Pembangunan Gedung DPR Baru Perlu !!
Pembangunan gedung DPR yang baru perlu kita wujudkan dengan pikiran yang jernih dan terbebas dari korupsi dalam segala bentuknya. Jadi kalau pembangunan itu terbebas dari korupsi dan pikiran yang korup (corrupted mind), pembangunannya patut dilanjutkan.
Karena itu pembangunan gedung baru DPR harus diambil alih oleh sebuah tim independen, yang terdiri atas para ahli dalam segala bidang yang relevan untuk mewujudkan gedung DPR yang fungsional, tetapi juga mencerminkan kebesaran dan kepribadian bangsa Indonesia.
Gedung DPR, seperti halnya dengan istana kepresidenan, musium, gedung teater, perpustakaan nasional dan gedung-gedung sejenisnya tidak hanya mempunyai fungsi sebagai tempat bekerja yang praktis dan efisien, tetapi juga mempunyai fungsi sebagai simbol kebesaran bangsa.
Apakah mereka yang anti pembangunan gedung baru DPR sangat menyesal dengan adanya gedung MPR yang demikian megahnya, yang dibangun di atas tanah yang demikian luasnya atas gagasan Bung Karno? Ketika itu, kita jauh lebih miskin dibandingkan sekarang.
Sudah sejak lama, terutama setiap kali saya memasuki wilayah MPR/DPR langsung saja terasa betapa timpangnya antara gedung MPR yang demikian megah, menyimbolkan kebesaran, dan gedung DPR berbentuk kotak. Apalagi kalau kita bekerja di dalamnya, terasa benar alangkah kotor dan tidak nyamannya semua fasilitas yang ada.
Pembangunan gedung DPR baru dengan arsitektur khas Indonesia yang megah dengan fungsinya sebagai simbol kebesaran bangsa harus kita sejajarkan dengan pembangunan Istora Senayan, gedung MPR, gedung Bank Indonesia, mesjid Istiqlal, gedung Proklamasi, tugu Proklamasi, dan entah gedung-gedung apa lagi yang ketika dibangun dijiwai oleh faktor-faktor lain yang oleh Bung Karno digambarkan dengan kata-kata “man does not live by bread alone”. Dengan kata lain, karena gedung DPR bukan kantor dagang, namun harus memancarkan aspirasi rakyat, banyak faktor lain yang harus ikut berbicara selain murah dan efisien.
Apakah bangsa Indonesia harus menyesal dan malu mempunyai Borobudur yang dibangun ketika bangsa kita masih demikian miskinnya, atau justru bangga bahwa bangsa yang secara materiil demikian miskinnya ternyata ketika itu sudah mempunyai jiwa yang demikian besarnya, dan yang mampu menyemangati rakyat membangun Borobudur yang sekarang dinyatakan sebagai kekayaan peradaban dan kebudayaan seluruh umat manusia di dunia ?
Saya paham betul bahwa masyarakat marah karena prestasi DPR yang serendah itu, banyak membolos, korupsi dan sifat-sifat buruk lainnya. Namun apakah kualitas para anggota DPR yang sekarang seperti itu harus menghancurkan nilai-nilai yang lebih tinggi, yang terkandung dalam aspirasi rakyat untuk mempunyai simbol-simbol kebesaran bangsanya? Sering kita dengar, apakah kalau di dalam lumbung padi banyak tikusnya, tikus-tikus itu yang harus kita berantas ataukah lumbung padinya yang harus dimusnahkan?
Tantangan kepada para elit bangsa yang marah adalah bagaimana mengenyahkan para anggota DPR yang bejat itu. Tantangan ini tidak ada hubungannya dengan pembangunan gedung DPR. Kalaupun gedungnya seperti ruko, toh para DPR yang bejat harus kita enyahkan. Maka lantas menjadi sangat absurd kalau justru gedung yang akan mempunyai nilai sejarah arsitektur (mungkin seraus tahun dari sekarang), dan kita persiapkan untuk para anggota DPR pada masa datang yang lebih baik, gedungnya dibiarkan seperti ruko.
