Pemberantasan Korupsi Preventif Melalui Perbaikan Lingkungan Kehidupan Manusia Indonesia (Artikel 1)
SEBERAPA PENTING KKN DIBERANTAS?
Jelas sangat penting. Pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) harus menjadi prioritas yang paling utama, karena kalau tidak, apapun yang dilakukan hasilnya tidak akan optimal. KKN adalah akar dari praktis semua permasalahan bangsa yang sedang kita hadapi dewasa ini. KKN is the roots of all evils. KKN tidak terbatas pada mencuri uang, tetapi lambat laun juga merasuk ke dalam mental, moral, tata nilai dan cara berpikir. Sejak zaman Yunani kuno sudah dikenali adanya pikiran yang sudah teracuni oleh korupsi. Maka sangat sering kita baca istilah corrupted mind.
Daya rusaknya KKN sangat dahsyat, karena sudah menjadikan orang tidak normal lagi dalam sikap, perilaku dan nalar berpikirnya. Bagaimana prosesnya akan saya bahas belakangan. Berbeda dengan kelaziman yang memulai dengan diagnosa dan setelah itu baru mengemukakan terapinya, saya akan langsung mengemukakan bagaimana cara memberantas KKN yang konkret dalam bentuk langkah-langkah dan tindakan-tindakan yang jelas secara teknis dapat diwujudkan.
Setelah itu baru saya bahas betapa KKN sudah merusak segala sendi kehidupan bangsa, dan bagaimana prosesnya menuju pada perusakan. Bagian ini perlu kita hayati supaya kita satu keyakinan, satu persepsi dan satu tekad dalam memberantas KKN yang sudah demikian hebat merusaknya.
Dalam mencoba menemukan konsep yang konkret dan dapat dilaksanakan, titik tolak adalah manusianya yang harus dibuat bebas KKN atau takut melakukan KKN.
Perangkat hukum, lembaga-lembaga, sistem, prosedur pengambilan keputusan, transparansi dan sebagainya bukannya tidak penting. Tetapi otak manusia yang tidak terbatas kemampuannya akan selalu mampu menyelewengkan atau menghindari segala sesuatunya itu.
KONSEP PEMBERANTASAN KKN
Konsep tentang cara pemberantasan KKN mengandung beberapa tindakan yang menyangkut berbagai bidang yang satu dengan lainnya terkait dengan erat.
Konsep Carrot and Stick atau Kecukupan dan Hukuman
Konsep dasar pemberantasan korupsi sederhana, yaitu menerapkan carrot and stick. Keberhasilannya sudah dibuktikan oleh banyak negara, antara lain Singapura dan yang sekarang sedang berlangsung di RRC.
Carrot adalah pendapatan bersih (net take home pay) untuk pegawai negeri, baik sipil maupun TNI dan POLRI yang jelas mencukupi untuk hidup dengan standar yang sesuai dengan pendidikan, pengetahuan, tanggung jawab, kepemimpinan, pangkat dan martabatnya. Kalau perlu pendapatan ini dibuat demikian tingginya, sehingga tidak saja cukup untuk hidup layak, tetapi cukup untuk hidup dengan gaya yang “gagah”. Tidak berlebihan, tetapi tidak kalah dibandingkan dengan tingkat pendapatan orang yang sama dengan kualifikasi pendidikan dan kemampuan serta kepemimpinan yang sama di sektor swasta.
Stick atau arti harafiahnya pentung adalah hukuman yang dikenakan kalau kesemuanya ini sudah dipenuhi dan masih berani korupsi. Mengingat akan tingkat atau magnitude korupsi sudah sedemikan dalam dan menyebar sedemikan luasnya, hukumannya tidak bisa tanggung-tanggung, harus seberat-beratnya.
Reformasi Birokrasi
Untuk menjalankan roda pemerintahan secara optimal, struktur seluruh pemerintahan perlu ditinjau kembali dengan cara meneliti sedalam-dalamnya dengan maksud supaya jumlah kementerian benar-benar memang diperlukan.
Tugas dan fungsi pokok setiap Menteri dan Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) juga dirumuskan yang sejelas-jelasnya, agar tidak terjadi tumpang tindih dan duplikasi dengan kementerian lainnya.
Optimasi setiap Kementerian dan LPND
Jumlah pegawai negeri kita sekitar 4 juta orang. Kalau kita secara sekilas saja memperhatikan besarnya gedung-gedung departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND), serta gedung-gedung pemerintah lainnya, segera saja muncul pertanyaan di benak kita, berapa pegawai negeri yang bekerja di dalamnya. Lebih-lebih lagi sulit dibayangkan apa saja yang dikerjakan selama jam-jam kerja.
