Hibah yang Dikelola Bank Dunia Mengacaukan Keuangan Negara dan Merendahkan Martabat Bangsa
Tulisan ini merupakan kesaksian penulis ketika menjabat sebagai Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas yang melaksanakan penggunaan hibah dari Uni Eropa dan pengawasannya dilakukan oleh Bank Dunia.
KoranInternet tanggal 16 November 2007 memberitakan bahwa Komisi Eropa (EC) tengah menyiapkan pembiayaan berupa hibah sejumlah 500 juta euro. Ini dikemukakan oleh Ad Koekoek seusai menandatangani pinjaman kepada Indonesia sebesar US$ 27,5 juta di Departemen Keuangan.
Artinya, Menteri Keuangan atau Menko Ekonominya menerima utang dari Uni Eropa dan menerima hibah lagi. Sangat mengherankan bahwa Pemerintah Indonesia masih sudi menerima hibah dari Uni Eropa setelah mengalami pengelolaan hibah yang sangat menghina bangsa Indonesia, mengacaukan perencanaan dan pengelolaan keuangan negara dan menyibukkan Kejaksaan Tinggi, Bappenas, BPKP, para pejabat Departemen Keuangan. Ceriteranya sebagai berikut.
Pemerintah RI menerima hibah sebesar US$ 573.025
RI menerima hibah dari Uni Eropa yang dinamakan ASEM Trust Fund Agreement TF 050178-IND (Grant for Strengthening Safeguarding and Monitoring in and beyond Social Safety Net Program) tertanggal 29 Oktober 2001 untuk Strenghtening, Safeguarding and Monitoring in and Beyond Social Safety Net Program (SSMP).
Peran Bank Dunia/World Bank (WB)
Peran WB sebagai penyalur dan pengawas. Pada umumnya hibah yang diberikan oleh negara-negara Barat yang maju dipercayakan sepenuhnya kepada WB dalam pengawasan pelaksanaannya.
Peran Bappenas
Bappenas adalah kementerian yang ditugasi untuk melaksanakan kegiatan program tersebut. (Executing Agency)
Persyaratan utama WB: No Objection Letter (NOL)
Persyaratan utama WB yalah menyetujui sebelumnya para konsultan dan/atau perusahaan jasa apa yang akan dipakai oleh Bappenas dan dengan tarif berapa besar. Kalau WB setuju, mereka memberikan No Objection Letter (NOL). NOL diberikan oleh WB kepada 20 konsultan dengan suratnya kepada Ir. Max Pohan tertanggal 22 Juli 2002.
Aneh
Yang aneh, segera setelah memberikan persetujuan, langsung mencurigai para konsultan ini atas dasar surat kaleng dengan melakukan kegiatan penelitian dan penyidikan secara diam-diam yang menyerupai kegiatan mata-mata musuh. Hasilnya dituangkan dalam laporan tebal yang berjudul Confidential Report on the Review of a Bappenas Implemented ASEM Trust Fund.
Yang perlu dipertanyakan
WB mengetahui persis bahwa korupsi di Indonesia merajalela. Karena itu mestinya mengetahui bahwa pinjaman atau hibah yang dikelolanya sedikit banyak dikorupsi. Tetapi toh tetap memberikan pinjaman, memfasilitasi pemberian klredit dari negara-negara kreditor dan mengelola hibah. Dan kalau mengetahui ada jumlah uang sedikit saja yang dikorup, keseluruhan jumlah hibah dan utangnya harus serta merta dikembalikan, termasuk bagian yang tidak dikorup, sedangkan uang ini telah dipakai. Kebijakan, sikap dan perilaku seperti ini jelas mengacaukan perencanaan dan pengelolaan keuangan negara oleh Pemerintah. Mengapa WB berbuat seperti ini? Memang sengaja ingin menghina dan mengacaukan, atau kurang kerjaan atau just stupid?
Tentang ada atau tidak adanya korupsi
Pendapat WB, BPKP dan Inspektorat Jenderal/Utama Bappenas berbeda. BPKP berpendapat tidak ada korupsi, Bappenas berpendapat ada penyimpangan prosedur. WB serta Menteri Keuangan Boediono (secra lisan) berpendapat terjadi blatant and bloody corruption atau korupsi yang sangat kasar dan brutal (secara harafiah kata bloody berarti “berdarah-darah”). Boediono mengatakan kata-kata ini ketika selaku Menteri Keuangan menyerahkan laporan audit WB kepada saya selaku Kepala Bappenas, seolah-olah semua yang ada dalam laporan tersebut mesti benar semuanya.
