap perkataan Bung Karno pada asing
“Go to the hell with your aid!!”
Berbicara masalah perekonomian Indonesia, hal ini juga tidak terlepas dari pada kepentingan politik yang berujug pada praktek korupsi seperti yang terjadi akhir-akhir ini. Sapi, minyak, dan barang kebutuhan yang lain sudah habis dikorupsi. Jika hanya menyelesaikan ini hanya dengan perspektif perekomian, sementara hukum yang semestinya tidak berjalan, hal ini juga tidak menyelesaikan masalah.
by. cyber student
rasyeed September 19th, 2013 04:44 am
menarik sekali Prof.
kritikan dan analisanya berdasarkan butir butir kebijakan pemerintah, jadi lebih bisa difahami.
pertanyaan saya Prof, sebagaimana kita tau anda kan pernah masuk dalam struktur kabinet dan berperan sebagai penyelenggara negara dan berkontribusi aktif riil sebagai pemangku kebijakan.
menurut anda pemerintahan sekarang ini, mempunyai Visi yang jelas tidak dalam hal ekonomi, menurut saya pemeritah sekarang justru terlalu ingin merngkul semua masalah, jadinya bukan memecahkan masalah tapi makin ruwet karena tidak ada fokus pencapaian yang nyata, masihkan pemerintah sekarang mengacu pada tahapan yang di rencanakan melalaui GBHN, saya kira klo saja mau fokus pada Swasembada pangan itu sudah merupakan pencapain yang bagus, karena logikanya kan semua perlu makan, ketika makan murah, kinerja meningkat, produksi bertambah.
andai saja kebijakan pangan kita masih seperti zaman orde baru, dimana ada pemetaan dan persebaran titik titik perkebunan, persawahan masih adanya kelompok kelompok tani yang di bimbing dan diarahkan dengan kebijakan yang benar melalui koperasi koperasi unit desa bisa di optimalkan, bisa saja ketahanan pangan kita bisa kembali bahkan surplus dan menambah nilai eksport kita.
sekali lagi saya ucapkan terima kasih atas analisanya Prof. kalau di izinkan saya ingin menyebarkan dan mengutip analisanya untuk dijadikan bahan diskusi mahasiswa di Cairo.