Mengkaitkan anti dibangunnya gedung DPR baru yang akan berusia ratusan tahun dengan kualitas banyak anggota DPR sekarang yang bejat, secara implisit yakin bahwa sampai kapanpun mayoritas anggota DPR kita akan bejat terus seperti yang sekarang. Sikap dan pikiran yang demikian berbahaya, karena gara-gara ulah beberapa orang kita melakukan nihilisme pada nilai-nilai yang luhur.
Saya yakin mayoritas elit bangsa kita setuju dengan Bung Karno yang mengatakan bahwa betapapun terpuruknya kita sekarang, kita harus menggantungkan cita-cita kita setinggi bintang-bintang di langit!
Maka Bung Karno membangun gedung Bank Indonesia dan mesjid Istiqlal, istora Senayan, gedung MPR yang jelas tidak hanya atas pertimbangan fungsional belaka. Jalan-jalan raya sangat lebar dan mulus dibangun yang menghubungkan Jakarta pusat dengan bagian selatan (Jalan Thamrin-Sudirman), yang ketika itu kiri kanannya hanya terdapat beberapa gubug yang kumuh. Banyak jalan raya lainnya dibangun yang pernah kita kenal dengan sebutan jalan “bypass”.
Ketika Bung Karno jatuh, elit teknokrat bermental tukang menghujatnya sebagai perusak ekonomi dengan membangun proyek-proyek mercu suar. Apa jadinya dengan “mercua suar” sekarang ? Hotel Indonesia menjadi “kumuh” dibandingkan dengan sekian banyak hotel lainnya. Jalan-jalan raya bebas hambatan dijadikan jalan tol yang toh sangat sering macet. Apakah elit teknokrat tukang yang sekarang menghujat gagasan pembangunan gedung DPR tidak sama piciknya dengan pendahulunya?
Tentang dihujatnya gagasan bahwa di dalam kompleks DPR perlu ada kolam renang, fasilitas gymnasium, spa, restoran. Apa salahnya? Baru salah kalau dengan adanya semua fasilitas itu para anggota lantas tidak bekerja sama sekali. Bukankah berbagai fasilitas itu meningkatkan efsisiensi, supaya mereka tidak perlu membuang-buang waktu dalam kemacetan untuk berolah-raga di tempat-tempat komersial, bisa bekerja tanpa mengenal waktu dan tanpa mengganggu kebersamaan dengan keluarganya, karena mereka bisa bergabung untuk makan bersama di dalam kompleks DPR.
Bagaimana dengan biaya yang Rp. 1,6 trilyun ? Gedung ini akan dipakai selama ratusan tahun. Apa arti Rp. 1,6 trilyun ? Bandingkan dengan Capitol Hill di Washington DC dan Palace of Westminster di London. Lebih konyol lagi kalau kita bandingkan dengan dipatuhinya perintah-perintah IMF yang sudah menelan BLBI Rp. 144 trilyun, Obligasi Rekap sebesar Rp. 430 trilyun ditambah dengan bunganya yang Rp. 600 trilyun. Belum lagi sumber daya alam yang dikorup, pajak yang dicuri dan masih sangat banyak lainnya lagi.
Last but not least, para pengritik pembangunan gedung DPR itu ketika menyaksikan Versailles, Schonbrun, istana-istana di Roma, di Russia, di negara-negara Eropa Timur, gedung Wiener Philharmoniker, terkagum-kagum, atau menghujat di dalam batinnya, bahwa semua gedung itu dibangun dengan harga yang sangat mahal dan melampaui fungsi teknisnya?
sofyan Mei 21st, 2011 12:15 pm
ya sih pak,,,tp jangan sekrang,,,kan rakyat lag sulit gini,,,skala prioritasnya kan rakyat dulu,,,ntar kalo dah makmur,,baru de bikin bangunan baru
Tonny Agustus 20th, 2011 23:57 pm
Pak Kwik berpikir jauh kedepan dan mengutamakan image dan kepentingan nasional.
