'

Kategori

Follow Us!

Megawati, Prabowo Dan Contoh Kasus Tentang Demokrasi Gaya UUD 2002

Halaman depan Suara Pembaruan tanggal 1 April memuat berita yang berjudul : “Megawati Gandeng Prabowo”. Inti beritanya berbunyi : “Menurut sumber SP di DPP PDI-P, kemungkinan besar Megawati menggandeng Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto sebagai wakilnya”.

Di halaman 18 ada iklan berwarna satu halaman yang memuat “8 Program Aksi Untuk Kemakmuran Rakyat” dari Partai Gerindra.

Hampir semua program tersebut tidak ada yang cocok dengan sikap dan kebijakan yang telah diwujudkan oleh Presiden Megawati selama beliau memerintah sebagai Presiden. Mari kita telaah beberapa konsep kebijakan yang penting sebagai berikut.

Prabowo ingin “mengalihkan dana pembayaran utang luar negeri sebagai modal untuk membiayai program pendidikan, kesehatan, pangan dan energi yang murah serta ramah lingkungan.” Kebijakan Presiden Megawati sangat dominan atau praktis sepenuhnya ditentukan oleh Menko Dorodjatun dan Menteri Keuangan Boediono. Kebijakan utang luar negerinya harus patuh pada negara-negara dan lembaga-lembaga keuangan internasional pemberi utang secara mutlak. Negara-negara ini menghendaki pembayaran yang tepat waktu dan sepenuhnya. Kalau mau menunda boleh, tetapi harus dalam program pengawasan yang ketat oleh IMF, yang cakupannya kebijakan dalam semua bidang penyelenggaraan negara.

Prabowo ingin “menjadikan BUMN sebagai lokomotif dan ujung tombak kebangkitan ekonomi.” Presiden Megawati berkeyakinan bahwa BUMN mesti rusaknya, mesti korupnya, mesti meruginya, mesti merong-rong keuangan negara. Menterinya mengatakan : “Boleh pilih. Mempertahankan BUMN dan pemerintah keluar uang menutup kerugiannya yang sangat besar, ataukah menjual BUMN kepada swasta, terutama swasta asing, karena akan langsung memperoleh laba, sehingga Kas Negara kemasukan uang pajak.”

Prabowo ingin “menghentikan penjualan aset negara yang strategis dan atau yang menguasai hajat hidup orang banyak”. Presiden Megawati menjual Indosat, tidak berani menolak Exxon Mobil yang ingin mengubah TAC blok Cepu menjadi kontrak bagi hasil sambil sekaligus memperpanjangnya sampai tahun 2030, padahal kontrak sudah habis di tahun 2010. Tiga anggota Dewan Komisaris Pertamina yang sekaligus menteri-menteri BUMN, ESDM dan Keuangan sangat pro Exxon Mobil.

Prabowo ingin “mewajibkan eksportir nasional yang menikmati fasilitas kredit dari negara untuk menyimpan dana hasil ekspornya di bank dalam negeri.” Menteri Keuangannya Presiden Megawati kokoh dalam pendiriannya dalam sistem lalu lintas devisa yang sebebas-bebasnya. Sang Menteri Keuangan ini diangkat sebagai Gubernur Bank Indonesia oleh DPR dengan suara bulat. Fraksi PDI-P ikut mendukungnya dengan sangat mantab.

Prabowo ingin “mencetak 2 juta HA lahan baru untuk meningkatkan produksi beras, jagung, kedelai, tebu yang dapat mempekerjakan 12 juta orang”. Kebijakan Presiden Megawati bersama Menko Perekonomian dan Menteri Keuangannya yalah bahwa itu urusan swasta murni. Pemerintah tidak boleh ikut-ikutan dalam produksi komoditi tersebut. Kalau swasta tidak mampu memenuhi kebutuhan rakyat Indonesia, harus diimpor, karena harus ikut globalisasi yang menghapus batas-batas negara bangsa.

Prabowo ingin “melarang penyaluran kredit bank pemerintah untuk pembangunan perumahan dan apartemen mewah, mall, serta proyek-proyek mewah lainnya.” Menteri Keuangannya Presiden Megawati tidak pernah berpikir demikian. Sebaliknya, bank-bank pemerintah harus berbadan hukum PT yang perilaku dan aturan mainannya sepenuhnya seperti bank swasta.

Prabowo ingin “meninjau kembali semua kontrak pemerintah yang merugikan kepentingan nasional.” Semua kontrak pemerintah dengan perusahaan asing yang mengeduk sumber daya mineral kita merugikan bangsa Indonesia. Kabinet Megawati tidak mau mengutik ini, karena mengguncangkan kepercayaan pihak asing pada sifat good boy-nya para menteri Presiden Megawati dalam hal patuh pada kontrak, yang sekali liberal tetap liberal.”

Prabowo ingin “mencabut Undang-undang Badan Hukum Pendidikan (BHP)”. Fraksi PDI-P menyetujuinya, walaupun dengan syarat. Prabowo maunya kan seluruh undang-undang tanpa syarat dan tanpa reserve dicabut?