Jumlah PNS yang demikian besarnya tentu tidak terlepas dari kenyataan bahwa selama RI berdiri sampai sekarang tidak pernah dilakukan audit terhadap struktur organisasi, jumlah personalia, garis-garis komunikasi, rentang kendali atau span of control, sistem dan prosedur pengambilan keputusan dan sebagainya.
Maka berlakulah apa yang dalam dunia ilmu organisasi dan manajemen dikenal sebagai “Hukum Parkinson”. Teori ini mengatakan bahwa manusia selalu mempunyai kebutuhan dirinya dianggap penting oleh sekelilingnya. Simbol bahwa dirinya penting adalah kalau dapat memperlihatkan dirinya mempunyai banyak anak buah. Maka tanpa sadar bagaikan hukum alam setiap orang dalam organisasi ingin menunjukkan bahwa dirinya penting dengan mengangkat bawahan. Bawahannya ingin dianggap penting dengan cara mengangkat bawahannya juga. Semakin banyak bawahannya semakin dianggap penting kedudukannya dalam masyarakat. Dengan berlakunya teori ini yang sampai dinamakan “hukum alam”, setiap organisasi mempunyai kecenderungan membengkak tanpa ada gunanya.
Dalam organisasi perusahaan sudah menjadi kebiasaan bahwa secara teratur, misalnya setiap 3 sampai 5 tahun sekali, organisasinya di-audit. Diteliti oleh para ahli organisasi dan manajemen apakah organisasinya masih optimal untuk mencapai tujuan dari organisasi yang bersangkutan.
Caranya, para ahli atau konsultan itu tidak melihat pada struktur organisasi yang ada. Mereka mewawancarai pimpinan tertinggi sampai habis-habisan tentang tujuan apa yang hendak dicapai oleh organisasinya. Kesemuanya ini direnungkan dengan mendalam. Para ahli dan konsultan menggunakan keahliannya menyusun organisasi yang pas dan yang optimal untuk mencapai tujuan organisasi. Yang disusun bukan hanya strukturnya, tetapi juga jumlah personalianya, kualifikasinya, tugas, tanggung jawabnya, sistem dan prosedur pengambilan keputusan, sistem komunikasi dan rentang kendali organisasi atau span of control.
Setelah keseluruhan dari organisasi yang ideal terbentuk, dibicarakan mendalam dengan para pimpinan kunci untuk penyempurnaannya. Setelah sempurna betul dan menjadi milik pimpinan organisasi, pimpinan tersebut dengan sendirinya mempunyai komitment tinggi untuk merealisasikannya.
Keseluruhan gambar dan penjelasan dari organisasi yang optimal ini dibandingkan dengan organisasi yang ada. Hampir dapat dipastikan bahwa organisasi yang ada terlampau besar, acak-acakan, garis-garis komunikasi simpang siur dan tumpang tindih dan sebagainya. Adalah tugas pimpinan organisasi – yang kalau perlu dapat didampingi oleh para konsultan manajemen – yang mengubah organisasi yang ada menjadi yang baru.
Prosedur ini dinamakan structure follows strategy. Ini adalah kebalikan dari yang biasa kita alami. Setiap kali organisasi baru dibentuk atau organisasi lama hendak dibenahi, yang pertama dilakukan adalah menggambar struktur organisasi yang sudah kita kenal, yaitu kotak-kotak yang disusun secara vertikal dan horisontal. Setelah struktur selesai barulah diisi dengan nama-nama orang-orang yang akan ditempatkan dalam posisi yang sudah digambarkan dalam kotak-kotak tersebut. Prosedur ini sangat salah, tetapi sangat lazim dilakukan orang karena keawamannya dalam bidang ilmu organisasi dan ilmu manajemen. Prosedur yang salah ini disebut strategy follows structure. Jelas bahwa strategi dikalahkan oleh organisasi yang disodorkan. Bagaimana mungkin tujuan dapat tercapai secara optimal?
Kita bayangkan apa jadinya kalau birokrasi kita yang selama 63 tahun tidak pernah di-audit seperti yang digambarkan di atas, dan coba dibayangkan betapa jumlah PNS dapat diperkecil dengan segala penghematan yang menyertainya.