Maju terus Pak Kwik…
Anggit Maret 27th, 2012 13:01 pm
ini dikarenakan sikap para anggota DPR yang sering diperlihatkan kepada rakyat sangat tidak mencerminkan profesionalisme. sehingga rasa percaya dan dukungan rakyat semakin hilang.
seperti halnya lumbung padi. apabila kita sudah mengetahui terdapat byk tikus didalamnya, apakah kita perlu untuk meperluas lumbung trsebut? tentu tidak ada gunanya, karena lumbung trsbut tetap tdk akan berfungsi baik. tikus tersebut yang harus dimusnakan trlebih dahulu.
Rakyat akan sangat mendukung & tdk keberatan dengan dibangunnya gedung DPR , apabila para wakil kita memang benar2 memperlihatkan profesinal kerjanya, dan para tikus tikus mulai diberantas.
Metta Maret 28th, 2012 14:53 pm
Sebuah sudut pandang baru. Jika memang gedung baru DPR benar-benar dibutuhkan, semoga saja kinerja orang-orang di dalamnya meningkat dengan drastis, sehingga istilah ‘tikus’ itu bisa lepas dari mereka. Jika tidak berpengaruh, they better go to hell.
vita Maret 28th, 2012 18:07 pm
yaah ada yg namanya skala prioritas pak.. rakyatnya yg g bs sekolah aja masih banyak pak,yg hidupnya dijalan2 masih bejibun. masa iya wakil rakyatnya bermewah-mewah rakyatnya masih sama aj ky wkt dijajah,g bisa sekolah? akhirnya yg bs menikmati itu smua ya yg cm kaya2 aja,yg miskin selamanya akan tetep miskin krn ud miskin bego pula..
RifkyMedia™ April 11th, 2012 10:45 am
Pak Kwik Yth.Sedikit banyak saya setuju dengan Bapak, sebuah proyek yang mungkin hari ini dikatakan sebuah proyek “mercusuar”, bisa saja nantinya jadi lain ceritanya, karena memang sebuah bangunan negara vital perlu sebuah image yang menggambarkan kewibawaan dan kebesaran Negara ini. Bung Karno membuat Monas, membangun patung patung perjuangan, membangun Istiqlal dll ditengah masyarakat kala itu yang masih miskin tentu adalah sebuah “gambling” besar yang mana semua nya baru bisa dinikmati/dirasakan sekarang. Sebuah keputusan besar memang harus diambil Pak Karno (seorg.Pemimpin) waktu itu.
Mungkin yang dipermasalahkan oleh rakyat kebanyakan kali ini adalah kinerja DPR yang belum nampak hasilnya, dan seolah rakyat sudah berfikir jelek bahwa setiap ada proyek pemerintahan pasti ada penyelewengan dan penggelembungan dana yang cenderung sangat melukai rakyat. Mungkin hal itulah yang menurut saya membuat rakyat seperti “tidak rela” dan bukan sama sekali tidak setuju atas pembangunan gedung tsb.
Sebagai seorg.mantan mahasiswa Arsitektur, saya paham sebuah bangunan pemerintahan haruslah memiliki image wibawa dan image besar suatu bangsa dan saya harap itu bukan berarti haruslah mewah. Demikian sedikit uneg uneg saya untuk artikel Bapak, semoga Bapak selalu dalam Lindungan Tuhan Yang Maha Esa.
peoplepower Juni 8th, 2012 09:05 am
People trust sudah nihil, Pak. Rakyat hanya melihat wakil rakyat itu hanya sibuk mengurusi pribadi, malas, kemewahan & selangkangannya saja. Ditambah gedung 1.6T, bagaimana perasaan rakyat kecil?
Andai wakil rakyat itu rajin, betul-betul untuk rakyat, jarang pelesir tanpa hasil, negaranya maju, hasil-hasil pembangunannya memiliki bukti nyata, gedung 16T pun rakyat rela kok!