Saya berhenti sampai di sini, karena terlampau banyak perbedaan antara platform Partai Gerindra dan PDI-P, sedangkan halaman untuk kolom ini terbatas.

KOALISI UNTUK APA?

Pertemuan antara Capres Megawati dan Capres Prabowo tidak dapat dilepaskan dari kata “koalisi” antara partai-partai politik, yang sedang sangat marak dibicarakan, dianalisis, dihutung-hitung dan sebagainya. “Silaturachmi” seperti ini dilakukan oleh banyak partai politik tanpa membicarakan platform, konsep dan programnya dalam penyelenggaraan negara.

Presiden SBY telah memberi contoh dengan memasukkan menteri-menteri ke dalam kabinetnya yang berasal dari berbagai partai politik atas dasar perhitungan dukungan yang cukup di DPR. Karena platform, konsep dan program tidak pernah disepakati sebelumnya, para menterinya terkoyak antara harus setia pada Presiden ataukah akan setia pada DPP partainya? Terkoyaknya jiwa para menteri dapat dengan sangat jelas dikenali. Amien Rais dan Dradjat Wibowo banyak menyuarakan kritikan pada pemerintah, tetapi Hatta Rajasa dan Bambang Sudibyo ada di dalam kabinet. Apalagi sekarang ketika harus berkampanye. Menteri-menteri minta cuti untuk berkampanye. Menteri UKMK berpidato kampanye yang implisit tidak puas dengan kebijakan kabinet SBY dalam bidang UKMK yang dinilainya kurang intensif, sedangkan menteri UKMK-nya Suryadarma Ali sendiri.

Wapres JK dalam kampanyenya menekankan atau paling tidak mengindikasikan dengan jelas bahwa dirinya dan Golkar bisa mengambil sikap, keputusan lebih tegas dan cepat. Dibandingkan dengan siapa lagi kalau tidak dibandingkan dengan Presiden SBY? Jadi SBY yang berfungsi sebagai Presiden dan JK yang berfungsi sebagai Wakil Presiden sampai Oktober mendatang sudah saling mengunggulkan dirinya sendiri. Kader penting Partai Demokrat sudah mulai mengkerdilkan Partai Golkar dengan mengatakan bahwa Partai Golkar dalam pemilu 9 April nanti hanya akan mendapat suara 2,5%, yang membuat marah para pemimpin Partai Golkar, sehingga dengan cepat membulatkan tekad menyatakan JK sebagai calon presidennya.

Koalisi dalam demokrasi atas dasar UUD 2002 ini untuk berkuasa asal kuasa, ataukah untuk memerintah dengan platform yang sama?

Oleh Kwik Kian Gie

Catatan : artikel ini telah dimuat juga di Suara Pembaruan tanggal 2 April 2009.

Jika anda menyukai artikel ini, silahkan memberikan komentar atau berlangganan RSS feed untuk menyebarkan ke pembaca feed anda.

4 responses to "Megawati, Prabowo Dan Contoh Kasus Tentang Demokrasi Gaya UUD 2002"

  1. aya Juli 16th, 2012 19:21 pm Balas

    karena tujuan dari menjadi penguasa bukanlah untuk mensejahterakan rakyatnya tapi untuk mengmbil keuntungan sebesar-besarnya. jadi buat mereka tidak penting sama atau tidaknya platform.

    bagaimana menurut pandangan bapak, tentang indonesia yang mau menghutangi IMF 1 millyar dollars AS?

  2. Mengkritisi sedari awal | Mutiara Zuhud - Letakkan dunia pada tanganmu dan akhirat pada hatimu Oktober 19th, 2014 05:42 am Balas

    […] Berikut kutipan tulisan Kwik Kian Gie lainnya pada http://kwikkiangie.com/v1/2011/03/megawati-prabowo-dan-contoh-kasus-tentang-demokrasi-gaya-uud-2002/ […]

  3. Tidak taat ucapan | Mutiara Zuhud - Letakkan dunia pada tanganmu dan akhirat pada hatimu Oktober 27th, 2014 10:02 am Balas

    […] Berikut kutipan tulisan Kwik Kian Gie lainnya pada http://kwikkiangie.com/v1/2011/03/megawati-prabowo-dan-contoh-kasus-tentang-demokrasi-gaya-uud-2002/ […]

  4. Akhirnya BBM naik | Mutiara Zuhud - Letakkan dunia pada tanganmu dan akhirat pada hatimu November 18th, 2014 09:16 am Balas

    […] kutipan tulisan Kwik Kian Gie lainnya dari http://kwikkiangie.com/v1/2011/03/megawati-prabowo-dan-contoh-kasus-tentang-demokrasi-gaya-uud-2002/ tentang kebijakan Megawati dahulu yang kemnungkinannya akan selaras dengan kebijakan penguasa […]

Leave a Reply