Apa hubungan reformasi birokrasi yang digambarkan ini dengan pemberantasan korupsi? Hubungannya sangat erat. Saya sangat yakin bahwa kalau birokrasi disusun sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai tujuannya yang optimal, jumlah PNS dapat diperkecil banyak sekali. Pengeluaran untuk gaji, ruang kerja, ATK, listrik, biaya perjalanan dan sebagainya akan dapat dihemat dalam jumlah yang besar. Dampaknya adalah tersedianya sebagian dana yang dibutuhkan untuk menaikkan pendapatan bersih yang dibutuhkan untuk memberlakukan carrot and stick. Dengan pendapatan yang jelas cukup, bahkan cukup “mewah” atau comfortable, kita dapat dengan tenang menghukum seberat-beratnya yang masih melakukan korupsi.
Dampak yang tidak langsung berhubungan dengan pemberantasan korupsi dari reformasi birokrasi adalah efektivitas dari birokrasi. Karena birokrasi menciut, kita dapat menempatkan orang-orang yang paling kapabel. Mereka pasti mau karena pendapatan bersihnya sangat memadai dan sama dengan kalau mereka bekerja di sektor swasta yang pendapatannya sudah didasarkan atas merit system dan tingginya sudah sama dengan yang berlaku di segmen-segmen lain masyarakat dalam segala jenjangnya.
Sistem Penggajian (Salary System)
Sistem penggajian PNS dan POLRI sudah menjadi sangat semerawut. Ini disebabkan karena besarnya gaji yang diterima hanya cukup untuk hidup satu sampai dua minggu saja. Maka dicarikan berbagai macam akal dan rekayasa seperti tunjangan jabatan dan berbagai tunjangan lainnya, tunjangan in natura dsb.
Setelah keseluruhan struktur pemerintahan dari yang tertinggi sampai yang terendah terbentuk, sistem penggajiannya dibenahi supaya adil berdasarkan merit system.
Yang dimaksud adalah bahwa penjenjangan tingkat pendapatan neto harus proporsional dan adil. Pejabat yang tingkat pengetahuan, tanggung jawab dan pekerjaannya lebih berat harus memperoleh gaji neto yang lebih tinggi. Yang sekarang berlaku adalah bahwa gaji Presiden lebih rendah dari pendapatan Direktur Utama BUMN. Pendapatan neto seorang Menteri lebih rendah dari pegawai menengah dari BPPN.
Maka tindakan pertama adalah membenahi keseluruhan pendapatan neto dari pegawai negeri sipil maupun TNI dan POLRI yang diselaraskan sampai proporsional dan adil berdasarkan merit system.
Alternatif lain
Konsep tentang pemberantasan korupsi seperti yang diuraikan di atas membutuhkan dana sangat besar yang harus dikeluarkan relatif sekaligus. Alternatif lain yang dapat dilakukan lebih cepat dengan pembiayaan yang dapat dicicil adalah pemberantasan korupsi yang tidak serempak, tetapi setahap demi setahap yang dimulai dari atas.
Konsep ini pernah dibicarakan dalam pemerintahan Gus Dur dan pada prinsipnya telah diterima oleh beliau sebagai Presiden. Namun batal diimplementasikan.
Dalam konsep tersebut pendapatan bersih yang mencukupi diberikan kepada Presiden, Wakil Presiden, para Menteri, Sekjen, Dirjen, Direktur, Kepala Biro dan Pimpro. Kecuali itu juga jabatan-jabatan yang krusial dan rawan korupsi, yaitu para pejabat pajak, Jaksa, Polisi, para Hakim, para Anggota DPR, para pejabat bea cukai dan lain-lainnya lagi yang perlu diinventarisasi secara teliti. Intinya adalah mengenali sektor-sektor dari birokrasi yang krusial dalam pembocoran keuangan negara.
Pendapatan bersih mereka harus cukup besar, sehingga tidak hanya cukup untuk hidup layak, tetapi cukup untuk hidup dengan “gagah”, yaitu bisa menyamai standar yang berlaku di sektor swasta, bahkan di luar negeri. Tetapi kalau setelah itu berani berkorupsi, hukumannya penjara seumur hidup atau hukuman mati.
Kalau dengan cara demikian para pejabat tinggi dan PNS yang rawan korupsi itu bisa bebas korupsi atau korupsinya berkurang sangat signifikan, penghematan yang diperoleh dari bebas korupsi atau berkurangnya korupsi secara sangat signifikan di kalangan mereka cukup besar. Dana yang dibutuhkan untuk meningkatkan pendapatan bersih mereka akan jauh lebih kecil dibandingkan dengan penghematan yang diperoleh dari hilangnya atau berkurangnya KKN pada tingkat birokrasi yang paling atas dan paling rawan KKN.