Jumlah yang diduga dikorup
Jumlah uang yang diduga dikorup menurut WB tidak jelas. Sangat banyak uraian koruptif tanpa angka. Sepanjang ada angkanya, kalau dijumlah sebesar Rp. 1.074.812.840 (hitungan Inspektorat Utama Bappenas)
Menurut Inspektorat Utama Bappenas, tidak ada korupsi. Yang ada penyimpangan prosedur dan inefisiensi. Kalau toh ada kerugian, ada rinciannya dan jumlahnya Rp. 58.093.500
Jumlah yang dituntut dibayar kembali segera
WB menuntut seluruh jumlah yang sudah dikeluarkan sebesar US$ 203.636 segera dibayar kembali. Artinya, jumlah uang yang sudah dipakai dan diyakini oleh WB tidak dikorup juga harus segera dibayar kembali. Ini sangat mengacaukan perencanaan keuangan negara dan APBN. (nanti diuraikan tersendiri).
Sisanya yang belum digunakan atau US$ 369.388 dibatalkan. Semua perencanaan tentang penggunaannya menjadi mubasir yang jelas menyia-nyiakan energi dan waktu.
Bank Dunia munafik dan tidak berani transparan
Saya (KKG) selaku Kepala Bappenas segera memanggil Andrew Steer (Kepala Perwakilan Bank Dunia di Jakarta) dan menyatakan akan segera menggelar konperensi pers dengan membagikan laporannya tentang dugaan korupsi kepada para wartawan, dan minta kepada pers supaya mengumumkan agar setiap orang yang merasa tertarik minta bukunya kepada Bappenas. Dengan demikian apa yang dinamakan kontrol masyarakat berjalan.
Andrew Steer minta-minta, mohon-mohon agar jangan dilakukan oleh KKG sambil menunjuk pada tulisan strictly confidential, for your information only, dan pada setiap lembar laporan yang tebal itu di ujung kiri atas ditulis in strictest confidence.
Apa yang dilakukan KKG?
KKG meminta kepada Bank Dunia supaya segera menghentikan semua hibah kalau Bappenas yang harus menjadi pelaksananya, sampai masalah ini diselesaikan. Juga menulis surat kepada Presiden Uni Eropa, Romano Prodi, supaya segera menghentikan semua hibah kepada Indonesia kalau Bappenas yang menjadi pelaksananya, sampai masalahnya selesai.
Terhadap WB, KKG berusaha keras supaya yang dibayar kembali hanya jumlah yang didakwakan dikorup saja, walaupun belum tentu dikorup. Mengapa belum tentu, karena:
1.BPKP mengatakan tidak.
2.Inspektorat Utama Bappenas mengatakan ada inefisiensi dan penyimpangan prosedur, yang kalau toh mau dihitung secermat mungkin, kerugiannya sebesar Rp. 58.093.500.
3.Standar dan prosedur audit yang dilakukan oleh WB tidak jelas, dan WB menolak mendiskusikannya dengan BPKP.
Maka KKG sebagai Kepala Bappenas ketika itu berbantahan keras melalui surat-menyurat dengan Bank Dunia dan Uni Eropa. KKG mengatakan bahwa walaupun dakwaan korupsi yang dilakukan oleh para pelaksana proyek dari Bappenas belum tentu benar, Bappenas bersedia membayar kembali jumlah yang didakwakan ini saja.
KKG juga minta kepada Bank Dunia dan Uni Eropa supaya jangan lagi memberi hibah kepada Indonesia kalau pengendaliannya oleh Bank Dunia dan Bank Dunia caranya begitu tidak fairnya.
Contoh kasus nyata serupa yang menyangkut jumlah uang jauh lebih besar
Contohnya yang nyata sudah ada, yaitu surat dari Kepala Perwakilan WB di Jakarta Andrew Steer kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tertanggal 27 Juni 2006 nomor A-612/SRIP/VI/2006 yang menuntut kredit dan hibah yang seluruhnya sebesar US$ 4.709.333,80 dibayar segera (promptly) dan yang belum dipakai sebesar US$ 1.599.330,50 dibatalkan. Alasannya karena ada bagian sangat kecil yang oleh WB dianggap dikorup.
Bagaimana caranya mengadakan uang sebesar itu mendadak dan bagaimana meneruskan proyek yang sudah setengah jalan?
Status masalahnya dewasa ini
Di tengah-tengah perdebatan ini, pemerintah berganti. Kepala Bappenas yang baru, Sri Mulyani Indrawati berkeberatan memenuhi tuntutan Bank Dunia untuk membayar seluruh jumlah hibah yang telah dikeluarkan. Ini terlihat dari “Lembar Edaran” tertanggal 13 April 2005.
