'

Kategori

Follow Us!

Seminar Krisis Ekonomi Indonesia : Keberhasilan 53 Tahun Mafia Berkeley? (Bagian II)

APA HASIL AKHIR DARI KEBIJAKAN EKONOMI OLEH TIM EKONOMI PEMERINTAH YANG SENANTIASA TERDIRI DARI SATU KELOMPOK MASHAB PIKIRAN, DAN BERGANTUNG PADA KAPITALISME PARTIKELIR SERTA KEPERCAYAAN MUTLAK PADA KEAMPUHAN MEKANISME PASAR?

Dimulai dengan pertemuan yang ditulis sangat ilustratif, dan kebijakan yang terus menerus sangat liberal atas pendiktean 3 lembaga keuangan internasional, maka saat ini, setelah hampir 64 tahun merdeka, kondisi bangsa kita dapat digambarkan sebagai berikut :

Selama Orde Baru PDB memang meningkat dengan rata-rata 7% per tahun, yang sangat dibanggakan oleh Tim Ekonomi dan diagungkan oleh trio lembaga keuangan internasional dan oleh para korporatokrat di seluruh dunia. 

PDB adalah penjumlahan dari seluruh produksi barang dan jasa di Indonesia, tanpa mempedulikan bagaimana pembagiannya. Maka sekedar sebagai ilustrasi, misalnya PDB yang dalam tahun tertentu mencapai Rp. 5.000 trilyun, sangat mungkin dibentuk oleh 99% dari produsen di Indonesia, yang sebagian besarnya pengusaha asing.

Jadi kalau perusahaan tambang asing mengeduk sumber daya mineral yang sangat mahal harganya, dan pemerintah hanya memperoleh royalti dan pajak, nilai dari sumber daya mineral yang sangat mahal itu milik perusahaan tambang asing, tetapi di dalam statistik kita masuk ke dalam Produk Domestik Bruto. Kalau yang milik perusahaan asing dikeluarkan, namanya Produk Nasional Bruto (PNB). PNB tidak pernah dipakai sebagai indikator ekonomi yang penting oleh Tim Ekonomi Pemerintah yang memegang kekuasaan dan kendali ekonomi sampai saat ini.

Pada waktu mineral yang sangat besar nilainya itu diboyong ke negerinya, dalam statistik kita dicatat sebagai ekspor yang merupakan komponen dari PDB.

Bagaimana pembagian dari PDB yang terus menerus meningkat itu? Walaupun tidak dapat dijadikan gambaran yang akurat tentang pembagiannya, sebagai indikasi dapat dikemukakan sebagai berikut.

Data tahun 2003 menunjukkan bahwa jumlah seluruh perusahaan 40,199 juta. Yang berskala besar 2.020 perusahaan atau 0,01%. Yang tergolong UKM sebanyak 40,197 juta perusahaan atau 99,99%.

Andil UKM yang 99,99% dari seluruh perusahaan dalam pembentukan PDB hanya 56,7%, sedangkan Usaha berskala besar dan raksasa yang hanya 0,01% itu andilnya sebesar 43,3%

Andil UKM dalam penyerapan tenaga kerja sebesar 99,74%. Alangkah tidak adilnya, karena sekian banyak orang hanya terlibat dalam UKM yang tentunya pendapatannya juga minimal.