Yang menjadi kendala adalah bahwa perbedaan tingkat pendapatan bersih antara yang pendapatan bersihnya dinaikkan dalam rangka program pemberantasan KKN dengan bawahannya akan sangat-sangat besar. Ini akan sulit diterima oleh bawahannya. Ketika itu Gus Dur mengatakan bahwa beliau sanggup mengatasi masalah ini. Namun ketika gagasan ini bocor dan para pengamat mulai menghujat habis-habisan, Gus Dur langsung mundur teratur, sehingga gagasan ini batal dilaksanakan.
Mungkin sekarang dapat diulangi dengan memasyarakatkan terlebih dahulu. Kepada yang belum kebagian kenaikan pendapatan bersih secara drastis diminta hidup dengan cara yang sudah lama dilakukan, yaitu kekurangannya ditutup dengan korupsi. Korupsi yang mereka lakukan kita tolerir dengan menutup sebelah mata. Jumlah yang dikorup toh tidak terlalu besar, karena kekuasaannya yang tidak besar dan tidak relevan atau krusial bagi para penyuap.
Dengan penghematan yang diperoleh dari bebas korupsinya golongan yang tertinggi dan golongan dengan kekuasaan yang laku dikomersialkan seperti yang telah dirinci tadi, setahap demi setahap peningkatan pendapatan bersih bagi seluruhnya akan dapat tercapai.
aji April 1st, 2012 09:41 am
Saya setuju dengan ide pemberantasan korupsi carrot and stick karena melalui ide penyetaraan pendapatan pns dengan swasta, tentunya dengan perbandingan aple to aple maka akan mendorong masyarakat intelek di indonesia yang berkompeten untuk mau menjadi pns. Dengan demikian, akan menimbulkan seleksi alam yang sangat ketat pada kualitas pns di kementerian maupun lembaga pemerintah. Dengan masuknya orang2 yang kapable, maka para pegawai oportunis yang merasa aman menjadi pns tanpa menghasilkan sesuatu yang berkualitas akan terdesak untuk menghasilkan sesuatu. Tentunya ini akan jauh meningkatkan kualitas dan kuantitas performance pemerintah sehingga pemerintah dapat mengimbangi perkembangan sektor swasta indonesia yang sangat dinamis. Dengan demikian produktivitas nasional dapat meningkat.
Tentunya untuk membuat hal tersebut menjadi nyata tidak semudah membalikkan telapak tangan. Diperlukan kemauan pimpinan dan komitmen yang tinggi untuk melaksanakan manajemen secara profesional. Salah satunya dengan paksaan pemimpin tertinggi kepada seluruh kementerian dan lembaga untuk melakukan transparansi pengelolaan manajemen sehingga segala penyimpangan sangat mudah untuk dikoreksi.
Hukuman juga harus diterapkan secara konsisten untuk memberikan efek jerakepada pns yang terbukti melakukan penyimpangan. Tanpa ada tindakan riil terhadap penyimpangan yang dilakukan pns, maka pns akan seterusnya merasa aman untuk terus melakukan penyimpangan.
Semua hanya dapat dilakukan jika ada usaha yang konsisten dari dalam untuk melakukan hal tersebut. Oleh karena itu diperlukan rekrutmen terhadap masyarakat intelek dan berkomitmen di Indonesia yang mau secara ikhlas bekerja untuk memperbaiki negara. Jika pimpinan tertinggi dan staf sudah memiliki komitemen yang sama, maka korupsi di tubuh pemerintah diharapkan dapat terdesak, sehingga pemerintah dapat bekerja secara profesional untuk memikirkan dukungan yang berkualitas terhadap negara saja.
gone Agustus 15th, 2012 19:54 pm
teori kasih gaji pejabat tinggi dengan gaji gede kliatannya belum terbukti Pak.
Liat aja anggota DPR sekarang (2012) hidup dengan gaji ‘gagah’ fa_silit_ass no1 kelakuannya masih korup dan jauh dari harapan. apa mungkin pemberiannya masih kurang ‘gagah’?i don’t know..karena saya bukan anggota DPR
Anto Oktober 17th, 2015 19:34 pm
Memang betul pak. Korupsi harus diberantas