Namun pada tanggal 7 April 2005 ada rapat interdep antara Ditjen Perbendaharaan, Ditjen Anggaran dan Perimbangan Keuangan, Bappenas, BPKP, Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan dan Bank Dunia.
Dalam rapat tersebut terjadi silang pendapat tentang ada atau tidak adanya korupsi dan tentang berapa jumlah yang dikorup, serta berapa jumlah yang harus dibayarkan kembali ? Namun walaupun terjadi silang pendapat yang tajam, rapat diakhiri oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan yang memimpin rapat. Rapat ditutup dengan pernyataan bahwa dalam rangka menjaga relationship dengan pihak Bank Dunia dan para donor, serta agar masalah ini tidak berlarut-larut, agar segera dilakukan refund, namun disertai pernyataan bahwa dengan refund ini tidak berarti bahwa Government of Indonesia (GoI) mengakui telah terjadinya penyimpangan pada pelaksanaan grant ini. Pihak Bappenas diminta untuk segera mengalokasikan dana dalam DIPA 2005 sebesar equivalent rupiah dari nilai USD 203.636,09 secepatnya karena refund akan dilakukan sebelum tanggal 18 April 2005.
Menjadi persoalan buat kejaksaan tinggi (Kejati) DKI Jakarta
Seperti dapat kita ikuti dari media massa belum lama berselang, Kejati menyidik masalah ini. Yang menjadi fokus adalah kerugian keuangan negara dengan dua karakteristik yang berbeda. Yang pertama korupsi, dan yang kedua, kerugian negara karena pembayaran kembali kepada pemberi hibah dari bagian yang oleh WB sendiri diakui tidak dikorup, bahkan yang belum terpakai sama sekali.
Laporan audit Bank Dunia atas dasar apa?
Dalam laporan audit yang diterbitkan oleh WB setebal 180 halaman dengan tuduhan korupsi oleh para pelaksana penggunaan hibah dari Bappenas tidak disebutkan siapa auditornya dan juga tidak disebutkan standar dan prosedur apa yang dipakai. Namun nama auditor Christina Irma Dona yang katanya dari Kantor Akuntan Earnst & Young (E&Y) disebut-sebut.
KKG melakukan korespondensi dengan E&Y yang ditembuskan kepada Presiden RI, Presiden WB, Jaksa Agung dan sebagainya. E&Y menyebutkan dalam suratnya bahwa Christina Irma Dona memang karyawannya, tetapi mulai tanggal tertentu disewakan kepada WB untuk melakukan audit yang bersangkutan. Pengarahan dan standar semuanya oleh WB, sehingga E&Y dalam suratnya menyatakan sama sekali tidak bertanggung jawab atas hasil laporan audit yang membuat banyak orang sibuk dan pusing kepala.
Dengan demikian E&Y sebagai Kantor Akuntan Publik terbesar di dunia dalam kasus yang kita bicarakan ini berfungsi sebagai penyalur Tenaga Kerja Wanita Indonesia (TKWI). Kalau hasil audit yang tidak ada referensinya menganut standar yang lazim dari negara mana seperti ini, apakah patut dijadikan pegangan oleh Pemerintah Indonesia dengan mengabaikan sama sekali temuan dan pendapat BPKP?
Kesimpulan
Setelah semua pengalaman ini, apakah hibah Komisi Eropa yang sedang direncanakan ini akan diawasi oleh Bank Dunia lagi? Mengapa bangsa yang kaya raya lantas bersikap sebagai pengemis? Kita semua mengetahui bahwa Pemerintah tidak cukup mempunyai uang untuk memenuhi tugas pokoknya kepada rakyatnya yang diamanatkan oleh Konstitusi.
Setelah lebih dari 60 tahun merdeka, alangkah baiknya kalau solusinya tidak lantas mengemis atau menerima belas kasihan dengan perlakuan yang sama sekali tidak masuk akal, dan bahkan sangat mengacaukan perencanaan dan pengelolaan keuangan negara. Kecuali itu, perlakuan Bank Dunia juga membuat bangsa Indonesia harus menerima martabatnya yang direndahkan, diperlakukan sebagai anak kecil.
Para pemimpin dari sebuah bangsa dengan tanah air yang dikaruniai kekayaan yang demikian melimpahnya harus mampu memberantas korupsi, sehingga seluruh potensi bangsa dapat digunakan untuk memakmurkan bangsa ini tanpa minta-minta dari bangsa lain. Dengan demikian juga tidak perlu harus menerima perlakuan oleh Bank Dunia yang demikian sewenang-wenangnya dan sangat merendahkan martabat bangsa.
Bagaimana caranya memberantas korupsi yang efektif dan komprehensif akan dibahas dalam salah satu artikel selanjutnya.