Negara kita yang kaya dengan minyak telah menjadi importir neto minyak untuk kebutuhan bangsa kita. 90% dari minyak kita dieksploitasi oleh perusahaan-perusahaan minyak asing. Pembagian hasil minyak yang prinsipnya 85% untuk Indonesia dan 15% untuk kontraktor asing kenyataannya sampai sekarang 70% untuk bangsa Indonesia dan 30% untuk perusahaan asing. Minyak milik rakyat Indonesia harus dijual kepada rakyat yang memilikinya dengan harga yang ditentukan oleh New York Mercantile Exchange (NYMEX); tidak oleh para pemimpin bangsa sesuai dengan kepatutan dan daya beli rakyat, seperti yang direncanakan sejak semula oleh para pendiri bangsa kita.
Negara yang dikaruniai dengan hutan yang demikian luas dan lebatnya sehingga menjadikannya negara produsen eksportir kayu terbesar di dunia dihadapkan pada hutan-hutan yang gundul dan dana reboisasi yang praktis nihil karena dikorup. Walaupun telah gundul, masih saja terjadi penebangan liar yang diselundupkan ke luar negeri dengan nilai sekitar 2 milyar dollar AS.
Sumber daya mineral kita dieksploitasi secara tidak bertanggung jawab dengan manfaat terbesar jatuh pada kontraktor asing dan kroni Indonesianya secara individual. Rakyat yang adalah pemilik dari bumi, air dan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya memperoleh manfaat yang sangat minimal.
Ikan kita dicuri oleh kapal-kapal asing yang nilainya diperkirakan antara 3 sampai 4 milyar dollar AS.
Hampir semua produk pertanian diimpor.
Pasir kita dicuri dengan nilai yang minimal sekitar 3 milyar dollar AS.
Republik Indonesia yang demikian besarnya dan sudah 62 tahun merdeka dibuat lima kali bertekuk lutut harus membebaskan pulau Batam dari pengenaan pajak pertambahan nilai setiap kali batas waktu untuk diberlakukannya pengenaan PPN sudah mendekat, dan sekarang telah menjadi Kawasan Bebas Total buat negara-negara lain, tetapi terutama untuk Singapura, sehingga bersama-sama dengan pulau Bintan dan Karimun praktis merupakan satelitnya negara lain. Tim Ekonomi menjadikan tidak datangnya investor asing sebagai ancaman untuk semua sikap yang sedikit saja mencerminkan pikiran yang mandiri.
Industri-industri yang kita banggakan hanyalah industri manufaktur yang sifatnya industri tukang jahit dan perakitan yang bekerja atas upah kerja yang mendekati perbudakan seperti yang dapat kita saksikan dalam film “The New Rulers of the World” buatan John Pilger.
Pembangunan dibiayai dengan utang luar negeri melalui organisasi yang bernama IGGI/CGI yang penggunaannya diawasi oleh lembaga-lembaga internasional. Sejak tahun 1967 setiap tahunnya pemerintah mengemis utang dari IGGI/CGI sambil dimintai pertanggung jawaban tentang bagaimana dirinya mengurus Indonesia? Mulai tahun lalu CGI memang dibubarkan, tetapi pembubaran itu hanyalah pura-pura. Kenyataannya APBN kita masih sangat tergantung pada utang luar negeri dari Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia dan negara-negara anggota CGI terpenting.
Utang dipicu terus tanpa kendali sehingga sudah lama pemerintah hanya mampu membayar cicilan utang pokok yang jatuh tempo dengan utang baru atau dengan cara gali lubang tutup lubang. Pembayaran untuk cicilan utang pokok dan bunganya sudah mencapai 25% atau lebih dari APBN setiap tahunnya.
Dalam pemerintahan Megawati 3 jet tempur AS tipe F-18 mengepung 1 F-16 di atas Bawean Jawa Timur tanpa izin memasuki wilayah RI, yang mengawal kapal perang induk yang juga masuk ke dalam wilayah RI tanpa izin. Ketika pilot kita memperingatkan, pesawat F-18 mengeluarkan senjatanya. Setelah pilot kita mengatakan tidak mau baku tembak, dan hanya mau menjelaskan, dijawab singkat oleh pilot AS, bahwa setelah mendarat dan pada waktunya, dia akan minta izin. Minta izin setelah kejadian. Sungguh pelecehan dan penghinaan terang-terangan dan luar biasa, karena TNI kita memang hanya mempunyai F-16 ketika itu.
Dalam pemerintahan SBY-JK, kapal nelayan Indonesia tidak sengaja tersesat ke dalam wilayah Auatralia. Seluruh isi kapal dipindahken ke geladak kapal perang Australia. Kapal nelayan kita digranat berkali-kalik, dan setiap granat meledak, orang-orang Australia yang ada di geladak kapal itu bersorak sorai, dan para nelayan kita menangis. Tragedi ini berlangsung terus sampai kapal nelayan Indonesia tenggelam. Adegan ini ditayangkan di TV Indonesia tanpa pemerintahnya berdaya melindungi atau membela para nelayan kita yang naas dan sangat mengenaskan itu.
Dalam pemerintahan Megawati telah dirintis membangun industri pertahanan dengan 4 industri strategis yang sudah kita miliki. Study-nya dilakukan oleh experts China yang dibiayai oleh pemerintah China sebagai hibah. Mereka bekerja keras dan sudah praktis selesai dengan studi tahap pertama. Mereka mengatakan bahwa PT Dirgantara mesin-mesinnya sangat bagus, bisa dipakai untuk membuat banyak hal. Dengan PT PAL, PINDAD, PT Dirgantara dan Karakatu Steel, Indonesia sudah bisa mulai membangun industri pertahanan yang sangat lumayan tanpa investasi lagi. 

Begitu pemerintahan diganti oleh pemerintahan SBY-Kalla, Kepala dari Executing Agency-nya, Menteri BPPT memanggil saya dan wakil Dubes China, Tan Wei Wen untuk menjelaskan bagaimana riwayatnya. Setelah mendengarkan ceritera kami, seorang Deupty muda hanya memberi komentar : “Why China, why not USA?“. Habislah riwayat perintisan ini, dan sekarang Krakatau Steel mau dijual. Entah apa nasibnya PT Dirgantara. Yang jelas Indonesia tidak mempunyai industri pertahanan yang memadai.

POKOK-POKOK KEBIJAKAN DALAM MENGHADAPI KRISIS GLOBAL

Sejak tahun 2008 meledak krisis balon derivatif keuangan di AS yang demikian besar dan demikian dahsyatnya, sehingga seluruh dunia sekarang ini sedang mengalami proses yang menyakitkan dan sangat tidak menentu.

Kondisi ekonomi Indonesia seperti yang tergambarkan di atas tentu tidak dapat menghadapinya dengan mantab, karena tidak ada dana, Kecuali itu, rupanya kondisi keuangan negara juga jauh lebih parah daripada yang diketahui oleh masyarakat.

Maka tindakan-tindakannya hanya sporadis dan compang-camping. Mari kita telusuri sebagai berikut.

Rp. 60 trilyun APBN 2008 tidak dapat diserap yang berarti kontraktif. Tapi digembar-gemborkan tahun 2009 akan ada stimulus fiskal Rp. 73,1 trilyun, yang per saldo hanya Rp. 13,1 trilyun saja atau US$ 1,062 milyar (kurs Rp 12.000 per dollar AS). Ini hanya 0,19% saja dari PDB yang Rp. 7.000 trilyun. Katanya akan bisa dicapai macam macam. 

AS yang jumlah stimuls fiskalnya hampir 10% dari PDB-nya, Presiden Obama ngomongnya tidak sesombong Tim Ekonomi kita. Dengan jumlah stimulus fiskal sebesar US$ 900 milyar, Presiden Obama hanya berani mengatakan akan menciptakan lapangan kerja sebanyak 3 sampai 4 juta orang dalam 2 sampai 3 tahun ke depan. Pemerintah Indonesia dengan stimulus fiskal neto sebesar Rp. US$ 1,062 milyar mengatakan akan menciptakan lapangan kerja sebesar 3 juta orang juga, yang tidak dirinci selama berapa tahun. Mungkin dalam setahun?

Dikatakan cadangan devisa cukup banyak, tetapi menerbitkan obligasi dalam dollar dengan suku bunga antara 10 sampai 11% dalam denominasi dollar AS. Kalau kita menaruh uang kita dalam deposito rupiah di bank dalam negeri, maksimal hanya mendapat 9%.
Sekarang Gubernur BI mengatakan rupiah akan stabil, karena akan mendapat rembesan dollar AS dari uang yang dicetak secara besar-besaran oleh pemerintah AS. Lho, mereka selalu menganggap mencetak uang adalah kebijakannya orang yang tidak waras. Sekarang mengandalkan pencetakan uang oleh pemerintah AS untuk menstabilkan nilai rupiah. 

Di AS sendiri dan di Eropa kebijakan dan tindakan ini dinilai sangat kontroversial dan menyulut perdebatan yang sedang berlangsung.

Dalam waktu dua bulan, nilai rupiah merosot dari sekitar Rp. 9.000 menjadi Rp. 12.000 atau 33%. Di tahun 1969 1 dollar = Rp. 378. Thai Bath ketika itu 20 per US$. Sekarang Thai Bath 36 per US$, tapi rupiah sudah 12.000 per US$. 

Dalam kurun waktu yang sama, Thai Bath terdepresiasi sebesar 80%, tetapi rupiah terdepresasi sebanyak 3.075%.

Inilah secara singkat hasil dari kebijakan Tim Ekonomi yang kiprahnya selalu didasarkan atas Fundamentalisme Mekanisme Pasar, dan anti BUMN serta anti Campur Tangan Pemerintah yang mencukupi.

GURUNYA SUDAH KENCING BERDIRI, MURIDNYA MASIH TIDUR; TIDAK MAU MENCETAK UANG SEPERTI LARRY SUMMERS, TIM GEITHNER DAN BERNANKE?

Sebelumnya Robert Mugabe, Swiss dan Inggris sudah mencetak uang juga.

Robert Mugabe yang mencetak uang diikuti oleh Swiss, Inggris dan sekarang oleh Amerika Serikat. Indonesia tidak ikut-ikutan, tetapi senang dengan prospek akan mendapat rembesan dollar AS hasil cetakan ini supaya rupiah diperkuat nilainya. Negara bangsa apa sih Indonesia ini di mata para penguasa ekonomi kita?

Menjadi sangat menarik juga, apa sikap mereka sekarang, ketika di AS, Eropa dan negara-negara Barat yang sumber dan pusatnya kapitalisme partikelir dan mekanisme pasar ternyata tidak alergi dan tidak mengharamkan BUMN, tidak mengharamkan nasionalisasi dan juga tidak mengharamkan campur tangan pemerintah yang mendalam?

Newsweek tanggal 2 Maret 2009 memuat cover story yang berjudul “The Reeducation of Larry Summers”. Oleh penulisnya, Michael Hirsh dan Evan Thomas, Larry Summers diminta untuk menjelaskan bagaimana dia telah berubah? Bagaimana dia mengedukasi dirinya sendiri sejak era bebas-bebasan di tahun sembilan puluhan, di mana Summers menjadi bagian dari pemerintahan dengan dunia keuangannya yang menjadi sangat liar, lepas kendali dan menjadi malapetaka seperti ini?

Summers ditanya bagaimana dia mengedukasi dirinya sendiri karena seperti kita ketahui, dengan apa yang dinamakan bail out plan yang mendekati US$ 900 milyar, Larry Summers (Ketua Economic Council Presiden) dan Timothy Geithner (Menteri Keuangan) tidak mempunyai hambatan sedikitpun untuk menjadikan perusahaan swasta menjadi BUMN 100%.

Larry Summers menjawabnya dengan mengutip Keynes yang pernah mengatakan : “Kalau situasi dan kondisi berubah, saya mengubah pendapat saya.”

Pernyataan ini tentu dapat dibenarkan, walaupun sulit dipahami karena dia di masa lalu dalam kedudukan yang ikut membiarkan menjadi hancur leburnya dunia keuangan sekarang ini, karena selalu hakul yakin akan kemampuan mekanisme pasar dan kapitalisme partikelir. Sekarang terpaksa harus menasionalisasi banyak perusahaan swasta besar dan harus banyak melakukan regulasi, bahkan mencetak uang.

RELEVANSINYA LARRY SUMMERS BUAT INDONESIA

Mengapa Larry Summers relevan buat Indonesia? Karena dia sebagai Menteri Keuangannya Presiden Clinton demikian besar perannya memaksa Indonesia menuruti apa saja yang dikatakan oleh IMF. Saya sendiri yang harus berhadapan dengannya, karena ketika itu saya menjabat Menko EKUIN yang sangat menentang kebijakan tertentu dari IMF.

Larry Summers yang didampingi oleh Tim Geithner beserta 4 staf lainnya di tahun 2000 menegur saya sebagai Menko EKUIN, mengapa saya selalu saja tidak setuju dengan kebijakan IMF yang sangat mendasarkan diri pada mekanisme pasar. Mengapa saya menentang kebijakan IMF dalam hal obligasi rekapitalisasi perbankan dan cara menghitung CAR beserta penyelesaiannya?

Beliau dan staf mengetahui semua pikiran dan kebijakan saya secara mendetil yang tidak mungkin diketahui kalau tidak mengikuti rapat-rapat yang saya pimpin. Dan Larry Summers beserta staf tidak pernah hadir. Apa artinya? Ada agen mereka yang pejabat tinggi Indonesia mengikuti rapat-rapat koordinasi Menko EKUIN-nya.

PAUL KRUGMAN DAN IMF

Tentang IMF ini, dalam bukunya terbaru yang berjudul “The Return of Depression Economics and the Crisis of 2008” di halaman 115 Paul Krugman menulis tentang kebijakan IMF menangani krisis di Indonesia tahun 1997 sebagai berikut :

“Banyak orang berpendapat bahwa sebenarnya IMF dan Departemen Keuangan Amerika Serikat yang de facto mendiktekan kebijakan IMF yang menyebabkan krisis, atau paling tidak salah menanganinya (mishandled) yang membuat krisis semakin parah. (KKG : Menteri Keuangan AS ketika itu Larry Summers). Apakah mereka benar?

Marilah kita mulai dengan bagian yang termudah : dua hal yang IMF jelas melakukan kesalahan.

Pertama, ketika IMF diminta bantuannya oleh Thailand, Korea dan Indonesia, mereka segera mendiktekan kebijakan fiskal yang ketat, yaitu menaikkan pajak dan mengurangi pengeluaran pemerintah untuk menghindari defisit anggaran. Sangat sulit dimengerti mengapa IMF melakukan ini karena di Asia (berbeda dengan di Brasil setahun kemudian), tidak ada seorangpun kecuali IMF yang menganggap defisit anggaran sebagai masalah yang penting. Upaya untuk memenuhi target pengetatan anggaran tersebut mempunyai dampak negatif ganda untuk negara-negara yang bersangkutan; di mana arahan IMF ini dilaksanakan, dampaknta memperburuk resesi melalui pengurangan permintaan. Kalau tidak dilaksanakan, karena IMF gembar-gembor, mengakibatkan kepanikan bahwa perekonomian seolah-olah tidak terkendali. (KKG : Sekarang Larry Summers bersama-sama dengan Bernanke, Gubernur Bank Sentral AS menurunkan suku bunga sampai mendekati nol persen.

Kedua, IMF menghendaki reformasi “struktural”, yaitu perubahan-perubahan dalam bidang-bidang yang tidak ada hubungannya dengan kebijakan fiskal dan moneter sebagai persyaratan untuk memperoleh pinjaman dari IMF. Beberapa dari reformasi ini seperti penutupan bank-bank sangat diragukan relevansinya dalam menanggulangi krisis keuangan. Kebijakan lainnya, seperti penghapusan pemberian monopoli kepada para kroni-kroninya sang Presiden tidak ada hubungannya sama sekali dengan mandat atau kewenangan IMF. Pemberian monopoli dalam perdagangan cengkeh memang hal yang buruk, contoh yang paling mencolok dari crony capitalism. Tetapi apa hubungannya ini dengan pelarian rupiah ke dalam dollar?”

Demikian Paul Krugman tentang IMF. Dengan krisis ini rasanya IMF dibubarkan saja, secara regional diciptakan lembaga keuangan seperti ini. Negara-negara ASEAN-Plus sudah punya.

Belum lama ini dalam konperensi tingkat tinggi Uni Eropa, IMF disuntik dana sebesar US$ 500 milyar oleh Uni Eropa, tetapi lebih dari US$ 450 milyar akan dipakai oleh Uni Eropa sendiri. Jadi IMF de facto sudah menjadi lembaga keuangan regional.

Maka kalau Mafia Berkeley masih ingin tetap berkuasa, harus mulai berbaik-baikan dengan China, Jepang dan Korea Selatan. Menirulah Larry Summers. Katakan kepada negara-negara ini : “Since circumstances change, we, Partai UI in Depok change also.”

Oleh Kwik Kian Gie

Jika anda menyukai artikel ini, silahkan memberikan komentar atau berlangganan RSS feed untuk menyebarkan ke pembaca feed anda.

3 responses to "Seminar Krisis Ekonomi Indonesia : Keberhasilan 53 Tahun Mafia Berkeley? (Bagian II)"

  1. Legendofme Juli 13th, 2011 01:10 am Balas

    Saya salah satu lulusan FE UI, yang dlm tulisan Bapak sering disebut “partai UI Depok”. Namun, saya merasa mendapat pencerahan dari tulisan Bapak. Memang selama ini sngt terasa mahzab ekonomi yg diajarkan di FEUI sangat fundamentalis pasarnya.

    Mungkin benar statement Bapak bhwa FE UI Depok adalah tmpat kaderisasi mafia berkeley. Dan sangat disayangkan krn putra putri terbaik Indonesia d bidang ekonomi justru terdoktrin di kuliahnya utk memercayai aliran ekonomi fundamentalis pasar secara membabibuta.

    Saya sangat salut dan berterima kasih atas perjuangan Bapak mengedukasi rakyat melalui artikel maupun talkshow di tv. Jika Bapak tdk keberatan, saya ingin membaca tulisan2 Bapak yg lain yg blm ditampilkan di situs ini, mohon dikirimkan ke email saya.
    Semoga Bpk KKG diberikan kesehatan dan panjang umur. GBU

    Terima kasih

  2. bagus Mei 16th, 2012 00:34 am Balas

    salam sejahtera buat pak KKG,

    saya hanyalah mahasiswa miskin dari desa yang tak tahu menahu soal ekonomi,pak KKG ? adakah caara untuk bisa membuat bangsa ini sembuh dari penyakitnya ? kalau di dunia nyatanya negara kita itu sudah kaya orang kena stroke+kanker+buta+tuli+kencing manis+jantung+gagal ginjal+tumor+dll.

    misalnya ada ? boleh gag saya tahu pendapat bpk ? jujur saja sebagai orang desa ,saya juga sudah merasa jenuh jadi warga negara indonesia ,,, pada bilang merdeka tapi nyatanya saya kug seperti jadi sapi perahnya saja, pak.

  3. Ferdinand Agustus 12th, 2013 15:46 pm Balas

    menurut saya faham ekonomi yang diajarkan di fakultas ekonomi saat ini bukan hanya di FE-UI saja, tetapi juga seluruh fakultas ekonomi di perguruan tinggi di indonesia. secara pribadi, saya bangga dengan Pak Kwik dengan usianya yang saat ini bisa di bilang tidak muda lagi masih konsisten dengan faham Nasionalisme-Sosialismenya dan anti Neoliberalisme-Kapitalisme barat. dengan berbagai tulisan dan seminar yang telah di publikasikan mudah-mudahan rezim pemerintahan saat ini dan nantinya sadar bahwa negara kita sudah masuk dalam cengkraman Neoliberalisme-Kapitalisme. semoga Pak Kwik sehat-sehat selalu. GBU …

Leave a Reply